delikStory – Tentara Nasional Indonesia (TNI) punya adat tersendiri sebelum melakukan pernikahan. Ya, calon istri harus melakukan uji tes keperawanan.
“Saya diwajibkan ikut tes keperawanan karena katanya itu sudah menjadi adat di lembaga itu. Katanya tes itu untuk menjaga moral perempuan,” katanya yang tidak mau namanya dipublikasikan, khawatir ini akan mempengaruhi karier militer suaminya.
“Mengetahui perawan atau tidak perawan, kata mereka, adalah cara halus mencegah istri gila seks jika ditinggal suami bertugas,” tuturnya.
Kantor catatan sipil mensyaratkan surat izin pernikahan dari komandan kesatuan bagi setiap polisi dan tentara.
Sementara itu, kata perempuan tersebut, atasan calon suaminya baru mau menerbitkan izin jika ia bersedia menjalani tes keperawanan.
Perempuan itu menuturkan, tes keperawanan yang harus ditempuhnya digelar di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Awal 2017, ia bersama sejumlah perempuan lain yang hendak menikah dengan tentara menjalani tes kesehatan.
Namun ia menolak menjalani tes keperawanan usai melewati uji jantung, paru-paru, dan organ vital lain. Berasal dari keluarga militer, perempuan ini tak perlu menjalani tes virginitas.
Sebagai gantinya, ia harus mengisi selembar formulir yang menyatakan dirinya masih atau tidak lagi perawan.
“Saya keberatan dengan formulir itu. Kalau bilang sudah pernah berhubungan badan, pasti akan ditanyai dengan siapa.”
“Formulir itu akan diberikan ke atasan calon suami sehingga dia tahu siapa saja yang masuk ke persatuan istri-istri tentara, yang masih dan sudah tidak perawan,” ujarnya.
Di TNI, setiap istri tentara bergabung dalam perkumpulan yang sesuai dengan institusi suaminya. Perkumpulan istri perwira Angkatan Laut adalah Jalasenastri, sementara Angkatan Darat bernama Persit Kartika Chandra Kirana dan Angkatan Udara bernama PIA Ardhya Garini.
HRW menyebut tes keperawanan yang disebut ‘kejam dan mendiskriminasi perempuan’ itu diduga masih langgeng di Polri dan TNI setelah perihal itu memantik pro dan kontra tahun 2014.
“Tidak ada kemauan politik untuk melindungi hak-hak perempuan Indonesia,” kata Nisha Varia dari Human Rights Watch dalam keterangan tertulis.
Nisha Varia menuturkan, tes keperawanan di kepolisian dan tentara dilakukan dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam vagina untuk mengetahui keutuhan selaput dara.
Metode tersebut, menurut Nisha, tidak memiliki basis argumen ilmiah yang sahih. “Perempuan-perempuan menyebut tes itu menyakitkan, memalukan, dan traumatis,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan