Denpasar – Sidang praperadilan dugaan pelanggaran prosedur penangkapan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti dilakukan Polresta Denpasar di Villa Kayumas, Kuta Utara, Badung pada Desember 2020, kembali digelar dengan agenda penyerahan barang bukti dari termohon di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (28/01)

Sidang diketuai majelis hakim tunggal I Wayan Sukra Dana itu, diawali dengan penyerahan dokumen pembuktian termohon yang disaksikan pihak pemohon dan majelis hakim.

Usai sidang, pihak termohon Kanit IV Reskrim Polresta Denpasar Reza Pranata mengatakan, sidang hari ini agenda duplik dari termohon dan menyerahkan dokumen serta terkait administrasi penyidikan polisi.

“Besok pemeriksaan saksi dan dari kami ada dua saksi, terkait penangkapan, penyitaan dan penggeledahan. Tapi kami tidak melakukan itu,” ucapnya.

Dalam sidang Jumat (29/1/2021), dilanjutkan pemeriksaan saksi pemohon yang diajukaan 4 orang dan saksi termohon mengajukan 2 saksi.

Sementara itu Kuasa hukum dari pihak pemohon, I Wayan Adimawan mengatakan, kasus ini menjadi aneh. Menurutnya, sesuai dengan pasal-pasal dituduhkan, pihaknya tidak ada melihat hubungan antara membuat Perguruan Tinggi/sekolah tanpa ijin, dengan tuduhan penipuan terhadap Nobel.

“Dalam gugatan ini saya hanya menggugat atas perbuatan polisi melakukan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan, serta pemeriksaan dan penyitaan surat. Kemudian, membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik dilakukan pada 18 Desember 2020 berlokasi di Jalan Mertanadi, Desa Kerobokan, Kec Kuta Utara, Kab Badung yang telah diakui polisi dalam jawaban selaku termohon,” katanya

Dengan telah diakuinya perbuatan sebagaimana pasal 5 ayat 1b angka 1, 2 dan 4 oleh polisi, sehingga polisi wajib memperhatikan, pasal 18 KUHAP tentang penangkapan, pasal 33, Pasal 34, Pasal 36 KUHAP tentang Penggeledahan dan penyitaan. Oleh karena polisi tidak memperhatikan pasal-pasal tersebut, maka saya melihat polisi telah melanggar KUHAP, sehingga kami mengajukan Praperadilan. Imbuhnya

Tang Adimawan menjelaskan kronologi singkat kejadian, hingga masuk praperadilan ini terkait dengan tuduhan polisi bahwa Agung Mahendra (pemohon) membuat Perguruan Tinggi atau sekolah tanpa ijin. Padahal, Mahendra dikatakan menjadi salah seorang trader muda cukup dikenal di Indonesia. Kemampuannya kemudian mengantarkan Mahendra didapuk sebagai pembicara dalam seminar maupun webinar, termasuk webinar sangat bergengsi, karena diselenggarakan alumni Universitas Prastya Mulia, sebuah Universitas bisnis terbaik di indonesia, bahkan menjadi salah satu terbaik di ASEAN.

Tidak cukup disana, menurut Tang kliennya juga dipercaya menjadi pembicara dalam webinar “Tiger Wit Exlusive” yang diselenggarakan oleh perwakilan Tiger Wit Indonesia. Tiger wit adalah perusahaan Forex besar yang berpusat di Inggris dan salah satu sponsor team Sepak bola Livervool. Menyadari akan potensinya, dijelaskan bahwa Mahendra ingin membagi pengalamannya kepada kawan-kawan dengan harapan akan lahir trader-trader muda untuk bekal dalam mencari pekerjaan.

“Untuk itu, Mahendra membuat komunitas yang diberi nama Indotraderacademy, yang anggotanya di Indonesia kurang lebih 2.000 orang,” kata kuasa hukum pemohon.

Dilanjutkan, untuk anggota komunitas ada di Bali dan yang sering datang ke Bali, menurutnya bahwa Mahendra menganggap perlu disediakan pasilitas untuk mengadakan pertemuan. Biaya penyediaan pasilitas dan lain-lain didapatkan dari kontribusi para anggota sesuai dengan keikhlasan.

“Bagi yang tidak berkontribusi tetap mempunyai hak yang sama seperti anggota yang lain, dan dalam sharing dengan anggota di luar daerah dilakukan melalui media telegram,” jelasnya

Kemudian pada 18 Desember 2020, kata Tang Adimawan melanjutkan ketika Mahendra sedang sharing, justru digerebeg polisi dan diajak ke kantor polisi untuk disidik dengan tuduhan dianggap membuat Perguruan Tinggi atau sekolah tanpa ijin dan mengeluarkan ijazah.

“Tuduhan ini justeru mengada-ada, karena tidak mungkin Indotraderacademy adalah Perguruan Tinggi atau sekolah, mengingat anggota Indotraderacademy memiliki anggota bergelar Doktor, bergelar Ph.D, bergelar Master Teknik dan sarjana-sarjana pada beberapa disiplin ilmu,” singgung Tang Adimawan

Sehingga menurut Tang Adimawan tidak mungkin mereka bersekolah dan menerima ijazah pada sekolah yang tidak jelas. Dijelaskan Mahendra, dirinya baru mengetahui bahwa pelapornya adalah Nobel dengan tuduhan dirinya menipu sebanyak Rp 45 juta. Menanggapi hal tersebut, Mahendra mengatakan bahwa hubungan dirinya dengan Nobel diawali dari keinginan Samuel Kristanto Luan yang merupakan orang tua Nobel untuk meminta pemohon membimbing dan mendampingi Nobel hingga Nobel mampu trading sendiri.

Untuk itu, pemohon diberikan jasa sebanyak Rp 45 juta, setelah melalui pendampingan langsung, melalui Zoom, malalui komunikasi WA Group yang khusus dibuat untuk tujuan tersebut. Pelatihan dan pendampingan dimulai dari 3 Agustus 2020 sampai 3 Nopember 2020.

Akibat dari pendampingan yang diberikan pemohon, sehingga Nobel bisa melakukan trading sendiri dan telah berhasil mendapatkan keuntungan, sebagaimana yang disampaikan Nobel dalam chat pesan singkat Whatsapp miliknya tertanggal 26 Oktober 2020.