Oleh: Yudha Anggara (Blogger/Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta)

Ancaman terbesar bagi Negara Indonesia belakangan ini bersumber dari dalam negeri sendiri, khususnya tindak terorisme dan radikalisme. Persoalan terorisme dan radikalisme tidak hanya dihadapi oleh Indonesia saja, namun seluruh negara di dunia. Aksi terorisme dan penyebaran paham radikal di Indonesia sendiri terus berkembang dengan berbagai macam bentuk.

Radikalisme tidak hanya sebatas paham yang menghasilkan jumlah anteknya saja secara kuantitatif, namun membuat orang-orang yang terpapar menjadi fanatik akan perubahan yang mereka rencanakan. Apalagi jika orang-orang terpapar ini membentuk suatu kelompok yang aktif.

Penyebarannya pun sekarang telah merambah ke media sosial. Dapat dikatakan bahwa radikalisme telah berevolusi mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Penyesuaian mereka pun terkadang tidak kita sadari secara langsung, butuh pengamatan lebih cermat. Tanpa kita sadari, bisa jadi kita telah terpapar dari paham berbahaya ini.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki keragaman agama, suku, dan budaya menjadi ciri khas kehidupan bangsa dan negara. Pancasila yang awal mulanya sebagai ideologi bangsa telah teruji kefektifannya dalam menyatukan perbedaan-perbedaan di Nusantara. Namun dikarenakan paham radikal yang menyebar di masyarakat, perbedaan harmonis bisa mereka jadikan sebuah permasalahan dan unsur fanatisme mungkin saja muncul diantara perbedaan itu.

Kerukunan antar warga yang selama ini kita jalin, berubah menjadi perselisihan yang tak terkendali. Beberapa kelompok fanatik yang dengan mudahnya tersulut provokasi, menimbulkan aksi-aksi yang berujung pada tindak kekerasan dan masyarakat merasa tak aman lagi dengan bangsa karena perbedaan yang ada.

Akibat dari paparan ideologi radikalisme ini, tak sedikit pula membuat banyak pemuda berubah. Radikalisme yang telah menyatu dengan masyarakat, perlahan mengancam keberagaman adat istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di negeri ini.

Penguatan Wawasan Kebangsaan

Sejenak mari kita mengingat kembali sejarah. Awal mula Negara ini dilahirkan. Terdapat empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila yang menjadi dasar dan pedoman Negara serta menjadi alat interaksi sosial antar Pemerintah dengan rakyat, UUD 1945 yang menjadi dasar UU, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika menjadi pemersatu dalam keberagaman budaya bangsa Indonesia.

Namun jika diingat kembali, empat pilar tersebut adalah pilar-pilar yang berdiri sejak awal kelahiran Negara. Semakin berubah zaman, tiang yang kokoh itu akan mudah diguncang dan goyah oleh perkembangan yang ada.

Kemudian kembali lagi ke masa lalu, dua dekade sudah berlalu kita hidup di era reformasi. Pada awal reformasi, P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dihapuskan, secara otomatis hal-hal yang berkaitan dengan Pancasila mulai menghilang. Salah satu dari empat tiang telah goyah.

Pada masa itu paham radikalisme telah merebak dan mencemari masyarakat khususnya pemuda-pemuda Indonesia. Sejenak, pada masa itu bangsa dan Negara kehilangan tiang pendirinya. Kehabisan akal pula, karena pemuda yang dianggap dapat menjadi agen perubahan, malah melakukan perubahan diluar dugaan. Radikalisme yang tumbuh telah mengubah banyak bangsa ini.

Beralih ke era sekarang, zaman teknologi dan Negara yang berusaha mengembalikan kekuatan persatuan serta memperkuat pilar kebangsaan. Jika disangkut pautkan dengan tragedi awal reformasi, saat pemuda dengan mudahnya dicemari oleh paham radikal akibat kurangnya wawasan kebangsaan dan cinta tanah air.

Jangan sampai generasi penerus bangsa, tidak mengetahui tentang adat istiadat serta budaya negara. Nilai-nilai yang telah hidup bersama dengan budaya dan masyarakat selama ini, hilang begitu saja akibat kurangnya wawasan dan pengetahuan. Generasi milenial tak boleh melupakan sejarah. Sejarah kelam sekalipun, agar dapat bercermin dan terus bergerak demi perubahan yang lebih baik. Indonesia telah melewati serangkaian sejarah yang cukup panjang dan tidak mudah untuk bisa menjadi negara seperti saat ini.

Oleh sebab itu diperlukan penguatan wawasan kebangsaan maupun nilai-nilai teladan demi menjaga keutuhan negara. Pemerintah yang menjadi alat deteksi awal harus memiliki strategi khusus secara nasional dan tentunya melibatkan berbagai elemen, khususnya milenial.

Demi menangkal ancaman radikal dan mencegah aksi terorisme, kita perlu menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan dan bernegara serta memperluas wawasan kebangsaan untuk menjadi tameng pelindung terhadap kelompok-kelompok yang mengancam negara, baik ancaman dari luar maupun dalam negeri.