Oleh : Abner Wanggai

Organisasi Papua Merdeka (OPM) memang tak henti-hentinya menyuarakan referendum dengan tindakan inkonstitusional, bahkan mereka juga berani menyerang TNI/Polri hingga warga sipil yang tidak sejalan dengannya. Kekejaman mereka juga telah memberikan ketidaknyamanan bagi masyarakat Papua yang menginginkan agar Bumi Cenderawasih tetap menjadi bagian dari NKRI.

Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) atau KKB di Papua telah merayakan hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1 Desember 2019.

Beruntungnya, dalam perhelatan tersebut tidak ada insiden berarti saat perayaan beberapa hari lalu tersebut.
Kendati demikian rakyat Indonesia masih teringat jelas kekejaman OPM dan masyarakat berharap agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Salah satu korban yang selamat pada peristiwa pembantaian oleh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) atau KKB di Nduga, Papua pada 2 Desember 2018 silam masih mengingat peristiwa duka mendalam bagi rakyat Indonesia.

Dalam pembantaian tersebut, tercatat sebanyak 17 orang pegawai PT Istaka Karya dipastikan meninggal dunia. 1 anggota TNI gugur dan ada 4 orang masih dalam pencarian.

Selain itu ada juga 4 korban yang sempat nyaris terbunuh tetapi berhasil melarikan diri dan selamat dari pembantaian tersebut.
Salah satu korban yang selamat adalah Jimmy Rajaguguk, dirinya menceritakan, sore itu para pekerja sedang beristirahat sambil bermain kartu domino.

Secara tiba – tiba, terdengar suara orang mendobrak pintu kantor dan kamp para pekerja. Setelah dicari sumber suara tersebut, ternyata di luar sudah terdapat anggota KKSB yang datang dengan membawa senjata api dan senjata tajam.

Saat itu para pekerja juga sempat menolak membukakan pintu dan sempat mencoba untu melawan. Namun kelompok separatis tersebut jumlahnya terlalu banyak dan mereka mulai mendobrak pintu kamp hingga pintu kamar.
Jimmy mengatakan, ia dan para korban dikumpulkan dan dipaksa untuk berbaris.

Kelompok Separatis tersebut juga meminta para korban untuk membuka baju dan merampas benda seperti telepon, dompet dan uang.
Saat itu sebanyak 24 pegawai PT Istaka Karya dan 1 Pegawai PUPR pun menyerah karena mustahil melawan Kelompok separatis tersebut.
Setelah barang dikumpulkan, para anggota OPM tersebut lantas berteriak dan menanyakan pimpinan mereka yang bernama Jonny Arung.

Setelah itu, para korban diminta untuk berbaris dalam keadaan tanpa busana. OPM lantas meminta para korban untuk menuju Puncak Kabo dan selalu dtodong senjata api.
Pada moment tersebut, ada pendeta dan 2 masyarakat yang meminta agar semua korban dibebaskan.

Namun pihak OPM enggan melepaskan para korban dan meminta pada pendeta agar menunggu kedatangan Bos, Jika Bos sudah datang maka para korban tidak dilepaskan, dan pendeta tersebut lalu pergi meninggalkannya.

Setelah 2 jam menunggu, ikatan tali pada korban pun dilepaskan dan mereka disekap di dalam sebuah bangunan kamp di Karunggame.
Semalaman, korban disekap tanpa baju dan kondisi cuaca di daerah tersebut sangatlah dingin, dimana suhunya bisa mencapai 0 derajat tiap malamnya.

Para korban pun dibangunkan keesokan harinya sekitar jam 6 pagi, Jimmy dan para korban yang lain juga dipaksa berjalan menuju puncak Kabo.

Sesampai di Puncak Kabo semua korban diikat dan do lokasi tersebut, semua teman-temannya di eksekusi mati.
Menurut Muhammad Aidi, selaku Kepala Penerangan Kodam VVII/Cenderawasih, mengatakan, ada sekitar 50 anggota kelompok separatis yang berada di lokasi pembantaian.

Kabarnya, mereka menari-nari dan meneriakkan suara hutan khas pedalaman Papua, lalu menembaki para korban secara sadis.
Sebagian besar korban langsung mati bersimbah darah, sedangkan sebagian lagi pura-pura mati terkapar di tanah.

Karena kasus ini, beberapa kontraktor merasa was – was dan tida nyaman karena khawatir dengan teror yang dilakukan oleh OPM.
Tindakan OPM memang jelas merupakan kejahatan kemanusiaan dan OPM tidak hanya organisasi penjual harapan palsu terkait kesejahteraan Papua, tetapi juga merupakan kelompok kriminal dan teror yang harus segera ditumpas oleh negara.

Kekejaman tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan, Kelompok Separatis hanya ingin mewujudkan angan semu dengan melancarkan aksi teror yang meresahkan masyarakat.

Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta