Gegap gempita pemilihan kepala desa sudah mulai terasa pada pilkades serentak yang diperkirakan akan dilaksanakan diakhir tahun ini atau di awal tahun 2020 mendatang. Sederet nama-nama calon kepala desa di Kabupaten Gayo Lues menawarkan diri untuk masa depan desa yang lebih baik.
Kita memang tidak bisa menutup mata, desa-desa membutuhkan orang-orang yang mempunyai SDM yang mumpuni dan peduli terhadap kepentingan masyarakat dan masa depan desa, bukan kepentingan pribadi saja.
Sebelum pelaksanaan pilkades, desa-desa di Kabupaten Gayo Lues saat ini sedang menyelenggarakan pemilihan BPK/Tuha Peut/Urang Tue sebagai mitra pengulu atau keucik yang terpilih nantinya.
Kepanitiaan pemilihan urang tue sebagaimana kita ketahui dibentuk oleh keucik yang masih aktif, saat ini. Menurut amatan, panitia di desa-desa kurang selektif dalam melakukan penjaringan anggota urang tue dengan mengabaikan syarat menjadi urang tue, sebagaimana diamanatkan UU no 6/2014 tentang Desa, PP no 43/2014 tentang aturan pelaksanaan UU desa, dan Qanun no 5 /2003 tentang pemerintahan gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada pasal 57 huruf d UU 6/2014 dan pasal 32 Qanun 5/2003 mensyaratkan calon BPK/Urang Tue harus berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat.
Jadi, pada bunyi pasal tersebut, ada kata paling rendah, itu artinya menjadi anggota urang tue tidak cukup memiliki ijazah SD, konon lagi tidak pernah sekolah. Saya pikir hal ini sangat penting karna ini menyangkut SDM urang tue itu sendiri yang notabenenya suaranya legalitas atas nama masyrakat desa dan akan menjadi mitra kerja pengulu/keucik, nantinya.
Kita mempunyai pengalaman yang buruk, belakangan ini terjadi hampir di seluruh desa di Kabupaten Gayo Lues, dimana urang tue tidak mengetahui tugas dan fungsinya secara keseluruhan sehingga tidak adanya keseimbangan dalam pemerintahan desa, kita tahu urang tue bukan hanya bertugas sebagai “musidik sasat” saja, akan tetapi lebih dari itu menyangkut perannya dalam perencanaan pengelolaan dan pengawasan dana desa sehingga diharapkan dana desa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat.
Berbicara masalah BPK atau urang tue memang terlihat kecil dan sepele akan tetapi sangat berdampak pada keberhasilan pengelolaan Anggaran Dana Desa.
Oleh sebab itu kami harapkankan kepada Bapak Bupati Gayo Lues untuk serius terhadap permasalahan SDM kepala desa dan anggota urang tue. Dan apabila tentang SDM atau syarat menjadi keucik dan urang tue diabaikan bisa berakibat fatal, karna SK pelantikan dan pengangkatan keucik dan urang tue merupakan kewenangan bupati yang berpotensi di PTUN-kan akibat dinilai cacat hukum karna mengabaikan perintah UU.
Saya ingin mengutip statmen dari salah seorang profesor anak negeri ini yakni Prof. Dr. Abubakar Karim ” kalau sesuatu itu dimulai (prosesnya) dengan hal yang benar belum tentu menghasilkan yang benar, apaligi sesuatu itu dimulai dengan yang salah sudah dipastikan akan menghasilkan sesuatu yang salah pula”.
Penulis: M.Ali, SH, Alumni Fakultas Hukum, Unsyiah, Banda Aceh.