Oleh : Alfons Jigibalom
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui resolusi yang disponsori Pakistan yang menegaskan kembali hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat dan bangsa yang menjadi sasaran pendudukan kolonial, asing dan asing.
193 anggota majelis umum PBB ini mengadopsi resolusi melalui konsensus pada Rabu (15/12/2020). Realisasi universal hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri” – dengan jelas menyatakan bahwa penentuan nasib sendiri adalah hak fundamental semua orang – termasuk mereka yang berada di bawah dominasi kolonial, asing dan asing. Resolusi yang disponsori bersama oleh 71 negara, mengamati bahwa penentuan nasib sendiri adalah syarat fundamental untuk jaminan dan kepatuhan terhadap hak asasi manusia.
Duta Besar Pakistan untuk PBB Munir Akram mengatakan badan dunia itu menegaskan kembali kasus hukum, politik dan moral Islamabad untuk mendukung warga Kashmir. Pernyataan ini menegaskan penentangan terhadap intervensi militer asing, agresi dan pendudukan. Majelis umun menyerukan Negara-negara yang bertanggung jawab untuk segera menghentikan intervensi militer mereka di dan pendudukan negara dan wilayah asing.
Badan dunia ini juga menyesalkan penderitaan jutaan pengungsi dan orang terlantar yang telah tersingkir dari tanah mereka akibat tindakan tersebut dan menegaskan kembali hak mereka untuk kembali.
Dengan suara tercatat 168 mendukung, lima menentang dengan 10 abstain, Majelis kemudian mengadopsi rancangan resolusi II – “Hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.” Resolusi tersebut menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk atas Negara Palestina yang merdeka.
Sidang Umum juga menyatakan 31 Agustus sebagai Hari Internasional bagi Orang-orang Keturunan Afrika untuk mempromosikan pengakuan dan penghormatan yang lebih besar terhadap keragaman warisan, budaya dan kontribusi orang-orang keturunan Afrika untuk pengembangan masyarakat.
Namun Majelis Umum menunda tindakan pada dua rancangan resolusi: “Situasi hak asasi manusia Muslim Rohingya dan minoritas lainnya di Myanmar”, dan “seruan global untuk tindakan nyata untuk menghapus rasisme, diskriminasi rasial, xenofobia dan intoleransi terkait”. Resolusi akan ditinjau setelah pertimbangan anggaran.
Bukan Papua
Kabar terkait adanya resolusi Majelis Umum PBB tersebut “dicoba” dipelintir oleh sejumlah kalangan yang diduga mendukung perjuangan kelompok separatism di Papua, padahal resolusi tersebut dibuat karena ada permasalahan acute human rights violence di Kashmir yang disengketakan antara Pakistan dengan India serta pelanggaran HAM berat yang dilakukan Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya.
Dengan kata lain, Perserikatan Bangsa Bangsa belum memandang masalah Papua adalah serius dan strategis, karena PBB menyakini masa depan Papua bersama Indonesia dengan diperpanjangnya Otsus, maka kesejahteraan Papua dan Papua Barat diyakini PBB akan semakin baik, dengan kata lain PBB tidak merestui perjuangan illegal OPM/TPN maupun manuver “lucu namun menyebalkan” Benny Wenda yang mendeklarasikan pemerintahan sementara West Papua belum lama ini.
Jadi sekali lagi berita Majelis Umum PBB menyetujui resolusi penentuan nasib sendiri hanya berlaku untuk Kashmir yang kemungkinan besar mayoritas akan bergabung dengan Pakistan dan menyeret Myanmar dalam tudingan serius pelanggaran HAM di Rohingya yang kekejamannya lebih buruk dibandingkan Nazi terhadap Yahudi di era Perang Dunia kedua yang lalu.
Penulis adalah pemerhati berita-berita terkait Papua.
Tinggalkan Balasan