Bisnis online, dewasa ini memberikan effect positif bagi para pengusaha rintisan.
Bisnis tersebut tidak memerlukan banyak modal namun sangat menjanjikan.
Menurut data yang dilansir Markplus pada 2017, bisnis online telah menjadi satu bisnis yang punya peluang besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Benar saja, perputaran uang pada bisnis tersebut mencapai Rp13 Triliun.Bahkan dengan melihat potensi itu, Pemerintah Indonesia memulai konsern pada bisnis e-commerce ini.
Pemerintah berkeyakinan e-commerce akan menjadi penggerak ekonomi pada masa depan.
Sejumlah situs web penjualan online membuktikan diri bisa terus tumbuh dan berkembang bahkan sudah masuk kategori layak investasi.
Peluang dan tantangan membentang bersamaan. Seperti apa?
Hingga 2020, perputaran uang di perdagangan online ini diperkirakan mencapai 130 miliar dollar AS.
Memakai kurs Rupiah terbaru per dollar AS, nilai itu setara lebih dari Rp 180 triliun.
Pada 2015, total nilai transaksi perdagangan lewat internet bernilai sekitar 20 miliar dollar AS, melanjutkan lompatan dari taksiran 8 miliar dollar AS pada 2013 dan 13 miliar dollar AS pada 2014.
Nilai perputaran yang besar, juga tidak terlepas dari Infrastruktur IT yang makin banyak di Indonesia.
Bagaimana tidak, hanya dengan menggunakan modal kecil untuk membangun sebuah situs bisnis online, para pengusaha dapat langsung berjualan atau menawarkan productnya.
Disisi lain, para creator usaha dengan new brandnya telah membuat usaha kecil menengah menjadi go public.
Untuk itu, para pebisnis yang akan memulai, dapat menggunakan webhosting dan wordpress hosting untuk dapat langsung melakukan penjualan secara online.
Sekedar diketahui, dari perkiraan 93,4 juta pengguna internet di Indonesia, ditaksir 77 persen di antaranya memakai teknologinya google untuk pencarian informasi atau produk serta belanja online.
Riset terbaru Google yang digelar pada Juni 2015 lalu, mendapati, situs web belanja online merupakan yang paling banyak dibuka pengguna internet Indonesia memakai smartphone.
Menurut riset Google itu, pemilik smartphone di Indonesia menjadikan peranti itu sebagai alat komunikasi utama—termasuk untuk berselancar di dunia maya—meski punya komputer dekstop atau tablet. Penetrasi smartphone ke Indonesia diperkirakan mencapai 43 persen populasi.
Sayangnya, jumlah aplikasi yang terbenam di dalam smartphone orang Indonesia justru tercatat terendah di Asia, sekitar 31 persen saja.
Menurut riset Google tersebut, tantangan untuk kawasan Asia—termasuk Indonesia—adalah menghadirkan inovasi baru untuk aplikasi. Penting bagi penyedia layanan aplikasi, kata riset itu, menyediakan tuntunan yang runut bila ingin aplikasi besutannya laris di kawasan ini.
(Cr7)