Tindak Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan

- Editorial Staff

Senin, 14 Desember 2020 - 11:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Edi Jatmiko

Sebagian oknum di kalangan masyarakat kadang bertindak menyebalkan. Mereka ingin pandemi berakhir namun tak mau mematuhi protokol kesehatan. Para pelanggar seharusnya ingat akan sanksi dan denda yang menanti ketika ketahuan melanggar. Agar makin tertib dan disiplin dalam menaati protokol kesehatan.

Apa kabar Indonesia setelah mengalami pandemi selama 8 bulan? Jumlah pasien corona meningkat jadi 5.000 orang per hari. Sedihnya, hal ini terjadi karena masyarakat kurang disiplin dalam melakukan protokol kesehatan. Memang sudah banyak yang pakai masker tapi kadang lupa mengenakannya lagi setelah makan di warung. Atau memakainya saat ada razia saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika ada pengguna jalan yang tak memakai maker maka ia kena denda sebesar 100.000-150.000 rupiah, tergantung dari daerahnya. Karena yang menentukan besarannya adalah sang walikota. Ketika ia tak punya uang, maka bisa memilih hukuman sosial berupa membersihkan jalan raya atau pasar. Agar kapok dan tak lagi malas pakai masker.

Hukuman sosial juga berbeda-beda di tiap daerah. Di Mataram, ada pelanggar protokol kesehatan yang harus menyapu selokan. Sementara di Jakarta Timur sanksinya agak ekstrim, pelanggar harus masuk ke dalam peti mati agar merenungi kesalahannya. Di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, hukuman sosialnya adalah mengecat pembatas trotoar di Jl KS Tubun.

Masyarakat juga ada yang ngotot mengadakan pesta pernikahan atau acara yang mengundang banyak orang. Semua dilakukan hanya karena gengsi atau mengejar keuntungan dari amplop para tamu. Mereka seolah-olah lupa saat ini masih masa pandemi. Padahal aturannya adalah maksimal 30 orang tamu dalam acara akad nikah, termasuk keluarga sendiri.

Saat ada acara keramaian seperti ini lalu dibubarkan oleh tim satgas covid dan aparat, jangan malah marah dan menyalahkan pemerintah. Karena mereka hanya menjalankan tugasnya. Pesta tersebut, walau pengantinnya sudah bermasker, terbukti melanggar physical distancing. Jadi wajar jika dihentikan, agar mereka paham akan aturan saat pandemi.

Ada pula denda yang harus dibayar oleh penyelenggara acara maksimal 50 juta rupiah. Denda itu progresif, yang artinya seorang pelanggar wajib membayar hingga 2 kali lipat jika ketahuan tak menaati protokol kesehatan untuk kedua kalinya. Jumlah denda memang sangat besar, namun hal itu memang dimaksudkan untuk efek jera, agar ia benar-benar kapok.

Denda yang besar dan progresif bukanlah untuk kekejaman dan menzolimi rakyat, namun agar mereka taat pada peraturan. Bayangkan jika acara itu tak dibubarkan dan ada klaster corona baru yang terbentuk, ada berapa korban yang harus dirawat di Rumah Sakit? Biaya pengobatannya juga sangat tinggi, jauh melebihi denda yang dibayar, jika ia tak punya BPJS.

Selain itu, jika punya uang juga tak bisa langsung masuk Rumah Sakit. Bisa saja pasien disuruh rawat jalan dan isolasi mandiri selama 14 hari, karena semua kamar di Rumah Sakit dipenuhi oleh pasien corona. Padahal perawatan di rumah bisa saja kurang intensif. Apalagi ketika tidak disiplin saat isolasi mandiri, tubuh bisa drop dan nyawa terancam melayang.

Janganlah jadi orang yang egois dan malas pakai masker, serta ngotot mengadakan pesta besar. Karena dari 2 palanggarna tersebut, bisa memakan puluhan korban jiwa. Sayangi nyawa keluarga dan jangan sampai ada klaster corona baru gara-gara pesta pernikahan.

Ingatlah saat ini masih masa pandemi yang prihatin. Seharusnya semua orang paham dan taat protokol kesehatan, pakai masker, cuci tangan, bawa hand sanitizer , dan menghindari kerumunan. Karena jika semua orang disiplin maka penularan corona tak akan terjadi, dan pandemi covid-19 akan segera berakhir.

Penulis aktif dalam Pemuda Peduli Bangsa

Berita Terkait

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto Menjadi Saksi Pelantikan Kasad
Tak Main-Main, Prajurit TNI Pembunuh Imam Masykur Dituntut Hukuman Mati
4 Prajurit TNI Gugur Saat Kontak Tembak di Kabupaten Nduga Dapat KPLB
Bentrok Masa Palestina vs Israel di Bitung, Kapolri Bereaksi
Menhan Prabowo Resmikan 12 Sumber Titik Air di Pamekasan Madura, Jawa Timur
KPK Bungkam, Kelanjutan Laporan Pengadaan Minyak dan Kilang Pertamina Diragukan Pasca Firli Bahuri Tersangka Pemerasan
Pertamina Ngaku Ada Kerjasama, KPK Terkesan Tutup Mata atas Laporan Pengadaan Minyak dan Kilang
5 Rekomendasi Sandal Crocs untuk Wanita

Berita Terkait

Rabu, 29 November 2023 - 18:00 WIB

Sekda Padang Pariaman Ikut Diperiksa Kejari Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Mesin Cokelat

Senin, 27 November 2023 - 18:12 WIB

Temuan Rp1 Miliar Lebih, BPK Minta Mendagri Perintahkan Sekjen Beri Intruksi Pokja Lebih Teliti

Senin, 27 November 2023 - 17:06 WIB

Bukittinggi Terima Penghargaan dari OJK sebagai Kota Terbaik dalam Akses Keuangan

Senin, 27 November 2023 - 16:44 WIB

Sekda Kota Padang: ASN Harus Jadi Contoh Nyata, Bergabung dengan Bank Sampah

Senin, 27 November 2023 - 10:05 WIB

Kawasan Wisata Equator Bonjol Terlantar, Berlumut, Berumput, dan Bersampah

Minggu, 26 November 2023 - 09:14 WIB

Kombes Pol Hamka BNPB: Salah Besar yang Menyebut Sekda Pasaman Terlibat Proyek RTG Malampah

Sabtu, 25 November 2023 - 11:12 WIB

Kritik Pembebasan Tugas Sekda Pasaman, Dr. Zulfikri Toguan Sebut Menyesatkan, Keliru dan Potensi Abuse of Power

Jumat, 24 November 2023 - 22:17 WIB

Menyoal Novotel Bukittinggi, Ini Aturan yang Melarang Aset Daerah Dijadikan Jaminan Pinjaman

Berita Terbaru

Regional

Ahli Sebut Perkara PKPU Tidak Mengenal Nebis In Idem

Kamis, 30 Nov 2023 - 00:53 WIB

Foto: Ketua DPD Partai Gerindra Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah. Sumber: Dok. Gerindra Bali.

Bali

Bali Solid, De Gadjah Optimis Pilpres Satu Putaran

Rabu, 29 Nov 2023 - 21:41 WIB