Pelembang – Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono, menyebutkan Light Rapid Transit (LRT) Palembang Sumatera Selatan sangat memprihatinkan, karena hingga saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat dan bahkan pendapatan LRT setahun hanya sebesar Rp15 Milyar.
Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini mengatakan, pendapatan LRT Palembang masih jauh dibawah biaya operasional. Dimana, biaya LRT untuk kelistrikannya saja sudah sebesar 7 Milyar perbulan, berarti pertahunnya sebesar 84 Miilyar rupiah, belum biaya operasional lainnya seperti Sumber daya manusia, perawatan berkala dan lain lain .
“Menurut data, anggaran APBN setiap tahun harus mensubsidi sebeaar Rp160 milyar di tahun 2022. Anggaran ini belum termasuk pengembalian hutang ke China Development Bank (CDB) yg membiayai pembangunan LRT sebesar Rp10,9 triliun dengan bunga 4,7% pertahun. Yang berarti bunganya saja kurang lebih sebesar Rp470 milyar setahun , itu belum termasuk pengembalian pinjaman, yang besarannya biasanya sama dengan besaran bunga pertahunnya”Imbuh pemilik sapaan akrab BHS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Alumni ITS Surabaya ini, melanjutkan dengan banyaknya beban yang harus ditanggulangi. Siapa seharusnya yang bertanggung jawab terhadap beban biaya LRT tersebut?Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kota?
“Seharusnya biaya LRT tidak boleh membebani Pemerintah Pusat secara terus menerus dan harusnya Pemerintah Provinsi dan Kota mempunyai kewajiban ikut bertanggung jawab membantu penyelesaian biaya operasional dari LRT tersebut karena yang memanfaatkan adalah masyarakat di wilayah tersebut”Kata BHS.
Bukan seperti saat ini, lanjut anggota dewan Pakar Partai Gerindra, kekurangan beban biaya operasional 100% diselesaikan oleh Pemerintah Pusat, padahal masyarakat seluruh Indonesia sebagaian besar tidak memanfaatkan LRT tersebut dan bahkan jumlah penumpang pesawat yang menggunakan LRTpun tidak lebih dari 5%.
Sudah seharusnya Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota ikut mendorong masyarakatnya mau menggunakan LRT dan perlu adanya kajian secara mendalam dari Kementerian Perhubungan mengapa masyarakat Palembang sangat kurang berminat memanfaatkan LRT. Tutup BHS
Editor : Primedia