Oleh : Agung Tri Laksono

Sangat disayangkan jika sosok Rizieq Shihab menganggap bahwa dakwaan jaksa penuntut umum berisikan fitnah, kenyataannya tidak ada satu huruf atau kata-kata yang bertuliskan fitnah yang ditujukan kepada mantan pentolan Front Pembela Islam Tersebut.

Faktanya, penegakan hukum terhadap Rizieq adalah kontruksi hukum dari berbagai bukti dan keterangan sanksi yang valid.

Jaksa juga telah menepis akan adanya tudingan Rizieq Shihab mengenai isi dakwaan hanyalah fitnah. Bagi jaksa, dakwaan yang telah disusun semata-mata berkaitan dengan hukum.

Jaksa menyebutkan bahwa eksepsi Rizieq Shihab hanyalah keluh kesahnya sebagai terdakwa. Jaksa juga telah meminta kepada majelis hakim agar dapat mengesampingkan eksepsi tersebut.

Sedangkan yang berkaitan dengan Rizieq yang membandingkan kerumunannya dengan beragam tokoh nasional dan pejabat negara, menurut jaksa hal tersebut tidaklah relevan. Jaksa juga menegaskan tidak melakukan kriminalisasi terhadap kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang disebut Rizieq.

Jaksa menuturkan, pernyataan terdakwa tersebut tidaklah tepat, karena hanya menonjolkan atau menampilkan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Padalah selain kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW, terdakwa juga menyelenggarakan pernikahan anaknya yang dihadiri kurang lebih lima ribu orang umat, bersama juga terdakwa yang menyelenggarakan anaknya dan dihadiri oleh ribuan umat.

Apalagi sebelumnya, terdakwa juga melakukan peresmian peletakan batu pertama di markas Syariat di Pondok Pesantren Megamendung Kabupaten Bogor.

Rizieq Shihab juga sempat memberikan teguran kepada hakim dan jaksa secara keras, mulutnya juga terasa ringan melontarkan berbagai ancaman mengenai azab di akhirat kelak.

Rizieq Shihab yang mendapatkan kesempatan mengikuti persidangan secara luring ternyata tidak membuat sikapnya berubah. Beragam kata umpatan masih bisa ia lontarkan.

Awalnya, jaksa menilai bahwa eksepsi yang diajukan Rizieq bukanlah ruang lingkup eksepsi sebagaimana diatur dalam KUHAP. Jaksa menilai bahwa eksepsi Rizieq hanya sekadar argumen dengan dalil Al-Qur’an.

Jaksa juga mengatakan, keberatan terdakwa tidaklah termasuk bagian dari dalil hukum yang berlaku, melainkan hanya bersifat argumen terdakwa menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW yang tidak menjadi padanan dalam penerapan pidana umum di Indonesia.

Kemudian, Jaksa juga mengutip hadis Nabi Muhammad SAW tentang penegakkan hukum dan berkeadilan. Jaksa membacakan hadis tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW bertindak adil kepada orang yang melakukan kesalahan, sekalipun irang yang bersalah itu adalah keturunannya. Dalam hadis ini, digambarkan keturunan Nabi adalah Fatimah, anak Nabi Muhammad SAW.

Namun dari sekian kutipan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW tersebtu, jaksa penuntut umum terketuk untuk mengutipnya, di saat Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabatnya yang bersabda ‘sesungguhnya telah binasa umat sebelum kamu lantaran jika di tengah mereka ada seorang, atau yang dianggap mulia atau terhormat, mencuri atau dibiarkan, tetapi jika ada di tengah mereka seorang lemah atau rakyat biasa mencuri, maka ditegakkan atasnya hukum, demi Allah, jika Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.

Dari sabda Rasulullah SAW tersebut, jaksa penuntut umum memaknai siapapun yang bersalah, hukum tetap harus ditegakkan, sebagaimana adidium hukum berbunyi & fiat justitia et pereat mundus, dengan menegakkan nilai-nilai keadilan sebagaimana suri tauladan, Rasulullah SAW sekalipun Fatimah merupakan putri, dan dzurriyah keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW, tetap berlaku keadilan itu dengan menghukumnya.

Dalam sidang tersebut, Rizieq Shihab didakwa melakukan penghasutan sehingga menimbulkan kerumunan di Petamburan yang dianggap melanggar aturan mengenai pandemi virus corona (Covid-19). Kerumunan tersebut terjadi berkaitan dengan undangan pernikahan putri Rizieq Shihab sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Atas apa yang dilakukan olehnya, mantan imam besar FPI tersebut didakwa dengan pasal berlapis. Diantaranya kasus megamendung pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular atau pasal 216 ayat (1) KUHP.

Selain mendapatkan hukuman, tentu saja Rizieq Shihab perlu untuk mempelajari kutipan Qur’an dan Hadis yang sesuai konteks. Tidak untuk menutupi kesalahan dirinya.

Siapapun yang masih berstatus Warga Negara Indonesia, tentu harus mematuhi hukum yang berlaku, jika ada pembelaan tentu saja harus disampaikan secara halus, bukan dengan amarah apalagi mengancam.

Penulis adalah warganet tinggal di Banten