SURABAYA – Kejaksaan Negeri Tanjung Perak selesai menggelar sidang kasus penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp.1,5 miliar dengan terdakwa Emil Khasuna Bin Mochamad Afvan Husny. Rabu (24/4/2024).
Sidang digelar dengan agenda pemeriksaan saksi korban Lukman Ladjoni, yang adalah seorang direktur PT. Surya Bintang Timur, sebuah perusahaan pelayaran yang berkantor di Jalan Perak Timur 564 Blok A-9 Surabaya.
Dihadapan majelis hakim, saksi Ladjoni menyebut dia sudah transfer sebanyak Rp.1,5 miliar kepada terdakwa Emil Khasuna melalui Rekening Bank BRI atas nama CV. Mutiara Alam Sejahtera.
“CV. Mutiara Alam Sejahtera itu milik anaknya terdakwa Emil Khasuna yang seharusnya bisa dijadikan tersangka juga. saking hebatnya terdakwa Emil Khasuna ini kasus ini terjadi di tahun 2019 tapi baru disidangkan di tahun 2024,” katanya di ruang sidang Kartika 1 PN. Surabaya.
Terkait upaya penagihan, saksi Ladjoni bahkan menyebut bahwa dirinya pernah mendatangi rumah terdakwa Emil Khasuna di kawasan Pepelegi, Sidoarjo, namun dia malah di usir.
“Saya malah di usir dengan mengatakan saya tidak kenal kamu. Kan aneh orang ini, padahal saya pernah bertemu dengan dia dan Rahmad di Hotel Sheraton Surabaya. Korban dari Emil sebenarnya sudah banyak, tapi semua buntu di penyidikan. Hanya laporan saya yang bisa tembus selama 3 tahun. Luar biasa ini orang,” sebutnya.
Ditanya oleh ketua majelis hakim Rudito Surotomo kenapa saksi percaya begitu saja menyerahkan uang sebanyak Rp.1,5 miliar kepada terdakwa Emil Khasuna, apakah saksi tidak curiga kalau uang 100 juta dollar yang disimpan di Bank Dominica itu uang money laundry,?
“Terdakwa ini ngomong selama saya bekerja di Pertamina dia bilang banyak menerima fee dan terkumpul sangat banyak dan akan dicairkan ke Indonesia,” jawab saksi Ladjoni.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak Estik Dilla Rahmawati dalam surat dakwaannya mengatakan, kasus ini bermula pada Desember 2019, saat Rachmad Zulfian mendatangi Lukman Ladjoni dan membual memiliki kenalan yakni terdakwa Emil Khasuna yang mempunyai dana 100 juta dollar atau Rp. 1,4 Triliun yang disimpan di Standard Commerce Bank of Dominica.
Menurut Rachmad uang tersebut dapat masuk ke Indonesia melalui rekening Bank BRI dari terdakwa Emil Khasuna yang merupakan perwakilan dari PT Pertamina, Tbk yang berada di Amerika asalkan terdakwa Emil Khasuna menerbitkan lebih dulu Standby Letter Of Credit (SLBC) atau Bank Garansi.
Ladjoni percaya dengan bualan itu karena pernah mendengar Rachmad pernah menghubungi terdakwa Emil Khasuna menggunakan nomor telepon asing.
Rachmad juga membual jika terdakwa Emil Khasuna bersedia memberikan pinjaman kepada Ladjoni sebesar 10 Juta Dolar atau sekitar Rp.140 Miliar, asalkan Ladjoni memberikan pinjaman uang lebih dulu sebesar Rp 2 miliar yang dipergunakan untuk biaya adminitrasi pencairan dana 100 juta dollar atau Rp. 1,4 Triliun yang disimpan di Standard Commerce Bank of Dominica tersebut.
“Kemudian tanggal 25 Febuari 2020 Ladjoni mentransfer terdakwa Emil Khasuna uang sebesar Rp 1 Miliar ke Rekening Bank BRI atas nama CV. Mutiara Alam Sejahtera. Setelah uang Rp. 1 Miliar tersebut masuk. Terdakwa Emil Khasuna menyampaikan kepada Rachmad kalau uang transferan Ladjoni masih kurang Rp 1 Miliar. Kemudian Ladjoni pada 06 Maret 2020 kembali mentransfer ke nomor rekening BRI atas nama CV Mutiara Alam Sejahtera sebesar Rp 500 juta,” kata JPU Dilla saat membacakan surat dakwaan di Ruang Kartika 1 PN Surabaya.
Bukan untung tapi malah buntung, namun hingga ditunggu dua bulan lamanya setelah pentransferan tersebut, Ladjoni tidak memperoleh konfirmasi apapun dari Rachmad, sehingga Ladjoni mendesak untuk dipertemukan langsung dengan terdakwa Emil Khasuna.
Merasa terdesak, Rachmad pun mempertemukan Ladjoni dengan terdakwa Emil Khasuna di Hotel Sheraton Surabaya. Pada pertemuan tersebut membahas tentang kelanjutan uang yang ditransfer oleh Lukman.
Kepada korban, terdakwa Emil beralibi jika uang yang ada di Standard Commerce Bank of Dominica sulit untuk dicairkan di Indonesia. Kembali dengan serangkaian bujuk rayu dan tipu muslihat secara lisan, terdakwa Emil Khasuna memberikan saran kepada Ladjoni untuk mencairkan uang tersebut melalui Bank Singapura dengan cara membuka rekening di Singapura.
“Pada bulan Juli 2020, atas saran dari terdakwa Emil Khasuna, Ladjoni pun pergi ke Singapura dengan tujuan untuk membuka rekening Maybank Singapura. Setelah selesai membuka rekening di Singapura, terdakwa Emil Khasuna tetap tak kunjung mencairkan uang tersebut,” terang Jaksa Dilla.
Bahwa atas niat kejahatan yang bersekongkol itu yang memiliki dana di luar senilai Rp 100 juta Dolar milik terdakwa Emil adalah fiktif. Namun, Rachmad pernah meminta tolong kepada terdakwa Emil Khasuna untuk pengurusan penerbitan SBLC atas nama PT. Winerson Indonesia dari Standard Commerce Bank of Dominica ke Bank BRI, saat itu Rachmad merupakan komisaris pada perseroan tersebut,” imbuhnya.
Terdakwa Emil Khasuna meminta imbalan sebesar USD 150.000 kepada Rachmad atas pengurusan penerbitan SBLC tersebut. Akan tetapi SBLC yang dimaksudkan tersebut tidak terbit dikarenakan Standard Commerce Bank of Dominica merupakan Bank Private bukan Bank Pemerintah dan tidak menjalin korespondensi RMA/ Bank Line dengan Bank BRI. Atas kondisi tersebut, Rachmad Zulfian dan terdakwa Emil Khasuna mengetahui jika kepengurusan penerbitan SBLC alias Bank Gatansi tidak berjalan,” ungkap Jaksa Dilla.
Jaksa Dilla memastikan bahwa terdakwa Emil Khasuna tidak mempunyai kapasitas dan tidak bekerja dalam sektor perminyakan internasional maupun perbankan internasional dan uang yang dari Ladjoni yang sudah diterima oleh terdakwa Emil Khasuna dipergunakan untuk kebutuhan pribadi, dan terdakwa Emil Khasuna juga memberi Rachmad uang sebesar Rp.50 juta.
“Atas perbuatan terdakwa saksi Lukman Ladjoni mengalami kerugian sebesar Rp 1,5 Miliar dan Terdakwa didakwa dengan Pasal 378 KUHP Jo Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas Jaksa Watiko Dilla. (firman)
Tinggalkan Balasan