BANYUWANGI – Sidang Gugatan perbuatan melawan hukum atas terbitnya Sertifikat Hak Milik Nomor 00017/Desa Kedaleman, Kecamatan Rogojampi seluas 1507 meter persegi antara Olivia Irawan, Herlambang, Notaris Rini Lagonda dengan Kartika Permatasari di Pengadilan Negeri Banyuwangi, memanas.
Ini tidak lepas dari ucapan Kartika di koran Radar Banyuwangi yang mengatakan sudah dirugikan oleh
Olivia Irawan, Herlambang dan Notaris Rini Lagonda atas jual beli tanah milik ayahnya tersebut dan Kartika sudah membuat surat Pengaduan ke Polresta Banyuwangi.
Tak terima dengan pernyataan dari Kartika, Notaris Rini Lagonda pun angkat bicara dan melakukan hak jawab atas pemberitaan yang dilempar Kartika. Minggu (7/01/2024).
Sebagai terlapor saya menunggu hasil penyelidikan dari Polresta Banyuwangi. Saya menghormati institusi Polri yang menangani laporan ini. karena selama ini pihak Polresta juga belum mengeluarkan statement apapun ke pihak luar, sebaiknya rekan media pun sebelum menerbitkan berita tersebut hendaknya terlebih dahulu tabayun dengan Polresta, agar tidak timbul polemik hukum terkait pengaduan Kartika di Polresta Banyuwangi.
Akta-akta yang dimaksud yang dibuat dihadapan saya Notaris atau PPAT telah menjadi bukti yang sempurna bahwa perbuatan hukum pengalihan hak telah terjadi diantara pihak pihak. Ada mekanisme yang harus dilalui sebelum para pihak mendatangani akta dihadapan saya selaku pejabat, tidak ada prosedur hukum yang dilanggar. Apa yang dipalsukan ? Dalam hal ini saya menjalankan perintah jabatan sesuai dengan UU jabatan Notaris dan Peraturan Pemerintah. Kami yang melaksanakan tugas Undang-Undang tidak dipidana, Pasal 50 KUHPidana jelas mengatur hal tersebut.
“Pelaporan Kartika sedang berproses di Polresta Banyuwangi. Hormati institusi tersebut dengan sabar menunggu apa hasil penyelidikan dari Polresta Banyuwangi, sekalipun saya mengetahui saya yang menjalankan tugas jabatan tidak bisa dipidana,” katanya.
Menurut Notaris Rini, dirinya tidak ada hubungan hukum apapun dengan masalah perdata antara Olivia Irawan dan Herlambang dengan Kartika Permatasari.
“Kita juga mengenal Adagium dalam hukum pidana Nullum Delictum Nula Poena Sine Pravea Lege Poenali. Permasalahan ini sesungguhnya masalah perdata, terkesan dipaksakan ke ranah pidana, Apa yang saya palsukan ? Apa bukti awal yang disampaikan pelapor ? Berharap ada klarifikasi, koordinasi terlebih dahulu, apalagi ada MoU IPPAT dengan Polda Jatim, Ada Jurisprudensi Keputusan MA No. 702.K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973 yang dapat dijadikan petunjuk,” sambungnya.
Sebagai seorang Notaris/Ppat Rini juga menyesalkan perihal penulisan kata Oknum notaris dalam pemberitaan di Koran Radar Banyuwangi tersebut.
Menurutnya penulisan tersebut terkesan telah memvonisnya bersalah, dan kata Oknum sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang atau anasir dalam arti kurang baik atau gelap.
“Saya percaya tujuan pers untuk meluruskan apa yang benar, tidak berpihak pada seseorang, sesungguhnya ada apa?, mestinya rekan Pers terlebih dahulu meminta keterangan Polresta Banyuwangi,” sesal Notaris Rini Lagonda.
Ditegaskan oleh Rini, jika Kartika telah mengetahui sejak Tahun 2017, kenapa tidak diurus, ? Dan apakah Kartika masuk dalam kategori sebagai korban. Selama orang tua masih hidup, dia berhak atas harta bendanya. Ironi sekali mencari harta yang jelas jelas sudah dijual orang tuanya, sewaktu hidup. Kartika mengatakan keluarga, keluarga yang mana, dalam hal ini Pelapor adalah Kartika pribadi,
“Saya berharap jika ada pembisik-pembisiknya Kartika, baiknya muncul kepermukaan, harus gentle, jangan bersembunyi, karena bisa ada konsekuensi hukumnya bagi pihak yang turut serta,” tegasnya.
