Bukittinggi, – SMKN 2 Bukittinggi mengelola Edotel diduga tidak memiliki dasar hukum, sehingga pendapatan yang diperoleh tidak disetorkan ke Kas Daerah.

Pengelolaan Edotel hanya ditetapkan oleh kepala sekolah, karena SMKN 2 Bukittinggi ini belum ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Pembangunan Edotel SMKN 2 Bukittinggi berasal dari APBD Pemko Bukittinggi dan pemerintah pusat. Selama tahun 2011 sampai dengan 2016, pendapatan dari Edotel selalu disetor ke Kas Daerah Pemko Bukittinggi.

Baca juga : Kepala SMKN 2 Bukittinggi Akui Tidak Setorkan Pendapatan Edotel ke Kas Daerah

Pendapatan Edotel SMKN 2 Bukittinggi Rawan Penyimpangan

Seiring dengan berpindahnya kewenangan bidang pendidikan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017, pengelolaan SMKN 2 Bukittinggi termasuk Edotel SMKN 2 Bukittinggi pun berpindah yang semula berada di bawah Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi, berpindah ke Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat.

Sementara pada tahun 2020 SMKN 2 Bukittinggi memperoleh pendapatan dari pengelolaan Edotel sebesar Rp40 juta lebih, dan penggunaan langsung dana dari hasil pengelolaan sebesar Rp78 juta lebih, serta terdapat saldo Kas Edotel per 31 Desember 2020 adalah sebesar Rp237 juta lebih.

Kondisi tersebut membuka peluang terjadinya korupsi atas hasil pemanfaatan barang milik daerah Edotel SMKN 2 Bukittinggi yang tidak disetorkan ke Kas Daerah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pada  Pasal 24 Ayat (1) menyatakan bahwa semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam bentuk uang dianggarkan dalam APBD.

Kemudian Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, pada Pasal 130 ayat (1) menyatakan bahwa hasil sewa barang milik daerah merupakan penerimaan daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah.

(Darlin)