Jakarta – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI mengeluarkan pengaturan pembatasan operasional angkutan barang selama masa arus mudik dan arus balik Lebaran 2024.
Sejumlah pihak menyoroti keluarnya SKB Nomor: KP-DRJD 1305 Tahun 2024, SKB/67/11/2024, 40/KPTS/Db/2024 tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2024/1445 H.
Dalam aturan tersebut terdapat pembatasan angkutan barang Menjelang Lebaran 2024 yang berlaku pada: Jumat, 5 April 2024 pukul 09.00 waktu setempat – Selasa, 16 April 2024 pukul 08.00 waktu setempat.
Anggota Dewan Pakar Gerindra sekaligus praktisi transportasi dan logistik, Bambang Haryo Soekartono mengharap pemerintah untuk mengkaji ulang pemberlakuan aturan pembatasan angkutan barang tersebut secara nasional yang akan di berlakukan saat bersamaan dengan angkutan lebaran tahun ini.
“Menurut saya logistik tidak perlu dibatasi secara Nasional. Yang macet itu kan hanya wilayah Jawa bagian utara dan tengah, jadi logistik tidak perlu dibatasi tapi cukup diatur dengan memanfaatkan jalur yang tidak padat saat itu, yaitu di jalur jawa bagian selatan” ujar BHS kepada media, Kamis (28/3).
Caleg DPR terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur (Jatim) I ini menilai pemanfaatan jalur yang tidak padat untuk distribusi logistik di momen mudik Lebaran di jalur selatan itu bertujuan mengalihkan angkutan logistik dan penumpang agar tidak terjadi kepadatan di jalur utara dan tengah jawa.
“Kalau tidak di atur begitu, logistik di hentikan nanti bisa terjadi kelangkaan barang atau inflasi di musim lebaran. Dan ini akan berdampak terhadap ekonomi di masyarakat,” tegasnya.
Dia pun meminta agar peraturan sejenis itu jangan diberlakukan secara nasional. Pasalnya, daerah yang mengalami kepadatan dalam momen mudik Lebaran hanya ada di Pulau Jawa saja. Itu pun, jalur utara dan tengah saja, sedangkan jalan selatan load faktornya baru berkisar tidak lebih dari 25%.
“Sedangkan di Kepulauan lain di Indonesia relatif tidak terjadi kepadatan, apalagi wilayah-wilayah yang berpenduduk non muslim, seperti sulawesi utara, NTT, Papua, Kalimantan Barat dll, pasti tidak terjadi kepadatan arus kendaraan di wilayah tersebut, sehingga logistik di harapkan tidak di batasi secara nasional. misalnya di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, di mana load factor jalan-nya masih di bawah 50 persen saat terjadi kepadatan,”bebernya.
Sambung BHS, Angkutan logistik yang terus aktif di momentum lebaran ini akan berdampak kepada para pekerja logistik seperti industri pun masih tetap bisa bekerja. Sehingga bila terjadi pembatasan logistik akan berdampak menghentikan aktivitas industri sehingga para pekerja akan mudik semua dan ini berdampak kemacetan yang akan lebih parah lagi di pulau jawa.
“Kalau bisa logistik tetap berjalan, jika tidak (berjalan) kemungkinan dampaknya akan terjadi stagnasi di pulau jawa,” pungkasnya.
Senada dengan BHS, Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Sugi Purnoto menyatakan pembatasan barang pada mudik Lebaran akan memiliki dampak yang besar bagi ekonomi nasional.
“Aliran untuk kegiatan ekspor maupun impor, walaupun tidak dilarang tetapi dalam prakteknya kegiatan ekspor dan impor karena aksesnya memang bersinggungan dengan jalan tol itu mendapatkan pelarangan,” ujar Sugi.
Dengan demikian, distribusi barang-barang domestik juga mengalami kesulitan. Kendati dalam aturan tersebut terdapat pengecualian untuk barang kebutuhan pokok, namun Sugi meyakini praktiknya di lapangan akan sulit.
“Dalam prakteknya tetap terjadi pelarangan akses untuk pengiriman barang kebutuhan pokok. Untuk barang-barang yang kebutuhan pokok langsung berdampak kepada masyarakat bukan kepada distributor,” tandasnya. []
Tinggalkan Balasan