Berkaitan tentang permintaan Salinan, bahwa Salinan Akta Jual Beli (AJB) dipastikan oleh Notaris semua sudah diserahkan kepada masing-masing pihak semasa hidup mereka dan juga kepada Pihak Olivia dan Herlambang, semua ada registrasi. Jika yang berkepentingan meminta salinan kembali, bisa saja tapi ada mekanisme yang harus ditempuh.
“Perlu saya tegaskan disini, pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut adalah orang-orang yang cakap dan berwenang (bekwaam end bevoegd). Apa hubungan dengan tindakan pelapor yang pada saat itu masih dibawa umur, ? Nullum Delictum Nulla Poena Sine praevia Lege Poenali yang berarti tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu. (Pasal 1 ayat 1 KUHP),” pungkas Notaris Rini Lagonda.
Terpisah, Hendrick Daud Sinaga SH,. MH, selalu kuasa hukum dari Penggugat Olivia Irawan dan Herlambang, mengkritik ucapan Kartika yang mengatakan bahwa keluarga baru mengetahui adanya Jual Beli tersebut di Tahun 2017. Menurutnya, ucapan Kartika tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum karena dapat menimbulkan dugaan kecurigaan yang salah.
“Disini harus dipertegas, keluarga yang mana yang merasa keberatan!. Sebab sebelumnya sudah ada pertemuan di kantor Kepala Desa Kedaleman,
Kecamatan Rogojampi antara Kartika, Fitri, Ibu Olivia dan Pak Herlambang,” ucapnya.
Hendrick juga merasa miris terkait
Kartika sebagai subyek hukum sudah membuat laporan atau pengaduan di Polresta Banyuwangi.
“Perlu dipahami, kalau kita membahas sebuah kejadian hukum, yang paling penting adalah waktu kejadian tersebut berlangsung. Waktu itu di tahun 2002 dan 2014. Kartika secara pribadi apakah mengetahui dan melihat langsung kejadian di tahun 2002 dan 2014 tersebut. Jangan dalam tanda kutip berlindung mengatasnamakan keluarga. Apalagi ada bahasa keluarga baru mengetahui tahun 2017. Kalau Kartika bilang seperti itu, berarti ada pembisiknya. Siapa pembisiknya?. Lebih baik bicara di depan, jangan mendoktrin Kartika,” lanjut Hendrick.
Ditegaskan oleh Hendrick, di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), pembeli yang beritikad baik ada 2 unsur. Pertama, membayar lunas dan yang kedua menghadap atau berhadapan langsung dengan Notaris.
“Dua orang itu sekarang sudah almarhum. Bapaknya Kartika sudah almarhum dan bapaknya ibu Olivia juga sudah almarhum. Dua orang ini sudah memenuhi unsur dalam SEMA tersebut. Menghadap notaris dan membayar lunas jual belinya. Lantas dimana ada keterangan palsunya? Sedangkan Notaris saja dalam bekerja, bertindak dalam menjalankan profesinya itu dilindungi oleh undang-undang. Dan itu harus sesuai prosedur. Apa yang tertuang didalam Akta itu berdasarkan kesepakatan dua belah pihak. Pihak si pembeli dan pihak si penjual. Itu dulu yang harus digaris bawahi oleh Kartika,” tegasnya.
Diingatkan oleh Hendrick, janganlah Kartika menciptakan cerita baru.
“Hati-hati, ada yang namanya keterangan palsu, ada yang namanya pencemaran nama baik. Itu harus dipahami oleh Kartika. Apalagi Kartika saat ini sedang kuliah di fakultas hukum dan selanjutnya menjadi sarjana hukum,” pungkas Advokat Hendrick Daud Sinaga dari Kantor Hukum T.S.R (Teguh,Santoso & Rekan).
Sebelumnya, Penggugat Olivia Irawan dan Herlambang dalam Gugatan perdata dengan nomer perkara 91/Pdt.G/2023/PN.Byw meminta seluruh gugatannya dikabulkan.
Menyatakan SAH, mempunyai Kekuatan Hukum, mempunyai Kekuatan Mengikat Sertifikat Hak Milik No. 00017/Desa: Kedaleman, Surat Ukur Tanggal 27/01/2023, Nomor: 00309/Kedaleman/2023, Luas. 1507 meter persegi, Nama Pemegang Hak, Olivia Irawan dan Herlambang, dengan Batas-Batas sebagaimana yang tercantum dalam Sertifikat.
Menghukum Tergugat Kartika Permatasari untuk membayar segala Kerugian Materiil yang dialami yakni sebesar Rp. 560.000.000 dan membayar Kerugian Immateriil sebesar Rp. 350.000.000 dalam bentuk uang. (Firman)
Tinggalkan Balasan