Blitar – Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada sidang lanjutan perkara penyalahgunaan narkoba dengan terdakwa David Hermawan alias Kasisi , menghadirkan Aiptu Suprianto selaku penyidik dan sebagai saksi verbalisan, untuk di mintai keteranganya pada persidangan yang digelar pada hari Rabu (14/11) kemarin di Pengadilan Negeri Blitar.
Dalam kesaksianya, saksi Suprianto (pembantu penyidik) mengatakan bahwa terdakwa sebelum dan sampai penandatanganan Berita Acara Penyelidikan (BAP) selalu didampingi seorang pengacara sebagai Penasihat Hukumnya. Yang mana (PH) tersebut telah disiapkan oleh pihak kepolisian, karena terdakwa dirasa tidak mampu/miskin.
Namun kesaksian itu di tolak keras oleh terdakwa saudara David Hermawan alias Kasisi di dalam persidangan, bahwa dirinya tidak sama sekali di dampingi oleh seorang pengacara sebagai Penasihat Hukumnya.
Hal ini, menurut Suhadi, SH. M. Hum yang saat ini menjadi Penasihat Hukum terdakwa David jelas menyalahi aturan, bahwa didalam pasal 56 ayat (1) KUHAP, kata “wajib” sangat jelas dan tegas memiliki makna imperatif (red, memerintah).

Foto : Suhadi, SH. M. Hum selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa David Hermawan alias Kasisi
” Perlu diingat..!!! pemeriksaan penyidikan yang tersangkanya tidak didampingi Penasihat Hukum sesuai dengan kerangka Pasal 114 Jo. Pasal 56 ayat (1) KUHAP, maka hasil pemeriksaan penyidikan tersebut adalah tidak sah atau batal demi hukum, karena bertentangan dengan hukum acara ” jelas Suhadi.
Tambahnya, berdasarkan Pasal 54 KUHAP tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pasal ini menentukan hak setiap orang untuk mendapatkan bantuan hukum apakah orang itu mampu maupun tidak mampu secara ekonomis. Dimana bantuan hukum itu nantinya diharapkan dapat mencegah perlakuan tidak adil dan tidak manusiawi atas tersangka atau terdakwa yang tergolong miskin atau yang biasa disebut due process of law (red, proses hukum yang adil).
Sementara itu, tentang sangkalan yang diutarakan oleh terdakwa di dalam persidangan dan tanggapan Penasihat Hukum David, ditanggapi dingin oleh lptu Suprianto selaku saksi verbalisan.

Foto : Iptu Suprianto selaku saksi verbalisan saat diwawancari beberapa media usai sidang.
” itu merupakan hak mereka (red, tersangka dan PH) dan apa yang kami lakukan sudah sesuai prosedur, ” kata Suprianto usai persidangan.
Dilemanya, keterangan penyidik di dalam kesaksian persidangan, masih menurut Suhadi, ” tidak ada kebiasaan seorang penyidik mengaku atau merasa bersalah dalam rangkaian proses penyidikan, pasti akan bilang itu sudah sesuai prosedural dan seterusnya, ” keluhnya.
Disisi lain, seorang penyidik harus mengerti tugas dan fungsinya. Dalam serangkaian mengumpulkan bukti – bukti kemudian membuat terang suatu peristiwa, lalu penyidik menentukan tersangkanya, harus jelas dan lengkap.
” Didalam kesaksian tadi, penyidik justru malah membuat tidak terang dan menjadi remang – remang. Ada serangkaian fakta hukum yang dominan dihilangkan. Dan inilah upaya kami untuk membuat yang sebenarnya, ” tandasnya.
Perlu di ketahui, aparat penegak hukum seperti, polisi, jaksa dan hakim bahkan penasehat hukum tidak boleh menjadi saksi di dalam kasus yang sedang di tanganinya. Hal ini apabila di langgar hakim wajib mengabaikan kesaksian dari saksi, dan ini tentunya akan batal proses hukumnya. Seperti halnya merujuk yurisprodensi putusan Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi nomer 1531 K/Pidsus/2010 pada Pengadialan Negeri Sambas, Hakim Agung menolak keterangan dari saksi yang sedang menangani tersangka/terdakwa dan hakim menyatakan bebas, ” tutup Suhadi.