Denpasar – Keributan penembokan lahan hak milik sertifikat (SHM) No 1565 atas nama Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang di jalan Badak Agung Renon Denpasar yang dipasang lalu dibongkarnya kembali tembok oleh oknum tidak dikenal kini sedang didalami Kepolisian Resort Denpasar.

Sebagai pemilik hak tanah, Nyoman Liang melalui Penasihat Hukum (PH) Made Dwiatmiko Aristianto menjelaskan, bahwa lahan milik kliennya itu sudah dipasang garis polisi.

Pihaknya mengaku, telah melaporkan kejadian itu dalam dugaan pengerusakan berdasarkan Laporan Polisi (LP) Nomor LP/B/24/1/2024/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI tanggal 19 Januari 2024 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946.

“Kita melapor pasal 170 KUHP dan 406 KHUP. Dan setelah laporan itu, pihak Polresta langsung turun ke lapangan dan memasang garis polisi. Kami berharap, masalah ini segera selesai. Siapa pelaku perusakan agar segera ditangkap,” ujar Made Dwiatmiko Aristianto kepada wartawan di Denpasar, Selasa (23/1/24).

Saat disinggung wartawan terkait adanya klaim Tu Rah Mayun dari pihak Puri Denpasar lewat kuasa hukum I Ketut Kesuma soal munculnya akte pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor 185 dijadikan sebagai dasar pelaporan ke Polda Bali, Miko membantah hal itu. Pihaknya mengaku sampai saat ini belum ada pemanggilan perihal laporan dimaksud.

“Sampai saat ini kami belum dipanggil oleh Polda Bali. Yang jelas, klein kami tidak pernah membuat akte itu (No.185, red). Kita tidak tahu adanya akte tersebut dan siapa yang merekayasa. Dari kita apa untungnya. Jadi kita para pihak yang disebut menandatangani akte itu membantah. Silakan saja dibuktikan. Dan kami akan melaporkan terkait akte palsu,” pungkasnya.

Miko juga menjelaskan, terkait munculnya tudingan SHM yang dimiliki kliennya adalah abal-abal dan cacat administrasi, ia menyatakan hal itu dapat diuji lantaran proses jual beli telah dilakukan kliennya secara sah sebagai pembeli beritikad baik. Pihaknya berharap, agar kliennya segera dapat menempati dan melakukan hak pengelolaan lahan sebagai pemilik sah dilindungi undang-undang.

“Kita membeli dan membayar tanah itu, lalu mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN yang telah dikaji, diteliti dan sah oleh BPN. Abal-abalnya di mana? Apakah kami mendapatkan sertifikat dari luar instansi BPN? Kan tidak. Jika mereka menyebut abal-abal silakan dibuktikan secara hukum,” pungkas Miko.

Untuk diketahui sebelumnya, penembokan lahan dilakukan Nyoman Liang mendapat reaksi dari pihak AA Ngurah Mayun Wiraningrat (Tu Rah Mayun), Rabu pekan kemarin (17/01/2024)

Tu Rah Mayun keberatan, semasih ada gugatan di pengadilan dikatakan sebisa mungkin jangan ada kegiatan pada lahan dipermasalahkan. Pihaknya beranggapan sertifikat sebagai dasar hak dari Nyoman Liang menurutnya tidak sah.

“Intinya tidak ada pengempon. Saya sebagai ahli waris Cokorda masih punya hak di sini. Apapun terjadi saya akan lakukan. Mau buat sertifikat 20 kek. Jadi tolong, saya sebagai ahli waris dilibatkan. Saya heran sertifikat bisa dibuat abal-abal,” ungkap Tu Rah Mayun.

Ia juga menyampaikan tidak mau berbenturan supaya kondisi tetap kondusif dan menempuh langkah hukum atas apa terjadi.

“Gugatan sudah berjalan semua tanah itu merupakan laba pura. Jika terjadi sesuatu dan saya tidak bisa, saya serahkan kembali ke keluarga besar puri. Saya hanya mempertahankan apa yang menjadi hak,” tegas Tu Rah Mayun. (*)