Sidoarjo – Grafik penularan covid-19 di Indonesia, saat Pemberlakuan Pembatasan kegiatan masyarakat menuai kritik Politisi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono.
Menurutnya, saat kebijakan PPKM darurat dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, penularan covid-19 naik 1-2 kali dan jumlah kematiannya naik hampir 2 sampai dengan 3 kalinya dan saat PPKM itu di longgarkan, level 4 dan turun hingga ke level 2 jumlah kasus baru menurun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini bukti bahwa beban masyarakat berkurang, sehingga imunitasnya bertambah. Ini yang saya lihat yang terjadi di seluruh Indonesia seperti itu, baik di Surabaya atau di Sidoarjo, dari sini Pemerintah perlu mengkaji ulang, kepada masyarakat yang menggunakan transportasi, karena masyarakat yang menggunakan transportasi terutama jarak jauh, baik itu pesawat maupun kapal laut ataupun kereta api, ini adalah kegiatan yang sesaat bagi masyarakat itu sendiri”Ucap BHS, sapaan akrabnya, Kamis (9/9)
Sebetulnya, sambung BHS, Pemerintah tidak perlu membuat kebijakan dengan persyaratan yang begitu ribet, toh pergerakan masyarakat juga dapat terpantau dengan KTP, jadi sebenarnya tidak perlu lagi menggunakan persyaratan yang dobel, misalkan vaksin dua kali, maupun PCR dan Antigen.
“Kalau misalnya, vaksin ini bisa dipercaya, dan bagus, seharusnya tidak perlu dengan persyaratan yang lain, antigen maupun PCR. Namun, masyarakat tetap mentaati Protokoler Kesehatan yang ketat”Ungkap BHS, yang juga ketua harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Dikatakan BHS, Persyaratan daripada antigen dan PCR itu, dilakukan satu hari atau dua hari sebelum bepergian, padahal mereka itu (Masyarakat-red), selama melaksanakan tes antigen atau tes PCR mereka harus tunggu hasilnya, tergantung jumlah yang antri.
Penasehat PT Dharma Lautan Utama (DLU) ini, melanjutkan, selama mereka menunggu hasil dalam satu jam atau satu hari apakah tidak bisa tertular penyakit. Kemudian, selama perjalanan di darat apakah ada jaminan untuk tidak tertular. ini tidak ada alasan bagi para pengguna transportasi publik harus antigen atau PCR. Karena, bisa saja mereka tertular dalam 1 detik atau setelah itu.
“Tes Antigen dan PCR hanyalah syarat formalitas, tapi bukan untuk kepentingan pencegahan, lebih baik ini di hilangkan, karena masyarakat sekarang ini lagi susah susahnya” Kata BHS, berbincang dengan para wartawan di Sidoarjo.
Dia mencontohkan, seperti di negara-negara seluruh dunia, masyarakat yang gunakan transportasi domestik tidak ada persyaratan Vaksin, tes Antigen atau PCR melainkan hanya di thermo test (cek suhu tubuh), hanya di Indonesia saja yang memiliki kebijakan berlapis. Kecuali, biaya antigen atau PCR dibebankan kepada pemerintah. Ini juga percuma, jika sumber pendanaan dari APBN, karena sama saja dengan menggunakan uang Rakyat.Tutupnya.