Foto: Pengacara Harmaini Idris Hasibuan, S.H (tengah) bersama tim hukumnya, Putu Arta, SH (kiri) dan Ketut Arianta, SH. (deliknews/wan)
Denpasar – Panas, tidak saja hakim dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) nama pengusaha inisial H juga diseret sebagai pihak mengincar lahan Laba Pura Dalem Balangan biar punya akses ke pantai. Adapun pihak penggugat dalam sengketa lahan total seluas 14 hektar ini adalah I Made Dharma cs dengan 6 obyek gugatan.
Pengacara Harmaini Idris Hasibuan, S.H, selaku kuasa hukum tergugat (Made Tarip Widharta cs) sampai mengutip pernyataan Menkopolhukam Mahmud MD terkait adanya industri hukum dalam peradilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasalnya menurut Hasibuan, S.H, bukti-bukti penggugat semuanya disinyalir palsu alias tidak identik dengan obyek maupun subyek hukum. Dibalik itu, pihak hakim juga disebut-sebut tindak mencerminkan profesionalisme dan terkesan ganjil.
Menariknya, mesti belum ada putusan dalam kasus ini, pihak pengacara tergugat (pelapor, red) menyakini hakim akan memenangkan penggugat. Sehingga pihaknya melakukan upaya menunda putusan hakim untuk segera melanjutkan proses pelaporannya di polisi.
“Kenapa kami laporkan, saya curiga. Pertama memeriksa tempat berdasarkan pipil. Tidak bisa! Setiap undang-undang pokok agraria berlaku apabila bidang tanah itu sudah bersertifikat maka pipil itu diabaikan. Sertifikat itu menjadi patokan karena itu menjadi obyek eksekusi dan obyek gugatan,” terang Harmaini Idris Hasibuan, S.H kepada wartawan di Denpasar Bali, Kamis (24/08/2021)
Alasan lain pelaporan ke KY juga dikatakan, dalam gugatan para penggugat adalah masuk ranah pidana. Didalamnya ada unsur pemalsuan, intimidasi dan fitnah. Seharusnya dibawa dulu dan diselesaikan ke ranah pidana bukan ditangani dalam hukum perdata.
“Harusnya hakim itu tanggap bahwa ini gugatannya perkara pidana, kamar-kamar peradilan itu sudah diatur. Akibatnya apa, kalau perkara pidana diperiksa oleh kamar perdata selain bertentangan dengan hukum, presidennya nanti masyarakat bisa gugat perkara pidana dalam gugat perkara perdata, kalau bisa seperti ini. Harusnya selesaikan dulu di kamar pidana,” pungkasnya.
Lebih lanjut dikatakan, sewaktu timnya minta putusan sela agar perkara ini ditolak atau ditangguhkan juga tidak diindahkan hakim. Menurut pihaknya, hakim sendiri harusnya melaporkan adanya bukti palsu kepada polisi namun tidak dilakukan.
“Sewaktu kami minta putusan sela berdasarkan pertimbangan hukum yang tadi, agar perkara ini kalau tidak bisa ditolak, tangguhkan. Sesuai pasal 183 IR dan pasal 29 AB dan 30. Pasal 183 memerintahkan kepada hakim kalau ada barang bukti yang palsu hakim sendiri harusnya melaporkan polisi untuk mengusut kasus ini, bukan kami. Faktanya kami yang lapor ke polisi. Saya curiga hakim tidak jujur dan berpihak dengan dasar pertimbangan tadi,” singgung Hasibuan.
KPN Denpasar Anggap Laporan Biasa
Kepala Pengadilan Negeri (KPN) Denpasar, I Nyoman Wiguna, S.H., M.H., menganggap pelaporan ke KY adalah hal yang biasa ketika dikonfirmasi awak media.
“Laporan itu bisa-bisa saja, tapi juga di lihat laporan itu menyangkut etik, bukan masalah pertimbangan hukum. Karena pertimbangan hukum yang menilai hanya upaya hukum,” paparnya kepada awak media.
Ia mengaku bertugas sudah sesuai prosedur dan etik yang berlaku sehingga harus dia jalankan. Semua dalam sidang perdata tersebut sudah dilakukan, ia juga tak melarang atau membatasi warga negara untuk melaporkan dirinya ke KY.
“Kalau masalah pertimbangan hukum mau di masukin berarti subyektif menilai dari satu sisi pelapor tanpa melindungi hak pihak lain,” imbuhnya.
Kuasa Hukum Penggugat Bantah Pernyataan Tergugat.
Dikonfirmasi terpisah, Putu Nova Christ Andika Graha Parwata, S.H, M.H, CTL selaku kuasa hukum penggugat menuturkan, seluruh pernyataan pihak tergugat, terutama terkait surat palsu, adalah tidak benar. Karena patut juga kita harus hormati proses persidangan di PN Denpasar yang sedang berjalan dan belum diputus.
“Bahwa yang disampaikan pihak tergugat kami bantah. Karena klien kami tidak pernah menandatangi surat palsu. Klien kami juga tidak pernah menggunakan stempel Lurah atau aparat lainnya yang palsu. Selain itu, kami juga tidak pernah membuat surat yang masih hidup saya katakan meninggal dan yang meninggal saya katakan masih hidup,” tutup Nova lewat resume dikirimkan ke awak media.
Memanasnya kasus sengketa ini berawal dari Made Dharma dan kawan–kawan menggugat Made Tarip yang isi gugatannya menyatakan bahwa mereka adalah sebagai ahli waris yang sah dari pada I Riyeg (alm), dari I Wayan Sadra (alm) selaku pewaris yang garis keturunannya bukan berdasarkan darah (purusa). Dimana hubungannya menyangkut masalah lahan yang disebut-sebut sebagai lahan Laba Pura Dalem Balangan seluas 14 hektar (Ha).