Oleh : Alfisyah Kumalasari

Pemerintah telah menginisiasi produk hukum yang mampu meringkas regulasi. Kebijakan tersebut diyakini dapat melindungi pekerja yang menjadi korban PHK.

Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) memberikan jaminan bahwa korban pemutusan hubungan kerja atau PHK akan mendapatkan manfaat yakni uang tunai, akses informasi kerja serta pelatihan kerja. Sehingga diharapkan korban PHK tersebut bisa tetap mendapatkan sumur penghasilan.

Artinya, terdapat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, dimana UU Ciptaker menjadi manfaat berupa peningkatan kompetensi atau up-skilling, serta ada akses untuk pekerjaan baru.

Pasal Jaminan Kehilangan Pekerjaan ini, tertulis dalam pasal 46A UU Cipta Kerja yang merevisi UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam pasal yang sama, disebutkan bahwa program Jaminan Khilangan Pekerjaan ini akan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Pada tahap awal, sumber pendanaan JKP berasal dari anggaran negara alias pemerintah. Selanjutnya, sumber iuran JKP akan mengandalkan rekomposisi iuran program jaminan sosial dan dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek saat ini menjalankan 4 program jaminan sosial, yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).

Adanya tambahan JKP, tentu diharapkan apabila aturan turunan teknis dan petunjuk pelaksanaan akan keluar dan nampak bahwa pekerja atau buruh harus mengalokasikan dana untuk program JKP apabila terkena PHK.

Timboel Siregar selaku Koordinator Advokasi BPJS Watch menuturkan, bahwa JKP tersebut diatur dalam pasal 46A, 46B, 46C, 46D dan 46E. Hal ini merupakan jaminan sosial baru yang terintegrasi dengan lima jaminan sosial lainnya.

Jaminan ini memberikan manfaat berupa uang tunai kepada korban PHK. Dimana terdapat kompensasi sebesar 6 bulan yang akan ditanggung dimana ketentuannya akan diatur oleh PP.

Ditengah Pandemi covid-19 tentu berdampak pada PHK masal yang tidak terelakkan, hal ini dikarenakan Pandemi covid-19 ini telah banyak membuat semua simpul ekonomi berhenti total dan berimbas pada pelambatan ekonomi.

UU Cipta Kerja mengatur bahwa setiap pekerja kontrak bila terjadi pemutusan hubungan kerja akan diberikan kompensasi penuh. Sedangkan bagi karyawan tetap akan diberikan pesangon dan itupun harus diberikan secara penuh.

UU Cipta Kerja bisa dibilang sebagai payung hukum. Dalam penerapannya, masih membutuhkan aturan turunan mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Menteri.

Tentu sangat disayangkan jika ada pihak yang tidak memahami substansi UU Cipta Kerja secara menyeluruh. Apalagi, penjelasan yang terlanjur beredar di masyarakat justru diwarnai hoax dan disinformasi yang mampu menyulut emosi masyarakat.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan, bahwa di dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, terdapat aturan yang secara tegas menjelaskan bahwa pemerintah akan memberikan jaminan sosial berupa uang tunai dan peluang kesempatan kerja.

Oleh sebab itu, Program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) juga telah ditambahkan pada UU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan.
Undang-undang ini memberikan kepastian bahwa hak pesangon tersebut diterima oleh pekerja/buruh dengan adanya skema di samping pesangon yang diberikan pengusaha.

Yang terpenting, ketika buruh di-PHK para buruh akan diarahkan untuk mendapatkan pelatihan peningkatan kemampuan kerja sehingga nantinya pekerja tersebut dengan mudah mendapatkan pekerjaan baru.

Kemudian, dalam hal perlindungan pekerja atau buruh yang menghadapi proses pemutusan hubungan kerja, UU Cipta Kerja tetap mengatur mengenai ketentuan persyaratan dan tata cara PHK.

Dalam UU Cipta Kerja juga tetap memberikan ruang bagi serikat pekerja atau serikat buruh dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK.

Selain itu, Ida juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja juga memperjelas pengaturan pengupahan bagi pekerja atau buruh selama PHK dan masih dalam proses ke tingkat hubungan industrial sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Hal tersebut menurutnya sudah sesuai dengan ketentuan Mahkamah Konstitusi tahun 2011. Dimana ketika terdapat proses PHK, maka buruh atau pekerja masih mendapatkan upah. Ketentuan ini ditegaskan pula dalam undang-undang cipta kerja.

Untuk itu sudah jelas kiranya bahwa UU Cipta Kerja merupakan regulasi yang menjadi jaring pengaman bagi para pekerja jika dirinya terdampak PHK.

Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini