Oleh : Muhammad Husni (Mahasiswa FISIP Universitas Mulawarman)
Deliknews.com – Berdasarkan hasil pemikiran yang dilahirkan oleh para pemikir Frankfurt School yang notabene berasal dari kalangan Marxisme, mengungkapkan teori menarik bahwa dunia politik adalah panggung transaksional antara kepentingan ekonomi (bisnis) dan politik (kekuasaan).
Bahwa puncak kesuksesan politik adalah mampu meraih kekuasaan dan mampu meraup pundi-pundi ekonomi yang dapat menyejahterakan para politikus dan kelompoknya.
Sedangkan teori ekonomi politik kekuasaan berparadigma kritis menyatakan bahwa puncak kekuasaan bukan untuk meraih kekuasaan dan mengakses sumber-sumber kemakmuran, melainkan untuk memperjuangkan kepentingan bersama (publik). Teori terakhir ini kebanyakan hanya dijadikan bahan retorika, sedangkan praktiknya masih jauh dari harapan. Logika politik transaksional, sadar atau tidak sadar, telah ikut memengaruhi jalannya kehidupan politik di Tanah Air.
Dalam pesta demokrasi menghadapi Pilpres 2019, berbagai informasi mengenai politik transaksional ditujukan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandiaga. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Andi Arief, mengatakan beberapa waktu lalu bahwa ada politik transaksional antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno dalam pemilihan calon wakil presiden.
Sandiaga Uno telah mengakui memberikan dana sebagai mahar kepada PAN dan PKS masing-masing sebesar Rp.500 miliar yang akan digunakan untuk pembiayaan kampanye. Namun, apabila dana tersebut diberikan untuk kampanye, mengapa hanya ditujukan kepada PAN dan PKS saja?
Hal tersebut telah mengindikasikan bahwa ada praktek politik transaksional. Untuk itu, Pihak KPK dan aparatur penyelenggara Pemilu harus tegas dan melakukan pemeriksaan terhadap aliran dana tersebut untuk mengusut apakah terjadi pelanggaran. Karena pemberian mahar politik tidak jelas merupakan pelanggaran atas aturan penyelenggaraan Pemilu. Apalagi, Partai Gerindra beberapa kali terjerat kasus mahar politik saat Pilkada lalu.
Seperti diketahui, juga Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief mengungkap bahwa Sandiaga telah membagikan mahar ke PKS dan PAN masing-masing sebesar Rp 500 miliar sehingga totalnya menjadi Rp 1 triliun. Saat itu, PAN membantah telah menerima uang dari Sandiaga. Mahar tersebut menurut Andi diduga sebagai pelicin agar Sandi bisa menjadi cawapres dari Prabowo Subianto.
Sementara itu, kinerja saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) cenderung menguat setelah Sandiaga Salahuddin Uno maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 8 Agustus 2018 berada di level Rp 3.680 pada penutupan perdagangan, Rabu (8/8/2018). Pada hari selanjutnya, Kamis (9/8) berada di level Rp 3.710 dan pada akhir pekan (Jumat, 10/8) harga saham SRTG di level Rp3.790. Sandiaga merupakan salah satu pendiri dari Grup Saratoga.
Berdasarkan laporan kepemilikan saham PT Saratoga Investama Sedaya Tbk yang dipublikasi di Bursa Efek Indonesia, dia memiliki 754.115.429 lembar saham atau setara 27,797 persen dari saham beredar. Pendaftaranan tersebut merupakan salah satu langkah politik ekonomi Sandiaga Uno untuk memperkuat saham yang dimilikinya dengan menggunakan label cawapres.
Dengan kata lain, kita semua dapat melihat bahwa Sandiaga Uno saat ini telah menjalankan politik secara transaksional dengan memandang uang sebagai segalanya. Sehingga menyebabkan para politikus berpikir praktis dan menyederhanakan segala tujuan demi memenuhi ambisi untuk berkuasa.
Politik transaksional memang bisa memuluskan ambisi para politikus menduduki berbagai jabatan yang mereka inginkan. Akan tetapi itu bisa mengakibatkan buruknya kualitas moral para politikus itu sendiri, sebab mereka berpikir bahwa dengan bermodalkan uang yang cukup besar bisa memuluskan karier politik mereka.
Tinggalkan Balasan