Demo Buruh Menghambat Pemulihan Ekonomi
Oleh : Dedy Kusnandar
Para buruh akan berdemo tanggal 29-30 November 2021 untuk memprotes kenaikan Upah Minimum yang menurut mereka terlalu sedikit. Masyarakat menentang demo ini karena masih pandemi dan mengganggu pemulihan ekonomi yang saat ini terus membaik.
Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 sudah diumumkan dan ada kenaikan yang lumayan. Pemerintah sudah berbaik hati menaikkan gaji para buruh, walau sedang masa pandemi, karena menaati Undang-Undang ketenagakerjaan. Sayang sekali niat baik pemerintah malah ditentang buruh karena mereka tidak puas dengan kenaikan gaji yang dianggap ‘receh’.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan bahwa para buruh akan berdemo untuk menuntut kenaikan upah minimum provinsi 2022, pada tanggal 28-30 november. Aksi ini sengaja digelar selama 3 hari dan diikuti dengan mogok kerja, karena mereka marah dengan kenaikan UMP yang hanya 1%. Jika masih belum ditanggapi maka mereka mengancam akan demo lagi tanggal 6 desember 2021.
Masyarakat heran dengan kelakuan buruh yang selalu protes ketika UMP ditetapkan, padahal tiap tahun upah selalu dinaikkan. Para buruh bagai tidak bersyukur karena ada kenaikan gaji. Walau hanya 50.000 rupiah tetapi patut disyukuri karena ada kenaikan, bukannya stagnan atau bahkan dipotong. Lagipula upah buruh sekarang sudah cukup tinggi, di DKI Jakarta saja sudah 4 juta lebih sedikit.
Selain itu, demo buruh juga bisa berekor panjang dan merugikan negara, terutma pada sektor perekonomian. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa demo buruh berpotensi menghambat pemulihan ekonomi nasional, karena bisa menambah pasien Corona. Pemeritnah akan bertindak tegas karena saat ini masih pandemi, jadi tidak boleh ada unjuk rasa di kota manapun di Indonesia.
Logikanya begini, ketika ada demo maka ada kerumunan dan mayoritas pengunjuk rasa pasti melepas masker karena kepanasan dan pengap. Padahal situasi itu berbahaya karena bisa jadi ajang penularan Corona, dan droplet bertebaran dengan bebas di udara. Padahal Corona varian delta bisa menular hanya dengan berpapasan dengan Orang Tanpa Gejala (OTG).
Sedangkan saat demo mereka tidak tahu siapa yang sehat dan siapa yang berstatus OTG. Apalagi jika belum divaksin, akan makin mudah terserang Corona. Seharusnya mereka berkaca cari demo-demo sebelumnya, ketika ada random test rapid dan ditemukan banyak yang positif covid di kalangan pendemo.
Banyaknya buruh yang kena Corona bisa menyebabkan penularan ke keluarganya, dan menaikkan angka pasien covid di DKI Jakarta. Kemungkinan terburuk adalah pabrik ditutup karena buruhnya kena Corona sehingga roda perekonomian terhambat. Jakarta juga bisa berubah statusnya jadi zona merah dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 karena banyak yang tertular Corona dari para pendemo, sehingga perekonomian makin tersendat.
Para buruh seharusnya paham dan tidak terbawa emosi lalu nekat berangkat demo. Mereka tidak sadar bahwa demo yang berlangsung dalam beberapa jam, bisa berefek negatif pada beberapa bulan ke depan. Bukannya mendapat kenaikan upah, malah bisa jadi gajinya dipotong karena mereka mengajukan cuti sangat panjang karena kena Corona, atau jika buruh harian maka hanya bisa gigit jari karena tak masuk kerja dan tak dapat duit.
Lebih baik mengalah dan bersabar karena kenaikan upah meski belum terlalu banyak, adalah sebuah rezeki. Bukankah rezeki akan terasa cukup ketika disyukuri? Saat berdemo berarti mereka kurang bersyukur dan terus merasa kurang dan kurang, padahal gajinya sudah jauh lebih baik daripada tahun-tahun yang lalu.
Janganlah nekat berdemo karena para buruh bisa berpotensi kena Corona, apa tidak sayang nyawa yang hanya satu-satunya? Selain itu, demo buruh bisa berdampak negatif pada pemulihan ekonomi, karena pabriknya ditutup ketika pekerjanya kena Corona.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Tinggalkan Balasan