Oleh : Edi Jatmiko
Radikalisme hingga saat ini masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Semua pihak pun diimbau untuk meningkatkan sinergitas karena radikalisme merupakan masalah bersama yang perlu segera ditangani.
Radikalisme memang menjadi ancaman nyata yang tidak main-main, kelompok radikal ISIS misalnya, kelompok ini menjadi perhatian dunia dimana mereka mengatasnamakan Islam dalam melakukan aski teror. Padahal sudah jelas bahwa teror merupakan bentuk dari kejahatan, bukan ajaran agama.
ISIS-pun meyakini, bahwa untuk mencapai apa yang diinginkan diperbolehkan untuk menggunakan kekerasan. Mereka memperoleh pengikut yang menyebarkan teror ke seantero dunia, sekaligus merekrut simpatisan untuk terlibat dalam aksi brutal mereka.
Aksi kelompok radikal seperti ISIS juga berdampak pada kehidupan Muslim terutapa di Eropa. Dalam merespons ISIS, negara-negara barat seringkali mengeluarkan kebijakan yang pada akhirnya memberatkan komunitas Muslim disana.
Hal yang tak kalah berbahaya adalah video yang ISIS unggah di internet banyak ditonton masyarakat Eropa. Hal inilah yang membuat pandangan warga Eropa memandang bahwa Islam merupakan agama yang sarat akan kekerasan.
Sejak kejayaan hingga kejatuhan ISIS, terdapat sekitar 700 sampai 800-an WNI simpatisan ISIS di Suriah. Dari keseluruhan tersebut, baru sekitar 200 orang yang telah. dipulangkan ke Indonesia.
Sisanya, mereka tidak bisa pulang ke tanah air karena berbagai pertimbangan. Apalagi sempat tersiar kabar bahwa beberapa WNI disana telah menyobek pasportnya, itu artinya ia sudah tidak memiliki keinginan untuk kembali ke tanah air.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, kelompok radikal masih aktif melaksanakan aksinya melalui propaganda perekrutan, baik secara online ataupun offline selama masa pandemi covid-19.
Boy juga memastikan bahwa pihaknya akan terus memerangi gerak para teroris. BNPT akan tetap melakukan kontraradikalisme dan tetap melawan informasi yang bertentangan dengan nilau dasar falsafah Pancasila.
Boy menyebutkan bahwa dalam rentang waktu Januari hingga Juni 2020, tercatat sebanyak 84 orang dari jaringan teroris sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mayoritas dari mereka yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut rupanya telah merencanakan sejumlah aksi terorisme namun berhasil digagalkan.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI menghimbau agar umat bersatu untuk memberantas paham-paham radikal sehingga nantinya tidak menjadi kekuatan besar di Indonesia. Salah satu caranya yaitu dengan menjadikan konsep Islam moderat sebagai arus utama.
Bahkan, Ma’ruf berharap lebih jauh agar konsep tersebut juga berlaku di negara yang ada di seluruh dunia. Dengan demikian, radikalisme akan memudar secara global. Ulama dunia harus duduk bersama dalam merumuskan pendidikan Islam secara moderat di tingkat global.
Dirinya meyakini dengan langkah itu, maka tidak ada lagi paham-paham radikal yang berbau Islam. Karena pada akhirnya paham mereka tidak ada yang tertarik mengikutinya lagi dan pengaruh mereka-pun hilang.
Sementara itu, Konten radikalisme di internet sudah tak terhitung jumlahnya. Radikalisme agama yang diagung-agungkan justru dapat menimbulkan perpecahan diantara sesama umat beragama dengan keyakinan yang sama atau dengan kelompok agama lain.
Paham radikal dalam menjalankan dan menyebarkan pemahamannya cenderung menggunakan cara yang tidak sesuai dengan apa yang sudah dijadikan pedoman kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Radikalisme terus mencoba mencekoki generasi bangsa dengan apa yang mereka pahami sebagai pedoman hidup maupun solusi atas permasalahan bangsa.
Meski tidak semua penganut paham radikal memegang senjata, tetapi mereka memiliki segala cara dan strategi untuk menyebarkan ideologinya ke berbagai sektor. Jangan heran jika terdapat pegawai pemerintah baik PNS maupun ASN yang telah terpapar paham radikal.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menemukan sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) diduga terpapar paham radikalisme. Salah satu yang ditemukan bahkan diketahui jadi pegawai pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir, langsung berkoordinasi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI untuk menelusuri identitas PNS DKI untuk menelusuri identitas PNS DKI yang termaksud. Dirinya mengatakan, PNS dan ASN yang terbukti menganut paham radikalisme akan dipecat dari jabatannya. Sehingga, dirinya tak lagi menjabat sebagai pegawai pemerintah.
Radikalisme merupakan hal yang harus ditindaklanjuti, paham radikal sudah jelas tidak sejalan dengan nilai-nilai pancasila, sehingga kita wajib wasapada terhadap konten-konten yang bernuansa ujaran kebencian atau ajakan untuk menolak demokrasi.
Penulis adalah kontributor Pustaka Institute
Tinggalkan Balasan