Jakarta – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, rupanya sedang melakukan manuver dengan sejumlah Politisi Partai Gerindra.

Ya, lantaran tidak setuju wacana Menteri Edhy Prabowo soal ekspor benur Lobster, Susi melakukan sosial media manuver lewat akun twitter resminya @susipudjiastuti.

Susi, terus mengajak netizen untuk menentang wacana ekspor baby lobster. “Kita tetap harus jaga plasma nutfah bibit lobster di alam untk menjaga keberlanjutannya” Kata Susi dalam akun twitternya, Sabtu (21/12).

Tak hanya menciut, Susi juga melempar berita dari media mainstream mengenai larangan ekspor bibit lobster “Terimakasih Pak Airlangga : Menko Airlangga Tolak Kebijakan Ekspor Benih” Kutip Susi, dari media.

Pernyataan Susi di Sosial media dan dikutip banyak pemberitaan itu, mengundang reaksi Bambang Haryo Soekartono. Anggota DPR-RI periode 2014-2019 itu menyebutkan kebijakan keliru dari mantan menteri Susi adalah pelarangan penangkapan benur lobster melalui Permen KP No. 56 Tahun 2016.

“Larangan penangkapan benur lobster ini mengakibatkan ribuan nelayan kehilangan mata pencarian dan negara kehilangan potensi ekonomi, termasuk dari ekspor, hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun,” ungkapnya, Jumat (20/12).

Pelarangan itu, tutur Bambang Haryo, justru memicu penyelundupkan benur lobster sehingga merugikan negara. Di sisi lain, nelayan kehilangan mata pencarian dari penangkapan benur dan budidaya lobster.

Dia mengatakan Indonesia merupakan sumber lobster terbesar di dunia meskipun biota laut bernilai tinggi ini sebenarnya endemik dari Pulau Christmas, Australia.
Potensi benur lobster Indonesia diperkirakan mencapai 2-3 miliar per tahun, bahkan di Lombok Tengah saja potensinya mencapai 300 juta ekor per tahun.

Data KKP mengungkapkan, terdapat 20 lokasi potensial sumber lobster di seluruh Indonesia. “Begitu melimpah benur lobster, nelayan kita bisa memanen selama 10 bulan sepanjang tahun,” papar Bambang Haryo.

Sebagai perbandingan, potensi benur lobster di Vietnam hanya sekitar 2-3 juta ekor per tahun dan nelayan hanya bisa memanen 1-2 bulan saja. Anehnya sejak pelarangan, ekspor lobster Vietnam justru melonjak padahal negara itu sangat bergantung dari impor benur dari Indonesia (lihat tabel).

“Potensi ekonomi benur lobster di Indonesia mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun apabila per ekornya dihargai sekitar Rp50 ribu. Kalau benur ini dibudidayakan hingga ukuran 500 gram harganya bisa mencapai Rp500 ribu sehingga potensi ekonominya jauh lebih besar lagi,” jelas Bambang Haryo.

Dia mengatakan, benur lobster justru harus segera ditangkap oleh nelayan sebab jika tidak akan habis dimakan oleh predatornya, seperti ikan kakap, kerapu, dan ikan karang. Berdasarkan penelitian Prof Dr Clive Jones, peluang hidup benur lobster hanya 0,01% atau hanya 1 dari 10.000 lobster yang mampu bertahan hidup di alam liar.

Ironisnya, menteri Susi melarang benur lobster dan membolehkan penangkapan lobster ukuran besar, padahal lobster seukuran itu merupakan potensi indukan dan pejantan. “Lobster ukuran itu sudah mampu menyesuaikan diri dengan habitat di perairan Indonesia, seharusnya tidak ditangkap agar bisa berkembang biak secara alami,” ujarnya

Mendapat komentar dari Bambang Haryo, Susi tak tinggal diam. Lagi-lagi Susi menciutkan Twitter “Kata Nelayan Pacitan Wacana Ekspor Baby Lobster” Berita yang di kutip dari detikcom itu menyebutkan bahwa Nelayan Pacitan menolak rencana pembukaan keran export benih Lobster.

Susi juga melakukan retwet akun twitter @Dandiherdiana yang menyebutkan Nelayan Pangandaran tidak mengambil lobster di bawah 2 ons/ 200gr..dan memilih untuk melepasnya kembali, padahal mereka mengambil lobster dengan mempertaruhkan nyawa (kalau nelayan yg tak peduli pasti semua lobster diambil semua).

Sementara itu, Susi Pudjiastuti saat dimintai tanggapannya mengenai statetment Bambang Haryo, Susi Pudjiastuti memilih diam, dan tidak memberikan jawaban apapun.