Oleh : Nurul Sidik
Kebijakan Pemerintah RI dalam mengatasi perubahan Iklim mendapatkan apresiasi dunia. Pujian tersebut menunjukkan bahwa langkah-langkah konkret Pemerintahan Presiden Jokowi telah diakui dan sudah pada jalur yang benar.
Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk kebijakan Hijau Eropa dan Iklim Frans Timmermans mengapresiasi komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dalam mengatasi perubahan iklim dunia.
Dalam kesempatan diskusi publik yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia, Frans Timmermans mengatakan, dirinya sangat senang sakali adanya perkembangan di Indonesia mengenai perubahan iklim. Jadi ada peningkatan kesadaran yang luar biasa bahwa kita harus menangani perubahan iklim dan harus melakukan sesuatu untuk menangani perubahan iklim.
Timmermans mengungkapkan bahwa ada ambisi yang jelas dari Indonesia, yaitu menjadi salah satu pemimpin iklim di ASEAN. Para pemimpin di G20 berdiskusi untuk menjauhi penggunaan batu baru dalam jangka waktu tertentu dan harapan untuk meningkatkan potensi solusi berbasis alam dan meningkatkan kesehatan atau kebersihan laut.
Ia mengatakan potensi energi baru terbarukan di Indonesia sangat luar biasa. Indonesia memiliki sumber energi surya, sumber energi air, sumber energi angin, maupun sumber energi panas bumi. Timmermans berujar, hal ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa dan menari perhatian, karena Indinesia menjadi sangat ambisius terkait komitmen dalam mengatasi perubahan iklim dan pada saat yang sama Indonesia juga tumbuh dengan kecepatan yang tinggi dalam hal pembangunan.
Ia mengungkapkan efek dari optimisme atau komitmen yang dimiliki Indonesia mengenai perubahan iklim akan memberikan dampak positif kepada negara-negara berkembang lainnya.
Timmermans mengatakan, Indonesia sangat beruntung dengan adanya energi baru terbarukan yang dimilikinya dan dirinya melihat hubungan bilateral antara negara-negara Eropa, Uni Eropa dengan Indonesia sangat kuat. Hubungannya dengan negara-negara ASEAN lainnya juga baik.
Sebelumnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menekankan komitmen kuat Indonesia dalam menjadi bagian solusi untuk mengatasi perubahan iklim dunia. Penekanan itu Jokowi sampaikan saat menerima Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk kebijakan Hijau Eropa dan Iklim, Frans Timmermans di Istana Merdeka, Jakarta
Sebagai salah satu pemilik hutan dan ekosistem mangrove terbesar, Indonesia menyadari posisi strategisnya. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga menyampaikan langkah-langkah konkret yang telah dicapai oleh Indonesia sebagai komitmennya dalam menangani perubahan iklim.
Seperti penurunan emisi 29 persen dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030 sejauh ini berjalan baik. Pemenuhan komitmen ini disumbang dari turunnya kebakaran hutan, penurunan emisi hutan dan tata guna lahan, deforestasi hutan yang mencapai tingkat rendahm dan rehabilitasi mangrove yang mencapai 600 ribu hektar.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menuturkan bahwa Jokowi juga menegaskan bahwa isu perubahan iklim dan lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari isu tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Artinya, perlu ada keseimbangan antara menjaga alam dan menciptakan pembangunan.
Retno mengatakan bahwa keseimbangan memamng diperlukan, dan keseimbangan ini hanya bisa tercapai jika kita bekerja sama. Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Indonesia setidaknya membutuhkan dana hingga 365 milar dollar AS atau setara dengan Rp 5.131 triliun (kurs Rp 14.060) untuk menurunkan 29 persen emisi karbon hingga tahun 2030.
Bahkan, dananya akan lebih besar mencapai 479 milar dollar AS atau Rp 6.734 triliun untuk menurunkan emisi karbon sebesar 41 persen hingga tahun 2030. Hal ini menyusul komitmen Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Paris Agreement pada tahun 2016.
Di dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berbahaya untuk lingkungan, degan penurunan sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Sri Mulyani juga menjelaskan, pemerintah sudah meluncurkan berbagai instrumen untuk pendanaan perubahan iklim. Salah satu yang dilakukan adalah dengan menerbitkan obligasi berwawasan lingkungan (global bonds) yang dananya dikucurkan untuk proyek-proyek ramah lingkungan.
Perubahan iklim merupakan masalah yang sangat serius, sehingga membutuhkan penanganan yang melibatkan beragam sektor. Tentu saja kerja sama antara kementerian, lembaga hingga private sectors diperlukan agar Indonesia mampu menjadi pemimpin di Asia Tenggara dalam hal penanganan perubahan iklim.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini
Tinggalkan Balasan