Denpasar – Kejelasan siapa sebenarnya Nyoman Gede Alit, nama yang muncul disebut-sebut Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar dalam suatu kasus sertifikat ganda sebagai pemilik awal tanah dipegang Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali di Jalan Gadung menjadi misteri.
Begitu pun kebenaran warkah (data dan dokumen proses penerbitan sertifikat) dari sertifikat dimiliki BPD Bali atas tanah ini disinyalir buram. Belum dapat diketahui kepastian, apakah warkahnya benar ada atau fiktif.
Pasalnya, tidak ada satu pun pejabat Badan Pertanahan Negara (BPN) Denpasar yang dapat ditemui saat hendak dimintai klarifikasi awak media, Senin (5/10).
Petugas Satpam saat itu berjaga mengatakan baik Kasubag, Kasi maupun Kepala BPN Denpasar, semua tidak ada di tempat.
“Bapaknya (Ketut Semara Putra, Plh. Kasubag Tata Usaha BPN Denpasar) tidak ada, dia lagi ke Kanwil,” katanya. “Gak ada (yang dapat memberi penjelasan), Pak Kasi (Kasi Permasalahan) juga tidak ada, Pak Kepala (Kepala BPN Denpasar) juga gak ada,” imbuh Wayan saat ditanya siapa yang dapat memberikan keterangan.
Sikap pihak BPN Denpasar ini pun terkesan menghindar dan menutup informasi. Kecurigaan semakin kuat bahwa ada ‘bau tak sedap’ dalam kasus munculnya sertifikat ganda atas objek tanah letaknya tidak jauh dari kantor BPN Denpasar dan Polda Bali ini.
Padahal, warkah tanah bukanlah informasi bersifat rahasia dan dapat diakses publik. Sangat jelas disampaikan dalam Putusan Mahkamah Agung pada suatu kasus di Palangkaraya.
Dimana, Putusan Mahkamah Agung No 121 K/TUN/2017 pernah memutuskan “menolak kasasi yang diajukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN.”
Preseden ini meneguhkan prinsip bahwa dokumen Hak atas Tanah (vide Pasal 16 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), termasuk informasi tentang data dan dokumen proses penerbitan sertifikat, terbuka dan dapat diakses publik.
Begitu juga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Maka, BPN Denpasar sebagai lembaga penyelenggara negara, bertugas mencatat dan menerbitkan sertifikat kepemilikan hak atas tanah, seyogyanya dapat memberikan informasi dan penjelasan yang gamblang agar tetap dipercaya. Sebagai edukasi ke depan, agar tidak ada lagi kasus sama seperti kemunculan sertifikat ganda.
Perlu diketahui, kemunculan nama Nyoman Gede Alit sendiri sebelumnya disebutkan oleh I Ketut Semara Putra selaku Plh. Kasubag Tata Usaha BPN Denpasar.
Ia mengatakan Nyoman Gede Alit menjual tanah itu, dengan SHM No. 40 tahun 1966, kepada almarhum IB. Astika Manuaba sekitar tahun 1980-an. Lalu, dari almarhum IB. Astika Manuaba (disebut-sebut sebagai Dirut BPD Bali) beralih hak ke bank BPD. Namun saat itu, Ketut Semara Putra tidak dapat menjelaskan dari mana asal Nyoman Gede Alit, dengan alasan belum memeriksanya.
Tinggalkan Balasan