Kasus Melasti, Bandesa Adat Canggu Jadi Khawatir Kelola Pesisir Pantai
Bendesa Adat Canggu Wayan Suarsana. (Doc.Deliknews.com)
Badung – Permasalahan pengelolaan Pantai Melasti dilakukan Desa Adat Ungasan kembali mendapat simpati dari sesama Bendesa Adat di Kabupaten Badung.
Menyusul sebelumnya Bendesa Adat Jimbaran dan Tuban, kini giliran Bendesa Adat Canggu Wayan Suarsana mengungkapkan keprihatinannya. Pihaknya justru mengaku was-was, khawatir untuk melakukan pengelolaan pantai sebagai potensi sumber ekonomi desa adat dibalik kasus Pantai Melasti.
“Selama ini kita desa adat seolah-olah melakukan pembiaran. Sementara mau bergerak, tapi legalitas kepastian hukum belum ada. Harapannya, pengelolaan pantai ini ada di desa adat. Seperti yang di Kuta misalnya, pengelolaan Pantai Kuta diserahkan ke desa adat. Kami juga di Canggu harapannya demikian. Jadi perlu ada kepastian, agar tidak dihantui permasalahan dikemudian hari,” tandas Bendesa Adat Canggu Wayan Suarsana kepada wartawan, Selasa (11/04/2022)
Wayan Suarsana berharap permasalahan pengelolaan Pantai Melasti antara Desa Adat Ungasan dengan Pemkab Badung dapat diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Ia meminta Pemerintah sebagai Guru Wisesa dapat memberikan tuntunan kepada masyarakat adat.
“Sebagai sesama pengayah di desa adat, harapannya permasalahan di Desa Adat Ungasan terkait pengelolaan Pantai Melasti itu dapat diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Agar dapat segera selesai, karena ditunggu-tunggu juga oleh desa adat yang lainnya,” katanya.
Seperti diketahui sebelumnya, pengelolaan Pantai Melasti oleh Desa Adat Ungasan dipermasalahkan oleh Pemkab Badung, lantaran Bendesa Adat Ungasan dianggap menyerobot tanah negara. Bahkan, atas permasalahan itu, Bupati Badung Nyoman Giri Prasta sampai membuat laporan polisi.
“Masyarakat desa adat ini kan pemerintah juga yang punya. Masyarakatnya kan satu antara desa adat dengan dinas. Jadi alangkah baiknya kalau sinergi, seiring seirama dalam memajukan daerah kita,” imbuhnya.
Untuk di Canggu sendiri, sebut Wayan Suarsana tengah berbenah. Ia juga berharap Desa Adat Canggu dapat mengelola potensi ekonomi kawasan pantai yang ada sebagai sumber pendapatan desa guna membiayai penyelenggaraan urusan upacara dan budaya agar tetap menjadi daya tarik wisata.
“Kita di Canggu sedang berbenah. Bagaimana baiknya terkaitnya penataan pantai yang ada di Canggu. Harapannya kita dapat akses mengelola pantai seperti di desa-desa lain sehingga dapat menjadi sumber pemasukan desa untuk membiayai acara-acara adat,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, untuk kebutuhan biaya penyelenggaraan urusan adat dalam setahun di Desa Adat Canggu sendiri mencapai angka sekitar Rp 600-700 juta.
“Juga untuk upacara ngaben, memukur, metatah, tiga bulanan massal yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali, desa adat menyisihkan dana hampir Rp 300-500 juta untuk mensubsidi masyarakat,” ucapnya
Untuk memenuhi kebutuhan itu sebutnya lagi, Desa Adat Canggu selama ini mengandalkan dana dari 20% pendapatan LPD (Lembaga Perkreditan Desa), pendapatan jasa pengangkutan sampah, ditambah dana BKK (Bantuan Keuangan Khusus) dari Provinsi.
“Kebutuhan kita untuk adat dalam setahun, sekitar Rp 600-700 juta. Juga untuk upacara ngaben, memukur, metatah tiga bulanan setiap 5 tahun sekali. Itu desa adat menyisihkan dana hampir Rp 300-500 juta untuk mensubsidi masyarakat. Dan Desa Adat Canggu sendiri untuk saat ini belum ada mengelola kawasan pantai yang ada di wewidangan (wilayahnya),” papar Wayan Suarsana.

Tinggalkan Balasan