Oleh : Zakaria
Seorang pengusaha bisa kesulitan karena harus mengurus SIUP dengan banyak persyaratan dan masa tunggu yang lama. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah meresmikan omnibus law UU Cipta Kerja 5 oktober 2020. Perizinan usaha sudah diganti dengan sistem berbasis resiko, bukan berbasis izin.
Sebanyak 90% pelaku usaha di Indonesia masih dalam level kecil dan menengah (UMKM). Selama ini mereka ingin meningkatkan bisnisnya, dengan cara memeroleh SIUP (surat izin usaha perdagangan. Namun sayang pembuatan SIUP ini berliku-liku, karena harus menyetor berkas berupa KTP, NPWP, dan surat resmi lain. Setelah mengsi formulir dan membayar, izin tak bisa langsung keluar.
Masa tunggu izin usaha ini standarnya hanya 2 minggu, namun bisa molor menjada 1 bulan bahkan 1 tahun. Entah apa penyebabnya, bisa jadi dari banyaknya antrian formulir perizinan atau ada permainan dari oknum. Mereka bisa menjanjikan izin tersebut lekas keluar asalkan ada uang pelicin. Praktik seperti ini yang menyuburkan korupsi, yang akan ditebas oleh Presiden Jokowi.
Sebagai solusi, maka pemerintah meresmikan omnibus law UU Cipta Kerja. Pada Ung-Undang ini ada klaster kemudahan berusaha yang bisa menjamin seluruh rakyat untuk menjalankan bisnis dengan lancar, dan mendapatkan perizinan dengan singkat. Karena pemerintah ingin agar makin banyak pengusaha muda, yang membuat dunia perdagangan makin semangat.
Jika dulu saat akan mendapat izin harus memiliki SIUP, maka saat ini diganti dengan sistem izin usaha berbasis resiko. Hal ini diatur dalam pasal 6 huruf a UU Cipta Kerja. Penetapan tingkat resiko dan skala usaha berdasarkan aspek keselamatan, lingkungan, kesehatan, dan pengelolaan sumber daya.
Dalam artian jika bisnis beresiko rendah seperti warung kelontong atau rumah makan kecil, maka tidak usah mengurus SIUP. Namun pengusaha UMKM tersebut cukup membuat NIB (nomor induk berusaha) sebagai legalitas bisnis. Pengurusannya juga bsa via online. Ketika akan mengurus kredt ke Bank, mereka makin dipermudah karena sudah punya NIB.
Menurut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, klaster kemudahan berusaha akan sangat baik, terutama di daerah. Karena masih banyak anak muda yang ingin meresmikan bisnisnya tapi terkendala biaya dan prosesnya yang lama. Nantinya akan makin banyak usaha yang tumbuh di daerah dan Indonesia punya banyak pebisnis yang brilian.
Tito melanjutkan, akan ada peraturan pemerintah yang menjelaskan usaha apa saja yang bisa disederhanakan perizinannya, juga invetarisasinya. Ia membandingkan dengan keadaan di negara lain seperti New Zealand dan Singapura yang izin usahanya bisa cepat keluar, bahkan dalam hitungan jam. Sedangkan di Indonesia bisa lama dan dipingpong oleh banyak oknum.
Jika ada kemudahan dalam mendapatkan izin, maka para pemuda tidak akan bingung mencari lowongan kerja, karena mereka akan memilih untuk membuka bisnis sendiri. Selama ini di Indonesia baru ada 3% pengusaha, padahal jumlah tersebut masih sangat kurang. Bandingkan dengan di Singapura yang mencapai 7%. Padahal jumlah penduduk kita jauh lebih banyak.
Jika ada lebih banyak pengusaha maka akan berdampak positif, karena mereka bisa merekrut pegawai. Sehingga jumlah pengangguran akan berkurang drastis. Pengusaha UMKM selama ini jadi tulang punggung perekonomian di Indonesia. Tak heran pemerintah memberi apresiasi pada mereka dengan memberi kemudahan izin usaha di omnibus law UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja klaster kemudahan berusaha membuat para pebisnis kecil mendapatkan legalitas usaha dengan mudah dan cepat. Mereka tak harus mengurus SIUP tapi hanya butuh NIB sebagai izin resmi. Dengan mengantongi NIB maka akan mempermudah permohonan kredit ke Bank, juga menambah kepercayaan para konsumen.
Penulis adalah warganet tinggal di Bogor
Tinggalkan Balasan