Oleh : Edi Jatmiko
Demo buruh untuk memprotes omnibus law dimanfaatkan oleh KAMI sebagai ajang aji mumpung. Mereka mendukung aksi itu, namun hanya sebagai topeng agar mendapat simpati buruh. Padahal kenyataannya, KAMI hanya memprioritaskan kepentingannya sendiri tanpa peduli dengan nasib buruh.
Gatot Nurmantyo sebagai presidum KAMI menyatakan bahwa ia dan organisasinya siap mendukung aksi buruh dalam pemogokan massal dan demo melawan omnibus law. Bahkan purnawirawan ini ikut-ikutan menilai buruk omnibus law, yang menurutnya kurang menguntungkan. Gatot ingin mencitrakan diri sebagai sosok yang mendukung rakyat kecil.
Padahal kita justru waspada dengan manuver KAMI yang satu ini. Mumpung ada aksi menentang pemerintah, maka organisasi ini ikut-ikutan dan seolah-olah membela buruh. Padahal dukungan yang diberikan itu palsu dan tak jelas bagaimana wujudnya. Apakah mereka benar-benar mau turun ke jalan berpanas-panasan sambil memprotes?
Apalagi KAMI terdiri dari orang-orang berusia lanjut (baca: di atas 40 tahun) sehingga ketahanan tubuhnya diragukan. Sepertinya sangat tidak mungkin mereka mau ikut berdemo. Lantas dukungan apa yang bisa diberi untuk buruh? Hanya kata-kata motivasi? Amatlah absurd dan tidak mengenyangkan.
Justru dukungan itu malah mengadu antara pemerintah dengan rakyat. KAMI merasa senang karena akhirnya ada demo lagi sehingga bisa dimanfaatkan untuk menumpang ketenaran. Dengan pernyataan dukungan, maka seolah-olah mereka pro buruh. Padahal hanya aji mumpung, karena topik demo buruh sedang ramai dan mereka ingin ikut diliput.
Rakyat harus waspada dan meneliti intrik KAMI yang sangat licik. Kita harus melek politik dan jangan mau terpengaruh oleh bisikan mereka. Buruh dilarang demo bukan karena Presiden adalah tiran. Namun saat ini masih pandemi covid-19, sehingga kegiatan pengumpulan massa dilarang keras. Alasannya adalah kesehatan, bukan politis.
Buruh berdemo karena menentang omnibus law. Padahal tidak ada pasal yang merugikan mereka. Justru buruh dilindungi dengan gaji minimal UMP dan jika ia bekerja di atas 1 tahun, gajinya di atas standar. Buruh juga dibatasi jam kerjanya. Namun KAMI ikut-ikutan menghasut bahwa omnibus law sangat merugikan. Hal ini hanya tuduhan tanpa berdasarkan fakta.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menyatakan bahwa tidak semua buruh mau ikut berdemo. Sebagian justru pro pada kebajikan pemerintah. Dalam artian, merekalah yang jadi sasaran empuk provokasi KAMI untuk diajak unjuk rasa dan menentang pemerintah. Buruh yang berdemo dan KAMI yang menikmati hasilnya. Apa mau seperti itu?
Lagipula, sejak awal sudah terbaca modus KAMI untuk berkuasa dan mereka tak mau menunggu hingga pemilihan presiden 2024. Apalagi susunan organisasinya sangat mirip dengan sebuah negara. Ada presidium, majelis tinggi, dan eksekutif. KAMI sudah ancang-ancang dengan berbagai modus agar mereka bisa mengganti presiden seenaknya sendiri.
Mungkin KAMI mengira demo ini akan dilakukan besar-besaran seperti saat demo menentang rezim, tahun 1998. Sehingga bisa dimanfaatkan untuk memprovokasi massa. Tujuannya tentu untuk menggulingkan kekuasaan dan membentuk people’s power. Maka mereka sibuk menghasut sana-sini, dan menganggap pelarangan demo itu tidak sesuai hak azasi.
Waspadalah dengan skenario yang dirancang oleh KAMI. Bisa saja demo berjalan dengan damai, namun di tengah-tengah orasi ada provokator yang merupakan orang suruhan mereka. Lantas massa merangsek dan melakukan tindakan anarki. Juga melawan aparat yang berjaga. Padahal aparat diterjunkan karena mencegah pelanggaran physical distancing.
Jangan mau dipengaruhi oleh hasutan KAMI untuk berunjuk rasa menentang omnibus law. Pertama, dukungan mereka palsu karena hanya ingin aji mumpung. Yang kedua, KAMI ingin memancing di air keruh dan memanfaatkan situasi panas saat demo. Sehingga rakyat dan buruh diprovokasi untuk membenci pemerintah.
Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini
Tinggalkan Balasan