Oleh : Abner Wanggai

Membangun Papua memang penuh tantangan, namun bukan berarti pembangunan di Papua harus ditinggalkan, karena bagaimanapun juga Papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI. Hingga saat ini, Presiden Jokowi optimal membangun Papua sebagai langkah nyata memajukan wilayah tersebut.

Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan, pihaknya telah memetakan tantangan mendasar di Papua dan Papua barat tahun 2020-2024.

Pemetaan tersebut setidaknya menjadi basis dalam upaya untuk percepatan pembangunan di dua provinsi tersebut. Menurut Suharso, terdapat tiga tantangan yang dihadapi oleh Provinsi Papua dan Papua Barat. Yaitu, tantangan yang dihadapi dalam konteks global yaitu target Sustainable Development Goals (SDG’s) 2030, isu lingkungan hidup dan perhatian internasional terkait isu hak-hak asasi manusia (HAM).

Sementara dalam konteks nasional, Papua dihadapkan pada tantangan berakhirnya kebijakan Otsus pada tahun 2022 serta perlunya keterpaduan kebijakan dan program Kementerian/Lembaga untuk Papua dan Papua Barat.

Dari kacamatan daerah, Papua dihadapkan pada tangantan kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah. Angka kemiskinan di Papua yakni sebesar 26,55% dan Papua Barat 21,51 atau merupakan angka kemiskinan tertinggi se-Indonesia. IPM pada 2019 adalah 60,84 atau terendah se-Indonesia, lemahnya manajemen pelaksanaan otonomi khusus, kesenjangan ekonomi antar wilayah di Pantai dan di pegunungan di Papua, masalah keamanan di wilayah pegunungan dan tuntutan dialog dengan Jakarta.

Agar program pembangunan semakin optimal, tentu saja diperlukan situasi politik, hukum dan keamanan yang kondusif.
Sebelumnya Presiden juga telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat menjadi landasan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan akar masalah yang dialami masyarakat Papua.

Suharso menyampaikan ada 4 pendekatan untuk mendukung pelaksanaan Inpres tersebut, Pertama menggunakan pendekatan kesejahteraan, yakni dengan memastikan kebijakan percepatan pembangunan dengan berbasis pada tujuh wilayah adat dan memilih kegiatan prioritas sebagai “window” yang bersifat quick wins dan terpadu.

Kedua, Pendekatan Politik dan Keamanan, yaitu memantapkan pelaksanaan UU 21/2001 tentang Otsus melalui revisi UU Otsus, menjajaki dan melaksanakan pembentukan provinsi baru. Kebijakan keagamaan yang menghormati kearifan lokal dan HAM dalam semangat NKRI.

Ketiga, Pendekatan Dialog Kultural, yaitu memetakan kelompok sosial strategis Papua, melaksanakan dialog kultural dengan kelompok-kelompok sosial strategis, melaksanakan kegiatan quick wins di aspek sosial-budaya yang menyentuh kebutuhan segmen sosial Papua.

Keempat, pendekatan komunikasi dan Diplomasi yaitu memperkuat narasi tunggal terobosan pembangunan Papua, membangun kolaborasi dengan berbagai institusi, tokoh dan kaum muda sebagai influencer, memperkuat diplomasi publik ke komunitas internasional.

Pembangunan di Papua utamanya dari segi infrastruktur dan SDM terus berlanjut demi kemajuan Bumi Cenderawasih tersebut. Salah satu pembangunan yang tengah dioptimalkan adalah tol laut, dimana Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berkomitmen untuk terus mengoptimalisasi program Tol Laut khususnya di Papua. Hal ini berguna menekan disparitas harga yang sudah cukup lama terjadi di wilayah paling timur Indonesia tersebut.

Bupati Jayapura Matias Awaitouw memberikan apresiasi atas kinerja Kementerian Perhubungan yang telah menghadirkan Tol Laut di daerahnya.

“Hal ini, merupakan wujud keseriusan dari Kementerian Perhubungan. Dirinya mengungkapkan, Pelabuhan Jayapura yang berada di pusat Kota Jayapura merupakan pusat titik Pelabuhan terbesar dan ramai. Bahkan, sangat sibuk untuk melayani hampir seluruh wilayah-wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua dan wilayah yang berbatasan langsung seperti kabuoaten Keerom, Kabupatan Sarmi, Kabupaten Membemarmo dan Kabupaten lainnya, bahwa sampai negara tetangga Papua Nugini.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Perhubunga Bidang Logistik, Multimoda dan Keselamatan Perhubungan Chris Kuntadi mengatakan, Tol Laut di Papua sejalan dengan penyelenggaraan layanan kewajiban publik untuk kapal perintis.

Hal itu juga yang merupakan bagian dari elemen pendukung Tol Laut dan juga pembangunan pelabuhan rakyat dan pelabuhan perintis. Dengan dibangunnya angkutan multimoda ini, tentu saja menjadi harapan baru bagi masyarakat di daerah pegunungan untuk bisa mendapatkan harga kebutuhan bahan pokok lebih murah.
Pembangunan yang optimal ini tentu saja merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap daerah tertinggal, terluar, terdepan dan perbatasan.

Hadirnya terobosan ini juga sebagai upaya pemerintah dalam mewujudkan keadilan pembangunan melalui indikator harga barang kebutuhan nasional di wilayah pegunungan tengah Papua tanpa memandang permasalahan jarak dan akses sesuai dengan karakteristik wilayah.

Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta