SURABAYA – Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Jatim kembali mengingatkan Pemkot Surabaya dan Kejaksaan untuk paham dengan posisinya sebagai pesuruh konstitusi rakyat.
Hal ini disampaikan Ketua Kosgoro 1957, Yusuf Husni, menanggapi polemik tender proyek Rumah Sakit Surabaya Timur yang dimenangkan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) pada Jumat (29/9/2023).
Menurutnya, Kejaksaan diperintah oleh rakyat untuk bertugas dalam penegakan hukum. Pemkot ditugaskan oleh rakyat untuk mengelola pemerintahan di Kota Surabaya. “Mereka kita gaji dari uang rakyat. Bila dalam melaksanakan tugas mereka ada kesalahan kami pemilik kekayaan dan kedaulatan sejati wajib mengingatkan. Dan bila perlu akan kita maki-maki bila kerja tidak sesuai harapan rakyat,” kata Yusuf Husni.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nama Kejaksaan disinggung Yusuf mengingat dalam hearing Komisi D DPRD Surabaya, Rabu (27/9/2023) lalu, terungkap pemenangan tender PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) tetap dilanjut meski berstatus dalam pengawasan pengadilan sejak PN Niaga Makassar sejak dinyatakan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS).
Hal ini sebagaimana disampaikan Kabid Bangunan Gedung DPRKPP dan menjabat sebagai PPK, Iman Krestian yang mengklaim pihaknya telah berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya terkait status PKPU tersebut.
Sehingga menurut Iman, aparat penegak hukum (APH) yang dimaksud kejaksaan telah membuat jaminan hukum bahwa tender tidak masalah. Dan hari ini tanggal 29 September 2023 bisa dilakukan teken kontrak.
“Kami sudah konsultasi ke Kejati dan Kejari Surabaya. Dalam kasus PKPU PTPP tidak ada masalah. Proyek bisa jalan terus. Dan rencana teken kontrak tanggal 29 September,” ujar Iman saat itu.
Iman beralasan bahwa sesuai pendapat kejaksaan, tiga unsur, yakni ‘pailit, dalam pengawasan pengadilan dan perusahaan tidak sedang dihentikan’, tidak bisa dibaca terpisah melainkan harus dilihat secara keseluruhan.
“Jangan mentang-mentang berkuasa lupa kalau kekuasaan itu kami berikan dalam waktu terbatas. Untuk walikota kita beri waktu hanya 5 tahun. Bila kerjanya bagus kita perpanjang 5 tahun lagi. Dan untuk kejaksaan batasnya kalian akan pensiun atau dipensiun dini atau dipecat karena ulah yang sangat tidak terpuji. Kami ingatkan harus paham posisi ini,” kritik Yusuf.
Terkait jaminan hukum (legal opinion) dari kejaksaan, menurut Yusuf, pihak kejaksaan wajib menunjukkan surat jaminan hukum Itu ke publik.
Hanya saja Yusuf menyayangkan jika kejaksaan sampai memberi jaminan hukum secara resmi terkait tiga unsur yaitu ‘pailit, dalam pengawasan pengadilan dan perusahaan tidak sedang dihentikan’, yang dianggap terpenuhi. Padahal hanya satu unsur saja yang tidak bisa dipenuhi yakni ‘dalam pengawasan pengadilan’.
“Sejak kapan kejaksaan punya kewenangan memutuskan suatu perkara. Kami ingatkan itu, kewenangan pengadilan sebagai lembaga pemutus perkara. Jangan seenaknya memberi pertimbangan hukum yang bukan wilayahnya. Apalagi kasasi PTPP tanggal 22 September ditolak oleh PN Makasar,” urainya.
Yusuf juga mengingatkan bahwa kekuasaan jangan dimanfaatkan sesuai selera. Dan pihaknya sebagai pemberi tugas akan sangat kecewa bila pendapat hukum yang diberikan atas dasar pesanan sebagai pembenaran hukum atas barang yang salah.
“Bila pendapat hukum itu terus dijalankan dan Pemkot teken kontrak dilakukan hari ini, silahkan. Mereka nantinya harus siap menanggung resikonya. Yang jelas kami masih meyakini pendapat hukum dibuat oleh oknum kejaksaan telah sangat mencederai institusi kejaksaan. Dari pangamatan kami kejaksaan masih konsisten dan berusaha untuk meningkatkan kualitas kinerjanya secara proporsional dan profesional dalam pelaksanaan penegakan hukum di Jatim,” tegasnya.
Untuk hal ini, Yusuf mendesak Aswas bila perlu Jamwas turun tangan dalam masalah ini agar tetap terjaganya eksistensi kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum di Jatim. Demikian juga oknum Pemkot yang terlibat segera diperiksa dan KPK segera bertindak.
Mengenai status PKPU, Yusuf mempertanyakan PTPP apakah mempunyai dana untuk menggarap proyek tersebut. Padahal logikanya, jika mereka punya uang pasti tidak akan menunda-nunda bayar utang. Apalagi sampai melakukan kasasi.
“Apakah bayar utangnya harus nunggu pembayaran sekitar 20 persen uang muka proyek RS Surabaya Timur. Sebab dari dana itulah nantinya akan dibayarkan utang-utangnya. Hanya saja ini aneh mengapa PTPP yang tidak membayar utang dan berstatus PKPU tetap dipaksakan jadi pemenang dan ikut dicarikan pembenaran hukum ke kejaksaan. Harusnya bila PTPP bermasalah langsung digugurkan bukan malah dibela sampai minta perlindungan kejaksaan. Inilah pertanyaan besar kami kenapa hal ini bisa terjadi. Kami kami yakin KPK sudah sangat paham masalah ini dan harapan kami segera bertindak,” imbau Yusuf.
Selain itu, Yusuf juga mengajak seluruh Arek Suroboyo untuk mengawal proyek RS Surabaya Timur. Pasalnya, untuk tahun ini sudah dianggarkan Rp 200 miliar lebih. Secara teknis dalam kurun waktu 3 bulan tidak akan mungkin bisa dilakukan sesuai progres.
“Mana mungkin 3 bulan bisa dikerjakan 40 persen lebih. Karena itu kami yakin semangat PTPP bahwa anggaran Rp 200 miliar akan dicairkan semua. Jadi mari kita awasi bersama duit Arek-arek Suroboyo. Agar jangan dipakai secara ugal ugalan,” demikian Yusuf.
Seperti diketahui, tender proyek RS Surabaya Timur senilai Rp 503.574.000.000 awalnya dipermasalahkam karena ada selisih penawaran cukup besar dari peserta tender. Panitia tender lalu memenangkan PTPP dengan pengajuan penawaran Rp 494.603.098.000. Padahal PT Waskita Karya mengajukan penawaran yang lebih rendah yakni Rp 476.884.578.000. Ada selisih Rp 17.718.520.000.
Masalah lain yang kemudian muncul adalah status PTPP yang dinyatakan dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar No.9/Pdt.Sus.PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.
Hal ini membuat status pemenang tender dipertanyakan. PTPP selaku pemenang tender, bila tetap dipaksakan untuk teken kontrak, dinilai akan menabrak aturan. (firman)