Oleh : Ahmad Baiquni

Pandemi covid-19 tidak menghalangi kita untuk tetap berpuasa ramadhan. Namun, ada beberapa penyesuaian dalam pelaksanaan ibadah yang lain.

Misalnya salat tarawih dan berbuka puasa bersama. Sebaiknya salat di rumah saja dan buka bersama dengan keluarga inti di dalam rumah sendiri.

Di bulan ramadhan, kuantitas dan kualitas ibadah ditingkatkan. Kita jadi beramai-ramai salat wajib dan sunnah, bersedekah dan mengeluarkan zakat, serta ibadah-ibadah lain. semarak ramadhan makin bertambah ketika semua orang seakan berlomba-lomba untuk mengantarkan takjil ke tetangga dan saudara.

Pandemi covid-19 yang masih melanda dunia membuat suasana ramadhan agak berbeda. Memang kita tetap puasa seperti biasa, tetapi ada beberapa perubahan dalam beribadah, dan harus disesuaikan dengan protokol kesehatan. Tujuannya agar kita tetap bisa mendekat kepada-Nya tanpa takut akan resiko penularan corona.
Penyesuaian yang pertama adalah salat tarawih berjamaah di masjid.

Sebaiknya salat ini dilakukan di rumah saja, karena jamaah di masjid bisa menimbulkan kerumunan dan ada potensi menularkan corona. Walau sudah banyak yang pakai masker, tetapi kita tidak bisa menjamin siapa yang melepasnya di dalam masjid. Ketika ternyata ia OTG, akan ada penularan dan jangan sampai wassalam alias berakhir di pemakaman.

Pemerintah bukannya melarang umat muslim untuk salat, tetapi imbauan ini untuk memproteksi mereka dari bahaya penularan corona.

Karena lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan? Lagipula, salat tarawih yang dilakukan di rumah bersama keluarga inti juga tetap sah dan berpahala. Janganlah memaksakan diri karena melindungi tubuh dari corona jauh lebih penting.

Selain imbauan untuk salat tarawih di rumah saja, ibadah lain yang ada penyesuaian adalah buka puasa.

Sudah umum dilakukan buka puasa bersama rekan kerja, bersama keluarga besar, maupun buka puasa sekaligus reuni teman sekolah/kuliah. Namun jangan sampai buka puasa berakhir dengan bencana karena menimbulkan klaster baru.

Memang kurva pasien corona belakangan agak melandai, tetapi kita masih harus waspada, salah satunya dengan menahan diri untuk tidak mengadakan buka puasa bersama.

Saat makan bersama di waktu maghrib, otomatis semua orang membuka masker untuk memasukkan makanan dan minuman. Saat itulah corona bisa mengintai, karena droplet akan tersebar dari salah satu atau banyak peserta buka bersama yang jadi OTG.

Jika ada 1 saja yang jadi OTG maka seluruh pengunjung rumah makan yang jadi tempat buka bersama bisa tertular corona. Korbannya bisa dari konsumen rumah makan tersebut, maupun pegawainya.

Apakah Anda mau makan-makan dan buka bersama selama 2 jam tetapi merana selama 14 hari saat isolasi di Rumah Sakit? Jawabannya tentu tidak, bukan?
Selain buka puasa bersama dan salat tarawih di masjid, penyesuaian yang lain adalah ketika sahur.

Jika dulu kita bisa sahur sambil berdonasi nasi kotak keliling ke kaum dhuafa alias sahur on the street, maka sekarang jangan lakukan. Bukannya pelit, tetapi mobilitas banyak orang akan membuat penularan corona makin ganas, walau hanya pergerakan di dalam kota.

Jika ingin berdonasi, maka bisa diganti dengan menyumbang ke panti asuhan atau lembaga amil zakat dan sedekah yang terpercaya. Masih banyak cara untuk menambah pahala tanpa harus beresiko kena corona. Sabar saja dan tunggu pandemi usai, baru adakan acara sahur keliling seperti dulu.

Penyesuaian pada beberapa ibadah saat ramadhan seperti salat tarawih di masjid, sahur on the street, dan buka puasa bersama, wajib dilakukan. Lebih baik sahur, berbuka puasa, dan salat tarawih di rumah saja. Tetap berpahala dan mematuhi protokol kesehatan sehingga bebas dari penularan corona.

Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute