SURABAYA – Tergugat I Ellen Sulistyo melalui kuasa hukumnya selesai menghadirkan Dr. Ghansam Anand SH,.M.Kn dari fakultas hukum Universitas Airlangga (Unair) saksi ahli keperdataan dalam sidang gugatan Wanprestasi terhadap pengelolaan Restaurant Sangria by Pianoza jalan Dr. Soetomo No.130 Surabaya.

 

Diketahui, dalam gugatan wanprestasi nomor 684/Pdt.G/2023/PN.Sby ini, duduk sebagai Penggugat Fiffie Pudjihartono, Tergugat I Ellen Sulistyo, Tergugat II Effendy Pudjihartono dan Turut Tergugat I KPKNL serta Turut Tergugat II Kodam V Brawijaya

 

Kuasa hukum Ellen Sulistyo, Priyono Ongkowijoyo dalam kesimpulannya Kamis (21/3/2024) mengatakan,

1. Gugatan dari Penggugat Tidak Tepat, sebab berdasarkan dakta Penggugat (sekutu aktif) telah memberikan Kuasa kepada Tergugat II (sekutu pasif) untuk melakukan pengurusan, yang mana perbuatan Tergugat II mengikat Penggugat. Jika dalam formulasi gugatan Penggugat menggugat Tergugat II maka diibaratkan Penggugat menggugat dirinya sendiri yang mana menimbulkan kerancuan dalam surat gugatan.

 

2. Perjanjian yang berlaku dan mengikat antara pihak Kodam V Brawijaya dengan CV. Kraton Resto adalah Perjanjian SPK bukan perjanjian MOU.

 

3. Perjanjian Akta Pengelolaan antara Tergugat I dan Tergugat II, menurut ahli, pada bagian Komparasi tidak dimuat keterangan Tergugat II bertindak berdasarkan kuasa dari Penggugat, hal ini berakibat Akta Otentik terdegradasi menjadi Akta dibawah tangan.

 

Akta Pengelolaan antara Tergugat I dengan Tergugat II tidak sah, dimana dalam perjanjian tersebut mengatur jangka waktu selama 5 tahun dari 1 Agustus 2022 sampai dengan 7 November 2027, yang mana baru diketahui oleh Tergugat I di dalam Perjanjian Sewa Pemanfaatan Aset TNI AD. DHI Kodam V/BRAWIJAYA Nomor : SPK/05/XI/2017 antara Turut Tergugat II dan Tergugat II mengatur jangka waktu sewa selama 5 tahun dari 13 November 2017 sampai dengan 12 November 2022. Hal ini membuktikan Tergugat II tidak mempunyai hak untuk melakukan perjanjian pengelolaan dengan Tergugat I karena hak Tergugat II berakhir pada 12 November 2022.

 

Ada ketidakseimbangan kewajiban pada klausul Perjanjian Akta Pengelolaan antara Tergugat I dan Tergugat II, dimana Tergugat I sebagai pengelola mengalami kerugian tetapi harus membayar sharing profit kepada Tergugat II.

 

4. Perjanjian Sewa Menyewa SPK antara Turut Tergugat II dengan Penggugat dan Tergugat II hanya berlaku untuk para pihak dalam perjanjian itu. Jika Penggugat dan Tergugat II gagal untuk memenuhi kewajibannya pada pihak Turut Tergugat II, maka Tergugat II tidak bisa melimpahkan kesalahan atau pertanggung jawabannya kepada Tergugat I, sebab Tergugat I tidak memiliki hubungan hukum dan bukan merupakan pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa SPK.

 

5. Pada Perjanjian Sewa Menyewa SPK antara Penggugat dan Tergugat II dengan Turut Tergugat II terdapat klausul larangan yang pada pokoknya Penggugat dan Tergugat II dilarang mengalihkan dan menyewakan hak pengelolaan tanah kepada pihak ketiga tanpa pemberitahuan secara tertulis kepada Turut Tergugat II. Menurut ahli jika hal tersebut terjadi maka Penggugat dan Tergugat II telah melakukan wanprestasi kepada Turut Tergugat II.

