Pasaman, – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pasaman sepakat mengajukan Judicial Review kepada Mahkamah Konsitusi (MK) terkait UU Pilkada tahun 2020 mendatang.
Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu Pasaman Rini Juita didampingi Sekretaris Bawaslu Refki Mukhliza, SH., MH. saat melaksanakan sosialisasi rapat Evaluasi Fasilitasi, Publikasi dan Dokumentasi Pemilu April 2019 lalu di aula Flom Mitra Lubuk Sikaping, Kamis (29/8).
“Sengaja kita gelar evaluasi ini, biar nampak dimana sisi kelebihan dan kekurangan kita sebagai pengawas prosesnya Pemilu. Nantinya, jika ada celah-celah kekurangan, inilah yang kita perbaiki dalam Pilkada 2020 mendatang. Biar proses Pilkada tambah mantap,” kata Rini Juita.
Dilanjutkan Rini, secara umum, proses Pemilu April lalu berjalan aman dan lancar. Hanya saja, Bawaslu mencatat, ada 28 point dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada yang harus diubah dan disesuaikan.
“Hadapi Pilkada 2020 nanti, perlu UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada direvisi. Sebab dengan menjalankan UU itu, fungsi kewenangan lembaga pengawas Pemilu terancam kurang optimal dalam menjalankan tugas di Pilkada 2020,” tegas Rini.
Bawaslu Pasaman ingin kewenangannya tetap sama seperti saat Pemilu 2019 yang mengacu UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, namun jika Pilkada 2020 mengacu ke UU No 10 Tahun 2016, kewenangannya berubah.
Rini menyebut ada beberapa kelemahan terkait tugas Bawaslu yang diatur dalam UU Pilkada. Kelemahan itu antara lain di UU itu disebutkan kewenangan Bawaslu hanya sebatas memberikan rekomendasi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait adanya kasus pelanggaran administrasi yang dilakukan peserta Pemilu.
Jika mengacu ke UU Pemilu, kewenangan Bawaslu mampu menggelar sidang pelanggaran administrasi yang dilakukan peserta Pemilu.
Selain itu dalam UU Pilkada jangka waktu yang diberikan Bawaslu dalam menangani atau memproses dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan peserta juga terbatas, hanya lima hari atau lebih pendek dari UU Pemilu yang mencapai 14 hari kerja.
“Kelemahan-kelemahan ini yang harus direvisi. Kewenangan Bawaslu akan alami kemunduran dan tidak maksimal. Sedangkan proses pembuktian adanya pelanggaran jadi tidak mudah karena waktunya sangat pendek,” jelas Rini.
Rini menegaskan, secara umum yang menggelar Pilkada 2020 tidak sepakat jika UU Pilkada diterapkan. Maka dari itu ada beberapa Bawaslu daerah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
“Bawaslu Sumatra Barat sudah mengajukan judicial review ke MK. Ada 28 item yang diajukan. Kami minta ini kita gawangi bersama-sama, biar proses Pilkada 2020 nanti berjalan lancar,” ajak Ketua Bawaslu Pasaman.
(Darlin)