Oleh : Putu Prawira
Tempat-tempat wisata akan dibuka lagi, tentu dengan syarat protokol kesehatan yang ketat. Prokes harus ditaati untuk menghindari terbentuknya klaster corona baru. Pandemi memang belum selesai tetapi perekonomian tetap harus berjalan, dan pengusaha pariwisata bahagia karena diperbolehkan lagi untuk membuka tempatnya.
Pandemi memukul hampir semua sektor, terutama pariwisata. Banyak pengusaha turisme dan wisata jadi megap-megap karena turis asing jelas jauh berkurang jumlahnya, karena ada pembatasan masuknya WNA negara tertentu. Selain itu, PPKM yang diberlakukan sejak pertengahan 2021 membuat ditutupnya banyak tempat wisata, untuk menghindari terbentuknya kerumunan.
Sejak 2 bulan ini kasus corona di Indonesia menurun drastis, dan sudah tidak ada lagi daerah yang berstatus PPKM level 4. Pengendalian covid yang bagus ini juga berdampak pada sektor pariwisata, karena pemerintah mengizinkan mereka untuk membuka lagi usahanya. Tentu harus dengan syarat kedisiplinan akan menaati prokes 10M.
Chusmeru, pengamat pariwisata dari Unsoed menyatakan bahwa rencana pembukaan kembali objek wisata akan menjadi kabar gembira bagi masyarakat dan pelaku usaha pariwisata, tetapi tetap dibarengi kehati-hatian, mengingat pandemi belum berakhir tuntas. Tujuannya agar tidak membentuk euforia masyarakat, karena mereka terlalu senang bisa liburan lagi.
Chusmeru melanjutkan, untuk proteksi bisa dengan mensyaratkan penunjukan kartu vaksin, agar keadaan di tempat wisata aman. Saat ini masyarakat memang sudah banyak yang divaksin dan mereka bisa memperlihatkannya melalui aplikasi Peduli Lindungi. Sehingga jika sebuah objek wisata hanya dimasuki oleh mereka yang sudah divaksin, relatif lebih aman.
Selain syarat menunjukkan kartu vaksin, maka prokes ketat harus dijaga, jangan sampai terbentuk klaster corona baru. Pasalnya kita berkaca pada kejadian tahun 2020, ketika ada pelonggaran. Akhirnya tempat-tempat wisata juga ditutup, karena pada libur lebaran dibuka tetapi pengunjungnya membludak, sehingga melanggar protokol kesehatan.
Jangan sampai liburan malah membawa bencana, karena akan menaikkan kembali kasus corona di Indonesia. Beberapa minggu ini keadaan sudah relatif aman dan pasien corona ‘hanya’ 700-an per harinya. Jangan sampai euforia di tempat wisata malah menaikkan kasus covid di Indonesia, sehingga semua orang wajib menaati prokes ketat.
Pengetatan prokes amat wajar karena jika muncul 1 saja kasus covid, tempat wisata harus ditutup selama 14 hari, untuk disterilkan. Hal ini tentu membuat pemiliknya rugi waktu dan biaya. Oleh karena itu, lebih baik berdisiplin prokes, daripada nantinya terpaksa menutup bisnisnya karena corona.
Sebuah tempat wisata yang dibuka kembali harus punya wadah cuci tangan, lengkap dengan sabun disinfektan. Tiap pengunjung harus memakainya, dan jangan dilihat saja. Atau, mereka bisa diberi sesachet hand sanitizer untuk membersihkan tangan, sebagai bonus setelah membeli tiket.
Untuk pembelian tiket juga bisa melalui pembayaran dompet digital, sehingga menurunkan resiko penularan dari kontak fisik. Kasir yang bertugas di loket juga wajib pakai double masker, agar memperkuat filtrasi dari droplet yang bisa bertebaran di udara.
Pengunjung yang memasuki tempat wisata juga dibatasi, maksimal hanya 50% dari kapasitas. Tujuannya agar tidak membentuk kerumunan, sehingga aman dari resiko penularan corona. Aturan ini wajib ditegakkan, agar pengunjung sehat, sekaligus tidak membuat pemilik tempat wisata rugi karena harus menutup tempatnya jika ada kasus covid yang ditemukan.
Pemberlakuan prokes 10M wajib dilakukan di tempat wisata, jika mereka ingin membukanya kembali. Jangan sampai ada kasus corona lagi gara-gara mengabaikan prokes. Oleh karena itu, baik pengunjung maupun pemilik objek wisata, harus disiplin dan menaati aturan. Selain itu, syarat vaksinasi bisa diberlakukan untuk tiap pengunjung, agar menurunkan resiko terbentuknya klaster corona baru.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini
Tinggalkan Balasan