Oleh : Nanda Priyatna (Mahasiswa PTN di Yogyakarta)

Deliknews.com – Dari tahun lalu aksi 212 selalu diwarnai perdebatan di tanah air. Berbagai pihak seringkali mengulik sisi buruk maupun sisi positif imbas dari gerakan ini. Jika ia merupakan kubu pro, maka mereka akan menunjukkan yang manis – manis saja. Jika ia datang dari kelompok kontra maka mereka akan mengulik sejumlah imbasnya yang kurang baik.

Faktanya, dari tahun ke tahun acara ini digelar selalu saja menyisakan imbas yang sama, yaitu rusaknya sejumlah fasilitas yang ada di sekitaran lokasi demo. Seperti tanaman yang tumbuh cantik di taman, pagar – pagar taman dan masih banyak fasilitas lain yang kemudian mengalami penurunan fungsi akibat kerusakan yang disebabkan oleh aksi 212 ini.

Seperti yang sudah disinggung oleh pemberitaan – pemberitaan sebelumnya, bahwa aksi ini selain kental dengan anarkisnya karena sampai membakar kendaraan, juga terkenal dengan imbas terhadap lingkungan yang kurang baik. Pernah ditulis juga beberapa sebab yang ditimbulkan oleh aksi ini, antara lain kerusakan sejumlah taman, baik fasilitasnya maupun tanamannya, kerusakan fasilitas umum seperti wc umum, keran tempat wudhu dan sebagainya
Pernah disinggung juga, aksi ini mengakibatkan polusi udara yang ditimbulkan oleh adanya aksi bakar kendaraan.

Masyarakat Jakarta yang setiap harinya harus tutup hidung agar tidak tercemar asap kendaraan bermotor, corong – corong pabrik, kala itu harus ditambah sesak dengan adanya asap hitam yang mengepul akibat dibakarnya sebuah kendaraan pada aksi demo tersebut.
Selain imbas – imbas di atas, ada fakta lain yang lebih merugikan warga sekitar area demo, yaitu sebuah kemacetan panjang.

Kemacetan panjang disinyalir terjadi karena sepanjang jalan menuju Monas sampai ke Bundaran HI dipadati anggota demo yang juga berorasi tanpa etika. Mereka tidak memikirkan orang lain yang hendak melakukan perjalanan ke tempat kerja ataupun ke tempat yang menjadi kepentingan mereka. Dengan adanya demo aksi 212 ini, aktivitas mereka terpangkas berjam – jam karena ramainya jalanan pada waktu itu.
Warga juga banyak yang mengeluhkan suasana pasca aksi 212 ini digelar.

Selain berbuntut kemacetan panjang, sekitaran area demo terlihat seperti lautan sampah. Ya, sampah ini dihasilkan dari bungkus – bungkus camilan dan soft drink yang menemani para anggota demo. Sebab, para pendemo ini cenderung sembarangan dalam membuang sampah. Lalu, apa yang dibanggakan dari aksi ini jika kita mengingat banyak sekali imbas yang kurang positif terjadi?

Di atas sudah diuraikan beberapa imbas negatif yang tercipta akibat adanya aksi 212 ini. Seharusnya alumni 212 berbenah diri agar tidak melakukan atau mengulangnya kembali di demo – demo berikutnya. Namun, imbas ini terus berulang dan menyisakan hal yang sama. Hal yang seperti apa? Yaitu hal negatif seperti kerusuhan den kerusakan berbagai fasilitas yang ada di sekitaran area demo digelar.

Hal ini terbukti saat reuni akbar ini usai digelar, Monas kembali terlihat seperti lautan sampah. Bekas – bekas botol minuman, sampah nasi bungkus sisa, bekas bungkus snack dan permen bahkan bungkus – bungkus lain yang sangat mengganggu pemandangan mata. Padahal kondisi seperti itu sudah sempat menuai kritikan dari berbagai kalangan. Lantas, mengapa mereka tidak mengindahkan dan memperbaiki kritik tersebut?

Mereka tidak mempedulikan kondisi sekitar sebab mereka terlalu asyik dengan kalimat – kalimat orasi yang diserukannya. Mereka terlalu serius menggembor – gemborkan pilihannya. Pilihan apa? Pilihan akan politiknya. Sebab, reuni kemarin ini kental dengan nuansa politik. Itulah mengapa menjadikan mereka lupa akan etika – etika yang harus dijaga saat berdemo.

Pada intinya, reuni ini masih meninggalkan bekas yang sama seperti aksi yang lalu. Dahulu, membuat sejumlah kerusuhan dan kerusakan, sekarang pun masih. Dahulu meninggalkan tumpukan sampah, sekarangpun masih. Yang beda adalah, dahulu mereka menyerukan umat Islam agar melakukan aksi bela Islam, kalau sekarang mereka menyerukan anggotanya untuk membela Capres Prabowo di Pilpres 2019. Itu mengapa kalimat – kalimat #2019gantipreiden berkumandang riuh di acara reuni 212 lalu.

Selama tiga kali aksi ini digelar, masyarakat menilai masih menyisakan hal – hal negatif bagi lingkungan. Membelok dari semua hal yang merugikan masyarakat dengan fenomena sampahnya. Acara ini juga sudah sukses ditunggangi politik praktis. Itu mengapa nilai – nilai positif yang dibangun sebagai citra alumni 212 kemudian luntur saat tahu masyarakat tahu adanya unsur politik ini.

Masyarakat juga menilai, adanya tujuan politik di aksi ini yang membuat perpecahan dan beda pendapat yang berimbas buruk pula di kalangan masyarakat. Akhirnya mereka saling benci, saling mengunggulkan idolanya dan saling memberi pembelaan terhadap diri sendiri.