 

6. Surat Kuasa dari Penggugat kepada Tergugat II untuk melakukan perjanjian pengelolaan dengan Tergugat I, ditemukan fakta tidak memuat keterangan untuk membuat perjanjian dengan pihak ketiga, dimana hal ini berakibat Akta Pengelolaan batal demi hukum karena Tergugat II tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan tindakan hukum.

 

7. Bahwa terjadi kejanggalan terkait Surat Kuasa Perjanjian Akta Pengelolaan antara Tergugat I dan Tergugat II yang diajukan sebagai bukti dari Tergugat II, dimana pada persidangan agenda pembuktian Tergugat II membawa Surat Kuasa asli, yang mana menurut Keterangan Ahli Surat Kuasa Asli tersebut wajib disimpan dalam protokol Notaris.

 

8. Bahwa dalam persidangan Kuasa Tergugat II bertanya apakah jaminan emas yang diberikan Tergugat II kepada Turut Tergugat II mengikat perjanjian itu ? Tidak bisa, jaminan atau DP tidak mengikat sebelum prosedur yang diatur dalam PMK dilaksanakan, dimana diketahui obyek perjanjian tersebut merupakan Barang Milik Negara yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Jika jaminan tersebut tidak sesuai dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maka perjanjian batal demi hukum dan berpotensi adanya Perbuatan pidana.

 

Mengenai persidangan tersebut, Ellen Sulistyo mengaku tercerahkan dengan keterangan-keterangan yang diberikan oleh saksi ahli.

“Saya sepakat karena memang itu sesuai fakta yang ada dan semakin membuat saya mengerti. Masalah perjanjian memang itu adalah tanggungjawab Effendi dengan Kodam, kalau saya diikut-ikutkan jadinya rancu karena itu bukan ranah saya,” ungkapnya saat dikonfirmasi.

 

Menurut Ellen, ranah sewa lahan dan lainnya itu urusan Effendi dengan Kodam.

“Sedangkan ranah saya adalah mengelola restauran Sangria, itupun saya merasa dibohongi karena banyak rangkaian kata-kata yang tidak benar, yang membuat saya akhirnya tertarik tandatangan perjanjian kerjasama tersebut karena Effendi mengaku kalau mitra baik dengan Kodam sehingga banyak aset-aset Kodam lainnya yang bisa kerjasama dengan saya,” lanjutnya.

 

Dikatakan Ellen, keterangan ahli di persidangan menerangkan bahwa suatu perjanjian terdiri dari kepala, badan, penutup.

“Disana di kepala yang pihak berwenang sudah salah, lalu isi juga timpang sekali dimana kewajiban pengelola ini tidak mengandung asas keseimbangan dimana antara hak dan kewajiban saya besar sekali sangat menguntungkan Effendi dan namun haknya effendi kecil sekali.

 

Dan nyatanya Effendi berusaha mengalihkan kewajibannya ke saya, nyatanya disebutkan kalau tidak bisa dialihkan ke pihak lain. Tapi sama effendi dialihkan ke saya tanpa sepengetahuan dan ijin dari pihak Kodam dan ini perjanjian sebetulnya hanya kesepakatan saja dimana adalah perjanjian di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum,” imbuh Ellen sesuai paparan ahli.

 

Mirisnya lagi tandas Ellen, ternyata perjanjiannya sudah mati atau kontraknya habis di tahun November 2022, mana ada kerjasama 5 tahun sudah habis 2 bulan saja.

‘Seperti keterangan ahli di dalam persidangan, ini jelas-jelas bahwa Effendi itu menggugat dirinya sendiri tapi menyeret saya, pihak Kodam, dan KPKNL. Sedangkan saya sendiri tidak pernah ada hubungan bisnis dengan penggugat yaitu Fifi Pudjihartono.

 

Saya hanya mohon bantuan perlindungan hukum kepada aparat negara dan mohon keadilan ditegakkan seadil- adilnya,” pungkas Tergugat I Ellen Sulistyo. (firman)