Oleh : Muhammad Zaki
Presiden Jokowi tidak akan pernah mengamandemen UUD 1945. Beliau menegaskan ini berulang kali dan memang tidak berniat melakukannya.
Belakangan muncul isu bagai bola panas yang menggelinding liar, ketika UUD 1945 akan diamandemen. Entah siapa yang meniupkan gosip ini, yang jelas sangat mengganggu ketentraman masyarakat. Presiden sendiri juga bingung mengapa beliau jadi seperti ‘dituduh’ ingin mengamandemen UUD 1945.
Presiden Jokowi terus menegaskan untuk menolak amandemen UUD 1945, meskipun perubahan diperbolehkan. Beliau beralasan bahwa bukan pemimpin partai dan memang tidak pernah ingin mengganti isi UUD 1945, apalagi demi kepentingan pribadi. Dalam artian, presiden lebih memikirkan nasib rakyat daripada mengubah pasal-pasal dalam UUD.
Presiden Jokowi menambahkan, tidak ada yang bisa menjamin bahwa amandemen akan dilakukan secara terbatas. Takutnya ketika dibuka amandemennya maka akan merembet ke mana-mana. Oleh sebab itu, beliau tidak mau mengamandemen UUD 1945 walau hanya 1 pasal.
Amandemen UUD memang diperbolehkan tetap dengan syarat-syarat yang berat. Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Bayu Dwi Anggono menyatakan bahwa amandemen konstitusi merupakan hal yang wajar. Dengan syarat tidak bertentangan dengan dasar negara pancasila. Ini adala sesuatu yang alami dan bagaimana melihat materi amandemennya.
Bayu menambahkan, amandemen konstitusi harus berhati-hati, agar tidak masuk ke dalam 4 wilayah ini: pertama, tidak bertentangan dengan penguatan sistem presidensial, kedua, tidak mengubah bentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sedangkan yang ketiga adalah tidak mengubah bunyi pembukaan UUD 1945. Sementara itu, syarat amandemen yang keempat adalah tidak perlu ditambah lagi penjelasn tentang UUD 1945.
Amandemen UUD adalah isu yang sangat sensitif karena sebagai kepala negara, Presiden Jokowi diperbolehkan untuk melakukannya. Namun beliau memilih untuk tidak melakukannya karena memang tidak merasa ini adalah hal yang urgent. Dalam artian, saat pandemi lebih baik fokus pada cara menolong rakyat agar tidak kelaparan, daripada ‘sekadar’ mengubah isi UUD 1945.
Isu tentang amandemen UUD 1945 terus mengencang, terutama karena tahun 2024 makin dekat. Saat itulah pergantian presiden sehingga ada saja pihak yang mengembuskan gosip bernapaskan politik, dan seolah-olah Presiden Jokowi ingin mengamandemen UUD 1945, agar beliau bisa terpilih kembali dalam pilpres mendatang.
Padahal Presiden Jokowi di lain kesempatan sudah menegaskan penolakan terhadap wacana jabatan 3 periode. Beliau tidak berambisi untuk menambah masa kepemimpinan menjadi RI-1. Wacana ini entah siapa yang memulainya dan yang terjadi malah ‘digoreng’ ke mana-mana, seolah-olah beliau yang mengusulkannya, padahal tidak sama sekali.
Memang saat pemerintah orde baru tumbang, UUD 1945 langsung diamandemen dan kalimat ‘presiden boleh dipilih kembali’ ditambahkan menjadi ‘presiden boleh dipilih kembali maksimal 2 periode’. Namun saat ini tidak pernah ada lintasan pikiran sama sekali untuk merevisi kalimat itu menjadi ‘maksimal 3 periode’.
Publik perlu mengingat bahwa presiden 3 periode adalah lemparan isu dari oposisi, yang bertingkah bagai Sangkuni di cerita pewayangan. Mereka yang mengembuskan gosipnya tetapi Presiden Jokowi yang merasakan getahnya. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk tidak terlalu percaya akan kabar burung, apalagi yang hanya katanya dan katanya.
Presiden Jokowi dengan tegas menolak amandemen UUD 1945 karena beliau tidak merasa ada suatu urgensi untuk mengubahnya, walau sebagai pejabat nomor 1 di Indonesia beliau boleh melakukannya. Selain itu, amandemen tidak akan mengubah atau menambah masa jabatan presiden. Jadi, masyarakat diharap tenang dan tidak termakan oleh hoaks dan isu yang bermacam-macam.
Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
Tinggalkan Balasan