Palembang – Rencana pemerintah dalam pengembangan infrastruktur pelabuhan penyeberangan belum konsisten dan masih setengah hati.
Hal itu disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono saat meninjau langsung Pelabuhan Tanjung Api-Api, Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan, Minggu (10/3) kemarin.
Dikatakan Anggota DPR-RI Terpilih periode 2024-2029, Pelabuhan tanjung api-api ini direncanakan tidak hanya menjadi pelabuhan darat tetapi juga laut untuk kepentingan logistik maupun penumpang yang akan menuju ke Palembang-Bangka Belitung.
Semua logistik tidak perlu lagi masuk ke Boombaro, planingnya sudah lama dan sudah direalisasikan dengan pembangunan pelabuhan penyeberangan di perbesar, sehingga kapal-kapal otomatis bertambah besar. Tetapi tidak diimbangi dengan perawatan alur, karena kepelabuhanan itu tidak hanya pelabuhannya atau dermaganya
“Pelabuhan itu terdiri dari Terminal, Dermaga dan alur. Alurnya harus bagus, ini alur yang dangkal sangat menyulitkan pelayaran yang ada di lintas Tanjung Api-Api-Bangka, mereka kesulitan pada saat air surut, kapal-kapal ini tidak bisa jalan, karena airnya kecil sedangkan syarat kapalnya cukup tinggi. Ini sering terjadi kandas”Imbuh pemilik sapaan akrab BHS
Tentu Ini, ungkap BHS, sangat membahayakan keselamatan penyeberangan. Pertama keselamatan pelayaran kapal, pernah terjadi kecelakaan tabrakan menyentuh alur, balik ke kapal lain sehingga ada korban”Ujar BHS
Kedua, kata Alumni ITS Teknik Perkapalan Surabaya ini, kapal-kapal itu menjadi cepat rusak dari sisi lunas kapal itu, kalau lunas tergeser lumpur atau sesuatu yang keras maka akan terjadi gerusan di pelat yang kemudian bisa cepat menipis belum sampai waktu doking, jebol bisa tenggelam kapal itu.
Ketiga lanjut BHS, perawatan dari sisi mesin. Ini juga bisa cepat rusak, karena mesin bukan menghisap air yang bersih melainkan lumpur dan akhirnya banyak kapal-kapal bisa cepat rusak. Katanya.
Maka itu, kata anggota Dewan Pakar Partai Gerindra, Ini yang harus cepat bisa diatasi pemerintah, karena syarat dari kedalaman itu 2 kali dari kedalaman kapal yang paling besar yang ada disini sebagaimana Keputusan Menteri Nomor 143 Tahun 2020. Ini tugas dari Kementerian, karena lintas antar Pemerintah.
“Solusinya ya harus dikeruk. Pelabuhan ini sudah lebih dari 10 tahun lalu, sejak tahun 2013, dan sampai sejauh ini tidak ada perawatan alur. Soal anggaran tinggi untuk pengerukan tak sebanding dengan pentingnya keselamatan penumpang dan logistik,” jelas BHS.
Tinggalkan Balasan