Oleh : Zakaria
Penangkapan anggota teroris membawa fakta baru. Mereka pernah dibaiat di markas organisasi massa terlarang. Fakta ini menunjukkan bahwa sudah benar ormas tersebut dilarang beredar di Indonesia, karena berafiliasi dengan teroris dan menyebarkan ajaran radikalisme.
Radikalisme dan terorisme adalah paham yang mengerikan, karena selalu memaksakan kehendak dan pendapatnya. Mereka ingin mendirikan negara khilafiyah dan menolak mentah-mentah pancasila. Padahal sejak tahun 1945 sudah jelas bahwa dasar negara Indonesia adalah pancasila dan kita adalah negara demokratis, bukan negara khilafiyah.
Terorisme dan radikalisme adalah PR besar pemerintah pada awal 2021 ini. Dalam triwulan pertama, sudah ada 2 kasus terorisme yang memakan nyawa, yakni pengeboman di Makassar dan penyerangan Mabes Polri di kawasan Kenayoran Baru, Jakarta Selatan. Teroris makin menggila dan nekat menyerang Mabes yang merupakan markas polisi.
Dari kedua peristiwa tragis ini, polisi makin mengetatkan pengamanan. Baik di kantor polisi, rumah ibadah, maupun fasilitas umum lain. Penyebabnya karena di tempat-tempat itu merupakan sasaran empuk pengeboman atau penyerangan teroris. Di sana ada banyak orang yang bisa jadi korban dan menunjukkan kekuatan mereka.
Akan tetapi, polisi tidak tinggal diam. Densus 88 antiteror lebih intensif melakukan penangkapan teroris. Akhirnya tertangkaplah 4 tersangka yang melakukan terorisme di Makassar. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa tersangka teroris melakukan baiat di markas FPI yang sekarang dijadikan organisasi terlarang.
Kombes Pol Ahmad melanjutkan, baiat dilakukan oleh Basri dan Abu Bakar Al-Baghdadi. Teroris yang melakukan pengeboman adalah anggota JAD (Jamaah Ansharut Daulah). Organisasi teroris itu berbasis di Filipina dan diduga masih dalam jaringan ISIS. Dalam artian, sudah jelas bahwa aksi terorisme ini direncanakan dan jaringannya sudah internasional.
Baiat adalah proses untuk anggota teroris dalam berjanji setia kepada organisasinya. Jika sudah dibaiat, maka otaknya ‘dicuci’. Dalam artian, anggota teroris dipengaruhi agar ia percaya bahwa negara ini zalim dan pejabatnya adalah toghut yang wajib dibasmi. Terorisme adalah cara mereka untuk berjihad dalam mencapai surga.
Pemikiran yang sangat melenceng ini yang harus diluruskan. Anggota teroris yang sudah tertangkap harus melakukan program deradikalisasi dan membersihkan kembali otaknya dari pemikiran yang ekstrim dan radikal. Karena cara berpikir mereka sangat mengerikan, sampai menghalalkan pembunuhan demi mencapai keinginannya.
Penangkapan teroris selanjutnya ada di daerah Condet, Jakarta Timur. Di kediaman teroris berinisial HH, ditemukan atribut FPI berupa jaket, bendera, dan buku. Fakta ini tidak terlalu mengejutkan masyarakat, karena mereka sejak awal sudah menduga bahwa FPI berafiliasi dengan organisasi teroris. Buktinya, Munarman sebagai petinggi FPI pernah menghadiri baiat organisasi teroris.
Kombes Yusri Yunus, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya menyatakan bahwa kolerasi antara ormas terlarang (FPI) dengan organisasi teroris masih dalam penyelidikan oleh tim penyidik Densus 88. Dalam artian, penyelidikan masih terus berlanjut untuk mengetahui siapa dalang sebenarnya yang menggerakkan para anggota teroris dan apakah benar mereka memanfatkan FPI di Indonesia.
Dengan fakta-fakta ini, maka pembubaran FPI sudah dirasa sangat tepat. Karena mereka menolak pancasila sebagai dasar negara. Juga berafiliasi dengan organisasi teroris. Apalagi FPI dan teroris sama-sama membenci pemerintah dan ingin mengganti konsep negara menjadi kekhalifahan.
Baiat anggota teroris pada organisasi terlarang seperti ISIS membuat masyarakat makin waspada, karena diam-diam banyak anak muda yang direkrut oleh mereka. Masih dalam dugaan bahwa ISIS bekerja sama dengan FPI untuk memuluskan niatnya di Indonesia. Polisi berusaha keras untuk menyelesaikan kasus ini dan mencegah kasus terorisme terulang kembali.
Penulis adalah warganet tinggal di Bogor
Tinggalkan Balasan