Oleh : Rahmat Siregar
Di akhir bulan Oktober, masyarakat Indonesia menikmati libur panjang sejak 28 Oktober – 1 November 2020. Kendati demikian, masyarakat diimbau untuk tetap mewaspadai penularan Covid-19 dan kluster keluarga yang berpotensi terjadi selama libur panjang.
Bulan Oktober akan segera berakhir dengan libur panjang, tentu momentum ini akan dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk berlibur bersama keluarga dengan berkunjung ke tempat wisata.
Namun, adanya libur panjang di masa pandemi covid-19 ini perlu diwaspadai adanya penularan virus di klaster keluarga. Jangan sampai setelah menikmati kegembiraan selama libur panjang, diri kita justru membawa penyakit yang bisa membahayakan orang sekitar atau keluarga kita sendiri.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengingatkan bagi warga yang tengah berlibur ditengah pandemi Covid-19, harus tetap disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.
Libur panjang kali ini, tentu memiliki risiko besar terhadap lonjakan kasus Covid-19. Saat mobilitas tinggi, maka tingkat penularan juga meningkat.
Anies menjelaskan, salah satu hal yang dikhawatirkan adalah munculnya klaster keluarga. Bukan tanpa alasan, di Jakarta Klaster Keluarga menyumbang 39 persen kasus Covid-19.Dirinya mengungkapkan, terdapat 4.684 klaster keluarga dengan jumlah kasus positif mencapai 36.659 orang.
Guna mencegah klaster keluarga semakin banyak, menurutnya penerapan protokol kesehatan sangatlah penting.
Anies Baswedan menuturkan, kebanyakan masyarakat justru abai terhadap penggunaan masker ketika bertemu dengan keluarga atau orang yang dikenal.
Seperti yang telah diketahui, pemerintah telah menetapkan tanggal 28 Oktober dan 30 Oktober sebagai cuti bersama dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sehingga terdapat libur panjang selama 5 hari, yakni pada 28 Oktober – 1 November 2020.
Mantan menteri pendidikan tersebut memperkirakan lonjakan kasus Covid-19 tersebut terjadi dalam rentang waktu 10-14 hari pascalibur panjang pada bulan Agustus 2020 lalu.
Dirinya juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk tetap berada di rumah apabila tidak memiliki keperluan mendesak, serta menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan Covid-19 selama menghabiskan masa liburan. Hal tersebut memang sudah sepatutnya dilaksanakan tidak hanya saat berada di tempat umum, tetapi juga ketika berkumpul bersama keluarga besar.
Dengan berkunjung ke tempat wisata yang ramai akan orang yang berkerumun, tentu akan sangat berisiko. Terutama penularan dari orang tanpa gejala (OTG). Akan lebih baik dan aman jika memilih liburan di tempat sepi dan private dengan hanya melibatkan keluarga inti. Mengunjungi area yang ramai bersama keluarga, bisa memunculkan kluster Covid-19 dalam keluarga.
Selain itu aktifitas liburan yang dapat memunculkan klaster baru adalah kumpul keluarga besar. Setelah berbulan-bulan tidak bertemu karena pandemi, tentu akan sangat sulit untuk tidak berdekatan, bercerita bahwa berpelukan antar kerabat.
Kita tentu tidak tahu riwayat kesehatan tiap orang, meskipun kondisinya sehat bisa saja dia masuk dalam kategori OTG. Karena bagaimanapun juga risiko penularan akan semakin besar jika terjadi penularan.
Kita tentu kerap mendengar istilah menjaga jarak atau physical distancing, protokol ini selalu digaungkan demi mencegah penularan Covid-19 saat berada di ruang publik.
Dengan menerapkan protokol untuk jaga jarak minimal 1-meter dan mengenakan masker, maka hal ini tentu saja membantu meminimalisir risiko untuk bersentuhan dengan permukaan yang terkontaminasi dan orang yang terinfeksi di luar rumah. Paling aman, hindari kerumunan atau tempat yang ramai.
Apabila terpaksa bepergian menuju area yang ramai, maka usahakan untuk tetap menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain setiap saat, dan kenakan masker. Masker sangat penting pada saat jarak fisi sulit dilakukan.
Oleh karena itu, pengelola tempat wisata diminta mengantisipasi potensi munculnya klaster baru selama libur panjang akhir pekan.
Juru bicara penangnan covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan kepada pemerintah daerah yang mempunyai destinasi wisata populer agar ikut bersiap.
Berkaca pada pengalaman sebelumnya, dimana libur panjang justru malah berdampak pada penambahan kasus positif di tingkat nasional.
Hal ini dipicu karena terjadinya kerumunan di berbagai lokasi yang dikunjungi masyarakat selama masa liburan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Pemerintah daerah juga diminta untuk membatasi kapasitas tempat wisata menjadi hanya 50% dari total pengunjung.
Protokol kesehatan merupakan hal yang tidak dapat diganggu gugat, jika liburan telah menjadi kebutuhan keluarga, maka penerapan protokol kesehatan harus tetap dilakukan dimanapun berada.
Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini
Tinggalkan Balasan