Oleh: Asep Maulana
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) masih saja diprotes oleh sebagian orang. Mereka seharusnya langsung membawanya ke jalur hukum, bukannya hanya protes di media sosial.
KPK benar-benar menjadi buah bibir ketika para pegawainya diangkat jadi ASN, penyebabnya karena mereka harus melaksanakan ujian bernama tes wawasan kebangsaan (TWK). Ada saja yang nyinyir dan curiga bahwa TWK hanya modus semata untuk menyingkirkan pihak tertentu.
Padahal tes ini tak hanya untuk pegawai KPK, melainkan juga untuk calon PNS lain.
Jika ada yang masih mempermasalahkan tes wawasan kebangsaan, maka jangan hanya beropini di depan wartawan atau di sosial media. Pasalnya, hal itu hanya membuat kerusuhan dan menjelekkan KPK. Padahal nama baik KPK harus dibela, karena ia satu-satunya lembaga anti korupsi yang menyelamatkan uang negara dari kebocoran.
Hendardi, ketua Setara Institute menyatakan bahwa seharusnya mereka yang masih mempermasalahkan TWK langsung saja membawanya ke jalur hukum. Dalam artian, bawa saja ke muka pengadilan dan biarkan hakim yang menilai apakah KPK benar-benar melaksanakan ujian secara objektif atau bukan. Karena sudah ada banyak bukti dan saksi.
Untuk membawa ke jalur hukum, maka pihak yang keberatan akan hasil TWK bisa langsung pergi ke PTUN (pengadilan tata usaha negara). Setelah mengisi berkas yang tersedia, maka proses hukum akan berjalan dan akan diadakan pengadilan untuk menilai apakah keputusan akhir KPK akan hasil TWK sudah benar. Sehingga akan muncul fakta yang diharap bisa dimengerti oleh pihak yang berpolemik.
Hendardi menambahkan, sudah waktunya manuver dan politik TWK dihapuskan. Dengan jalur hukum (menggugat ke PTUN) maka menunjukkan demokratis dan mekanisme bernegara. Selain itu, jalur hukum adalah cara yang resmi, bukan manuver politik picisan yang dilakukan oleh beberapa orang.
Jika ada polemik pada KPK dan diselesaikan dengan jalur hukum, maka menunjukkan bahwa pemerintah menjalankan sistem demokrasi dengan sebaik-baiknya. Masyarakat dipersilahkan untuk menggugat. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa Pemerintah tidak otoriter. Selain itu, KPK adalah lembaga negara maka harus tunduk secara ketat di bawah perintah negara sebab dasar dari pembentukan KPK adalah independensi.
Setelah hasil tinjauan hakim keluar dan ada keputusan, maka pihak yang memprotes TWK diharap untuk tidak kecewa. Faktanya tes ini sangat valid dan tidak macam-macam. Dalam artian, ini tidak sejelek yang mereka kira. Jangan hanya bisa protes karena akan mempengaruhi psikologis para pegawai KPK dalam melaksanakan kerjanya untuk memberantas korupsi.
Ali Fikri, juru bicara KPK (plt) bidang penindakan menyatakan bahwa jika ada yang berpendapat lain maka silakan dilakukan tindakan uji terhadap keputusan yang dimaksud. Pelaksanaan tes wawasan kebangsaan memang tidak ada di UU nomor 19 tahun 2019 (UU KPK), melainkan tertuang dalam perpu nomor 1 tahun 2020 dan perkom nomor 1 tahun 2021.
Dalam artian, proses dan pengolahan hasil ujian TWK sudah memiliki payung hukum yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa tes ini adalah keputusan bersama dan sangat objektif. Bukan subjektif dan atas perintah seseorang yang menjadi pejabat tinggi di KPK, seperti yang dituduhkan oleh beberapa pihak.
Semoga dengan pembolehan jalur hukum alias menggugat ke PTUN, maka polemik tentang tes wawasan kebangsaan di KPK akan segera berakhir. Masalahnya, polemik ini sudah berlangsung selama berbulan-bulan dan meresahkan masyarakat, karena melihat banyak orang yang bertikai. Padahal seharusnya mereka bekerja sama untuk menindak korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menyelamatkan uang negara.
Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Tinggalkan Balasan