Oleh : Loly Arista

Pandemi Covid-19 belum berakhir, artinya protokol kesehatan harus tetap ditegakkan secara disiplin, termasuk salah satunya adalah meniadakan aktifitas mudik. Pelarangan mudik juga dianggap tepat karena mobilitas di masa pandemi berpotensi sangat berbahaya tidak saja bagi pemudik, namun juga keluarga di kampung halaman.

Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran virus Corona. Larangan mudik ini berlaku mulai tanggal 6 Mei hingga 17 Mei 2021.

Terbitnya Surat Edaran ini tentunya bukan tanpa alasan, hal ini berkaitan dengan potensi peningkatan mobilitas masyarakat pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2021, baik untuk kegiatan keagamaan, keluarga, maupun pariwisata yang memiliki risiko terhadap peningkatan laju penularan Covid-19.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, jika ada yang tetap memaksakan untuk mudik, tentu saja hal tersebut akan menimbulkan mobilitas masa yang berpotensi meningkatkan penularan Covid-19, peningkatan kasus bukan hanya sekadar positif Covid-19, tetapi juga efek jika komorbid dan usia lanjut.

Prof Wiku menambahkan, semua pihak harus belajar dari pengalaman yang menunjukkan lonjakan kasus akibat mobilitas yang tinggi pada masa liburan panjang. Seperti pada libur idul fitri tahun lalu yang terjadi lonjakan hingga 600 kasus tiap hari.

Begitu juga saat libur panjang Hari Kemerdekaan tahun lalu terjadi lonjakan hingga 1.100 kasus per hari.
Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, akan menindaklanjuti aturan yang diterbitkan oleh Satgas.

Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 13 tahun 2021 tentang pengendalian Transportasi selama masa Idul Fitri 1442 H dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. Pengendalian transportasi tersebut dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi untuk semua moda transportasi.

Meski demikian, Adita menuturkan bahwa pengoperasian transportasi yang mengangkut logistik masih tetap beroperasi seperti biasa. Begitu juga sejumlah pengecualian bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan dalam waktu tersebut, di antaranya Aparatur Sipil Negara (ASN), Karyawan BUMN, Karyawan BUMD, TNI/Polri dan karyawan swasta yang bekerja atau melakukan perjalanan dinas dengan dilengkapi dengan surat tugas.

Kemudian, kunjungan keluarga yang sakit, kunjungan duka anggota keluarga yang meninggal dunia, ibu hamil dengan satu orang pendamping dan kepentingan melahirkan dengan maksimal 2 orang pendamping, serta pelayanan kesehatan darurat.

Dirinya menjelaskan, bahwa pada tanggal 6-17 Mei 2021 merupakan tanggal efektif masuk kerja. Sehingga kemungkinan pegawai ASN/PNS atau pegawai kantor ada yang melakukan perjalanan dinas ke luar kota.

Selain itu, untuk masyarakat umum harus ada kepentingan mendesak seperti kelahiran, kedukaan ang harus bisa diketahui dan disetujui melalui surat keterangan dari pemerintah setempat yakni lurah atau kepala desa.

Terkait kemungkinan mobilitas masyarakat di luar tanggal larangan mudik tersebut, Adita menuturkan, bahwa saat ini kapasitas moda transportasi umum sudah dan masih dibatasi. Hal tersebut dimaksudkan agar moda transportasi tidak terisi penuh penumpang dan bisa tetap menjaga jarak.

Selain itu kita perlu belajar pada negara India, dimana India tengah dilanda gelombang kedua Covid-19. Kejadian tersebut bahkan digambarkan seperti tsunami.

Meledaknya kasus Covid-19 di India disinyalir karena masyarakat di sana semakin abai dalam menerapkan protokol kesehatan. Beberapa bulan terakhir terjadi pesta pernikahan besar-besaran di India. Banyak masyarakat tidak mengenakan masker ketika keluar dari rumah.

Selain itu, banyak pula masyarakat yang berkumpul untuk mengikuti kampanye politik tanpa menggunakan masker dan jaga jarak. Beberapa negara bagian India memang melakukan pemilihan umum daerah (pilkada) seperti di daerah Tamil Nadu.

Adapun, ritual keagamaan yang diikuti oleh banyak masyarakat India. Ritual tersebut adalah ritual menghapus dosa dengan mandi di sungai Gangga. Dalam ritual ini banyak masyarakat yang tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak.

Para pakar di India menyebut bahwa lonjakan kasus ini kemungkinan disebabkan karena adanya Corona varian baru yang lebih cepat menular.

Tentu saja kita tidak ingin apa yang terjadi di India terjadi pula di Indonesia, sehingga salah satu ikhtiar yang harus dilakukan secara masal adalah dengan meniadakan mudik.

 

Penulis adalah warganet tinggal di Jakarta