Oleh : Deka Prawira

Sulitnya sebagian masyarakat untuk menaati protokol kesehatan membuat tim satgas covid pusing, karena mereka ogah kena corona tetapi malas pakai masker. Sosialisasi tentang pentingnya diisplin pakai masker dan protokol lain harus digencarkan. Tujuannya agar jumlah pasien covid menurun drastis dan kita bisa bebas dari fase pandemi.

Pada awal pandemi, bulan maret 2020, masyarakat ketakutan bahkan paranoid. Kita tidak berani pergi ke luar rumah, bahkan ke teras sekalipun. Semua orang berebut untuk membeli masker, bahkan harganya melonjak drastis. Herbal seperti jahe dan kunyit juga diborong karena diklaim bisa menyembuhkan corona.

Akan tetapi, ketika PSBB dinyatakan selesai dan diganti dengan pembatasan mikro, tingkat ketakutan mulai menurun. Tempat umum seperti pasar dan supermarket mulai dibuka, dengan syarat harus memenuhi protokol kesehatan.

Masyarakat mulai berani pergi keluar rumah dan menyetok banyak masker disposable.
Sayangnya lama-lama kita seperti kena amnesia dan lupa bahwa saat ini masih ada ancaman corona.

Mulai ada sebagian masyarakat yang malas pakai masker, karena merasa pandemi sudah selesai. Alasannya, ia dan keluarganya sehat-sehat saja. Padahal bisa saja mereka tertular dari OTG dan akhirnya kena corona, dan ketika sudah fatal (paru-paru berdarah) baru menyesalinya.

Presiden Jokowi menyatakan bahwa orang yang tidak taat protokol kesehatan bukannya makin sedikit, tetapi makin banyak. Penyebabnya adalah sosialisasi yang kurang efektif. Sementara ahli epidemiologi menambahkan, selama ini sosialisasi protokol kesehatan hanya bersifat 1 arah (diseminasi), sehingga kurang efektif.

Presiden Jokowi menambahkan, agar sosialisasi protokol makin efektif, maka perlu digencarkan lagi melalui PKK. Diharap dengan penjelasan dari kader PKK, masyarakat akan lebih taat protokol. Dalam artian, Presiden ingin agar semua WNI berdisiplin, agar mereka tidak terkena corona.

Sosialisasi corona melalui PKK diharap lebih efektif, karena kebanyakan orang akan merasa sungkan saat diberi tahu oleh kader yang notabene lebih senior. Ibu-ibu akan lebih tertib memakai masker, tak hanya saat belanja ke pasar, tetapi ketika menyiram bunga di halaman juga mengenakannya.

Jika yang disasar para ibu, maka otomatis suami dan anak-anaknya akan mengikuti. Karena para bocah akan meniru ibu mereka dan suami yang sayang akan menuruti nasehat istrinya. Sehingga dari 1 orang yang diberi sosialisasi, berefek pada minimal 2 orang lain.

Sosialisasi mengenai pentingnya memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak masih perlu dilakukan walau kita sudah setahun didera pandemi. Penyebabnya karena jumlah pasien corona per hari mencapai 4.900 orang dan total pasien lebih dari 1,5 juta orang di Indonesia (data tangal 19 april 2021). Logikanya, saat semua tertib, tentu tidak ada yang sakit dan jumlah pasien menurun.

Kenaikan jumlah pasien corona tentu mengejutkan. Pasalnya, beberapa minggu lalu jumlah pasien covid ‘hanya’ 4.000 orang, namun malah melonjak menjadi hampir 5.000 orang per harinya. Hal ini sangat miris karena penularan corona dilakukan oleh OTG yang tidak tertib protokol. Sementara korbannya adalah para bayi dan balita, serta lansia, karena lebih rawan kena corona.

Oleh karena itu, mari kita tetap disiplin dalam menaati protokol kesehatan. Bukan hanya demi keselamatan diri sendiri, tetapi juga keselamatan orang lain, terutama keluarga tercinta. Jangan sampai kita malas pakai masker saat naik sepeda motor dan akhirnya jadi OTG, lalu menulari anak-anak di rumah.

Berdisiplin untuk menaati protokol kesehatan tidak susah, asalkan kita niat untuk menghindari corona. Harga masker juga terjangkau dan masker disposable makin mudah ditemukan di minimarket, begitu juga dengan hand sanitizer. Taatilah protokol agar jumlah pasien corona menurun dan pandemi lekas berakhir.

Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini