Oleh : Firza Ahmad
Penahanan Rizieq Shihab menghentak pemberitaan, karena ia akhirnya menyerahkan diri, setelah sebelumnya selalu mangkir saat dipanggil Polda Metro Jaya. Namun sayang ada ratusan pendukungnya yang dibutakan oleh cinta dan menggeruduk Polres Ciamis. Mereka menyatakan ingin ditahan saja dan sang habib dibebaskan sebagai gantinya.
Rizieq menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya dan dimintai keterangan dalam kasus ujaran kebencian dan kerumunan massa, selama lebih dari 6 jam. Setelah itu, ia ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar 2 pasal sekaligus, mengenai hate speech dan pasal kekarantinaan.
Kedatangan sang habib ini melegakan, karena ia akhirnya mau bertanggungjawab atas perbuatannya.
Akan tetapi, di Ciamis ada ratusan pendukung Rizieq yang nekat datang beramai-ramai ke Polres Ciamis. Mereka sebelumnya berkumpul di Masjid Agung Ciamis lalu melakukan long march ke kantor polisi.
Akhirnya ratusan pendukung itu menyatakan keinginannya, agar sang habib dibebaskan oleh Polda Metro Jaya.
Selain itu, mereka malah menyerahkan diri beramai-ramai dan meminta agar Habib Rizieq dibebaskan saja.
Tentu saja permintaan ini tidak dikabulkan, karena bukan wewenang Polres Ciamis. Seorang tersangka juga tidak bisa seenaknya digantikan oleh orang lain. Ratusan pendukung Rizieq masih awam dan tidak memahaminya, dan perbuatan mereka sangat menginterverensi hukum.
Lagipula apa mereka pernah membaca peraturan tentang penggantian tersangka dari 1 orang ke orang lain? Mustahil ada di Indonesia, bahkan di luar negeri sekalipun. Entah mereka terlalu polos atau lupa saat menghafal pasal-pasal ketika sekolah dulu, sampai mau menyerahkan diri. Indonesia adalah negara hukum, dan mereka harus menghormati proses hukumnya. Jangan malah seenaknya sendiri.
Serbuan pendukung Rizieq ini mengejutkan, karena fanatisme mereka melebih batas. Untuk apa rela dipenjara jika hanya menggantikan posisi Rizieq yang jelas bersalah? Bayangkan efek negatif ke depannya jika mereka ada di dalam bui. Pertama, anak dan istri akan terancam kelaparan, karena pencari nafkah utama malah berada di penjara, padahal mereka tak bersalah dan jadi korban.
Kedua, pendukung sang habib akan mendapat stereotype negatif di kalangan masyarakat karena pernah masuk penjara, walau atas kemauan sendiri. Apa dikiranya di penjara itu enak dan mendapat nasi cadong gratis? Padahal kebebasan jadi terenggut dan harus mengkuti program yang ada di sana, sampai masa hukuman selesai.
Polisi Henry Yosodiningrat menyatakan bahwa polisi tak boleh gentar dalam menghadapi ancaman kelompok radikal yang memaksakan kehendak. Aksi yang mengganggu ketertiban umum berpotensi menciptakan konflik sosial. Dalam artian ketika pendukung Rizieq nekat menggeruduk Polres Cimahi, ditakutkan akan ada pertikaian sosial ke depannya.
Saat ada pembubaran massa, maka akan ada oknum yang memprovokasi dan membenturkan antara polisi dengan masyarakat. Mereka mengembuskan isu bahwa suara rakyat dibungkam. Padahal polisi adalah sahabat rakyat dan mereka bertugas untuk menjaga ketertiban dan keamanan sosial. Masyarakat diminta untuk tak termakan isu tersebut.
Ketika gerombolan pendukung Rizieq dibubarkan, maka masyarakat yang tak tahu akar permasalahannya akan mengira bahwa aparat itu galak. Padahal kenyataannya, justru aparat yang akan menyelamatkan para pendukung, karena saat pandemi dilarang mengadakan acara kerumunan. Peringatan ini karena untuk mencegah terbentuknya klaster corona baru.
Apalagi saat mendatangi Polres Cimahi, ada beberapa pendukung Rizieq yang ketahuan tidak memakai masker, atau menurunkannya ke bawah dagu. Sehingga mereka melanggar 2 protokol kesehatan. Lebih baik mereka disuruh pulang dan memakai masker yang benar, daripada luntang-lantung di kantor polisi.
Jangan lagi ada kalangan masyarakat yang nekat mendatangi kantor polisi manapun, termasuk Polda Metro Jaya. Jangan jadi fans fanatik yang cinta gila dan menganggap kasus ini sebagai kriminalisasi ulama. Karena walau Rizieq adalah pemuka agama, ia terbukti bersalah dan harus dihukum.
Penulis adalah warganet tinggal di Bogor
Tinggalkan Balasan