Lokasi klinik rapid test di Gilimanuk. (Foto: ist)

Jembrana – Sekitar tujuh klinik membuka praktik melayani rapid test pada pelabuhan Gilimanuk di masa pandemi COVID-19. Sayang, sampah medis ditimbulkan mendapatkan sorotan. Begitu juga belum pasti, apakah semua klinik ini mengantongi izin dan tenaga medis ditempatkan bersertifikasi.

“Masalah limbah medis ini adalah masalah yang pelik, ini memerlukan penanganan yang khusus dan terpantau. Dimana pengangkutan limbah itu sesuai aturan adalah 2 x 24 jam,” terang sumber tidak ingin namanya disebut, Sabtu (24/07/2021)

Sumber ini menjelaskan bahwa limbah medis mungkin mengandung bahan penyakit yang saat digunakan bersentuhan dengan pasien. Dikhawatirkan dapat berkembang menjadi penyakit bila tidak ditangani dengan benar. “Tetapi bila belum bisa diakomodir sebaiknya disediakan cold storage (lemari pendingin) untuk menghambat pertumbuhan kuman,” imbuhnya.

Kondisi ini ditegaskan sumber, seharusnya diberikan sanksi administrasi atau bahkan bila ditemukan malpraktik dari klinik perijinannya bodong seperti yang terjadi di Ketapang Banyuangi agar ditindak tegas. “Keselamatan seperti yang terjadi waktu yang lalu seperti alat test bekas, sebaiknya di giring ke arah pidana, karena ini menyangkut keselamatan orang banyak,” ungkap sumber.

Perlu diketahui sebelumnya petugas Gabungan terdiri dari Satgas Covid-19 dan unsur TNI AL memeriksa belasan klinik rapid test antigen di sekitar lokasi pintu masuk pelabuhan penyeberangan ASDP Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam Operasi Gabungan ini, petugas menertibkan belasan klinik Rapid Test Antigen yang menjamur.

Petugas mendapati surat izin praktik yang tidak resmi alias bodong serta tenaga medis yang tidak berkompeten belum memiliki izin praktik. Bahkan, sebagian dari mereka, ternyata, ada yang masih magang sebagai mahasiswa kesehatan.

“Mereka melakukan praktik bodong, termasuk sumber tenaga medisnya tidak bisa menunjukkan bahwa ia adalah para medis yang kompeten untuk pengambilan swab. Untuk melihat kompetensinya tentu ada secarik kertas, tentang pelatihan atau training yang mengatakan ia layak. Saya nyatakan kondisi itu tidak layak,” jelas dr. Edy Hermanto selaku Kasi Yankes Primer Dinkes Banyuwangi.