Kupang – Pengamat politik Provinsi Nusa Tenggara Timur, Dr. Ahmad Atang mengatakan bahwa kita hari ini sedang melakukan poligami ideologi. Sementara di NTT Sedang Membangun Politik Akomodatif.
Ideologi adalah soal pilihan. Suka tidak suka, kita sedang melakukan poligami ideologi. Mengapa demikian karena di satu sisi kita memperkuat ideologi Pancasila dan di satu sisi kita juga mengadopsi ideologi lain yang masuk dalam kehidupan demokrasi kita.
Pantauan deliknews di acara Virtual Public Discussion oleh Garda Pemuda NKRI bertempat di Hotel New Aston, Kamis (18/06) malam yang bertema “Membangun Nasionalisme dalam Kerangka NKRI” yang diikuti sekitar 300-an peserta yang aktif pada diskusi tersebut.
Ada 3 Narasumber yang dimoderatori oleh Dr. Laurensius P. Sayrani, S.Sos., MPA yakni Prof. Dr. Aloysius Liliweri, MS, Dr. Ahmad Atang, dan Pdt. Thomas Ateta, M. Th
Dr. Ahmad Atang yang memantik diskusi tersebut, sesuai topik yang disodorkan pihak pelaksana adalah Kebangkitan Politik Identitas.
Indonesia memiliki kekayaan identitas. Maka tumbuhlah kesadaran etik yang kita sebut dengan Bhinneka Tunggal Ika yang sebagai kekuatan mempersatukan kohesi anak bangsa melalui falsafah bangsa kita yakni Pancasila.
Nampak jelas politik identitas mengakar pada peristiwa Pilkada DKI Jakarta serta Pemilu 2019 dengan dua kekuatan besar yakni politik sara dan politik hoax.
Jika kita bicara politik identitas maka saya membagi menjadi 3 pokok bahasan yaitu Politik Perbedaan, Politik Ketegasan dan Politik Kebangkitan.
Di Nusa Tenggara Timur, kita tidak sedang membangun politik identitas melainkan kita sedang membangun politik akomodatif. Karena memang NTT dibangun atas aliansi tradisional budaya masyarakat.
Untuk membendung Kebangkitan Politik Identitas, maka negara harus hadir menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Hal ini, Politik Identitas akan dapat dieliminir dalam kehidupan politik dan demokrasi kita. Juga kita harus menjadi warga negara yang pancasilais dan warga negara nasionalis, tutup Atang.(Ramadhan)
Tinggalkan Balasan