Oleh: Raditya Rahman
Pemerintah terus mempercepat realisasi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan. Relokasi IKN ke wilayah baru tersebut memberikan banyak harapan diantaranya pemerataan kesejahteraan.
Pemindahan ibukota sudah mulai menunjukkan titik terang, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan anggaran pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) masuk dalam APBN 2022. Dirinya menilai pembangunan ibukota baru, memiliki nilai penting bagi Indonesia. Salah satunya pemerataan pembangunan.
Dalam kesempatan rapat virtual, dirinya mengatakan bahwa pemindahan ibukota negara, merupakan kebutuhan Indonesia masa depan dengan mobilitas tinggi, demografi berubah dan kebutuhan lingkungan sustainable.
Lanjutnya, pembangunan IKN baru di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bisa dilakukan dengan berbagai skema yang inovatif atau tidak melulu mengandalkan keuangan negara atau APBN.
Ia membeberkan, pihaknya akan terus jaga dan kawal dalam tingkat rasional dan reasonable jadi kebutuhan jangka menengah dan panjang terhadap kebutuhan pembangunan, pemulihan ekonomi nasional, serta konsolidasi fiskal.
Dia menambahkan pemindahan ibu kota menjadi penting karena merefleksikan kebutuhan pemerataan pembangunan, non-jawa dan non-Jakarta sentris. Hal ini sebagai upaya reorientasi pemerataan pembangunan dan transformasi perekonomian.
Selain itu juga demi keseimbangan antara cita-cita kemajuan bangsa, kehati-hatian dan kemampuan daya dukung keuangan negara.
Dukungan pembiayaan dan mitigasi risiko pemindahan ibu kota ini melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), skema kerja sama pemerintah dan badan usaha, pemberdayaan swasta dan penugasan badan usaha milik negara.
Sebelumnya presiden RI Joko Widodo sepakat untuk tetap fokus membangun infrastruktur di berbagai pelosok Tanah Air seperti periode sebelumnya. Orang nomor satu di Indonesia tersebut meyakini bila ketersediaan infrastruktur akan mempercepat ekspansi ekonomi.
Meski demikian, pengerjaan infrastruktur ada beberapa yang mengalami penundaan sementara. Hal tersebut karena pandemi Covid-19 menyerang Indonesia sejak Maret 2020. Salah satunya yang ditunda adalah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Akibat pandemi, pemerintah lantas melakukan refocusing dan realokasi anggaran dengan prioritas pada penanganan dampak Covid-19. Kebijakan energi berkeadilan tetap menjadi perhatian utama. Di mana setiap masyarakat Indonesia mempunyai akses yang sama terhadap energi.
Perlu diketahui juga bahwa kondisi Jakarta sebagai ibu kota sudah tidak ideal dengan beragam permasalahan yang tidak kunjung usai seperti kemacetan dan banjir.
Ia juga menyatakan adanya kondisi tersebut, seharusnya bukan jadi alasan pemindahan ibu kota, bahkan harusnya diatasi terlebih dahulu.
Di sisi lain, ekonom Fadhil Hasan mengatakan dalam kurun 100 tahun, setidaknya adalah 30 negara di dunia yang memindahkan ibu kotanya, sehingga proyek ini sebenarnya merupakan hal yang lumrah.
Dalam hal ini, Fadhil meminta pemerintah melakukan kajian serius terhadap faktor-faktor penyebab gagalnya pemindahan ibu kota di negara lain.
Fadhil menuturkan, Indonesia saat ini tidak memiliki kapasitas ekonomi dan keuangan untuk membiayai pembangunan ibu kota baru.
Pada kesempatan berbeda, Pada kesempatan berbeda, Direktur perkotaan, Perumahan dan Permukiman Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Tri Dewi Virgiyanti menjelaskan, Smart City dalam ibu kota baru akan membuat segala hal menjadi lebih mudah, terkontrol dan terbuka untuk publik.
Virgiyanti mencontohkan. Adanya mass rapid transit (mrt) dan bus di ibukota baru bisa terlihat apakah kendaraan ada masalah, dimana kendaraan berada, hingga bisa tercatat jumlah penumpang yang naik, hal ini tentu saja salah satu penerapan dari smart mobility yang bisa diakses masyarakat.
Sementara itu, pandangan berbeda datang dari Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2014-2015 Andrinof Chaniago. Andrinof mendukung langkah pemerintah melakukan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Andrinof menjelaskan bahwa, alasan pemindahan ibukota bukan semata-mata gerah atau risau dengan kondisi Jakarta, namun untuk menyelamatkan Pulau Jawa.
Ia menilai, Pulau Jawa telah dihuni oleh 60 persen penduduk Indonesia, tetapi luasnya hanya 7 persen, sebuah perbandingan yang tentu saja tidak memadai.
Andrinof juga memprediksi, bahwa pada tahun 2060 nanti penduduk di Jawa, kemungkinan akan naik 2 kali lipat dari angka yang sekarang atau sekitar 300 juta dengan luas daratan yang hanya 7 persen.
Oleh karena itu, pemindahan ibu kota bisa menyelamatkan Pulau Jawa, terutama lahan pertanian yang dikenal subur. Sehingga mengurangi kemungkinan penggunaan lahan subur untuk pembangunan.
Adanya lahan pertanian ini juga harus diselamatkan, karena kebutuhan pangan yang kian meningkat. Selain itu, Andrinof juga yakin pemindahan ibu kota akan menciptakan pemerataan antar wilayah.
Sehingga pemindahan Ibu Kota tentu saja mendukung percepatan pemerataan kesejahteraan secara merata.
Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Tinggalkan Balasan