Jakarta – Penambahan Kementerian dinilai dapat dilakukan jika memang sesuai dengan kebutuhan dan efisiensi pengelolaan negara. Dan tentu saja, harus dilakukan sesuai dengan mekanisme aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menilai adanya wacana untuk menambah jumlah kementerian, bisa saja dilakukan jika memang ada kebutuhan dan didasarkan pada efektivitas.

“Kursi menteri ini, menurut saya, didasarkan pada kebutuhan. Indonesia ini kan negara besar, yang memiliki banyak tantangan kompleks dalam pengelolaannya. Mulai dari devisa hingga pengembangan sumber daya untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia,” kata BHS, demikian ia akrab dikenal,

Ia menilai bukan suatu hal yang berlebihan jika memang Presiden Terpilih Prabowo Subianto ingin menambah jumlah menteri.

“Selama itu sesuai dengan aturan mekanisme. Artinya, diajukan ke DPR, lalu dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Bisa tidaknya, ya tergantung dari persetujuan dari DPR dan MK itu. Tak perlu diperdebatkan sebenarnya,” ungkapnya.

Namun, lanjutnya, jika memang diperdebatkan, ia mengajukan perbandingan dengan jumlah menteri di negara tetangga.

“Malaysia itu memiliki 27 menteri dan 25 wakil menteri atau menteri muda, dengan luasan wilayah yang lebih kecil dan jumlah penduduk yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia,” urainya.

Ia juga membandingkan dengan Myanmar, yang memiliki 25 menteri dan 19 wamen atau Singapura yang memiliki 21 menteri dan 26 wamen atau menteri muda, hingga

“Jadi kalau kita dibandingkan, jumlah menteri mereka lebih banyak dibandingkan Indonesia saat ini. Padahal permasalahan dan tantangan yang dihadapi Indonesia itu lebih kompleks dibandingkan mereka. Misalnya, posisi Indonesia yang merupakan titik strategis, baik untuk logistik maupun penerbangan,” urainya lagi.

Ia juga mengungkapkan, adanya wacana pemisahan Kemendikbudristek menjadi Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kebudayaan, itu merupakan langkah yang baik.

“Karena apa? Karena pendidikan kita saat ini, bisa dikatakan sangat kurang, sehingga dibutuhkan pembenahan dan membutuhkan fokus, yang mungkin akan memberikan efek baik jika menjadi Kementerian terpisah. Di sisi lain, kebudayaan Indonesia juga harus menjadi fokus. Jadi sebaiknya, memang dipisahkan, agar lebih fokus menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Jangan sampai, budaya asli Indonesia yang hampir menyentuh 700 kebudayaan, tak terurus, yang nantinya malah menghilang,” kata BHS.

BHS menegaskan pelestarian dan pengelolaan kebudayaan ini, bukan hahya terkait dalam menjaga karakter bangsa Indonesia, tapi kedepannya akan bisa menjadi penunjang perekonomian.

“Wisatawan mancanegara itu suka sekali dengan wisata budaya. Sehingga dengan menjadi Kementerian yang berdiri sendiri, akan lebih baik dalam mengembangkan nilai ekonomis dari kebudayaan,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan usulan untuk dibentuk satu kementerian yang khusus mengurus sektor pangan. Termasuk juga, memisahkan kementerian yang mengurus pendapatan atau penerimaan dan pengeluaran atau pembiayaan negara, seperti yang diberlakukan di Malaysia.

“Pemisahan antara penerimaan dan pengeluaran ini, diharapkan bisa lebih mengoptimalkan tata kelola dari masing-masing sektor itu,” ujarnya lagi.

Ia menegaskan yang paling utama dalam pemisahan maupun penambahan Kementerian ini adalah keefektifan, efisiensi, proporsionalitas beban tugas masing-masing Kementerian, dan kesinambungan.

“Dan tentunya, sumber daya manusianya harus kompeten dan profesional di bidangnya. Untuk beberapa Kementerian, yang beban tugasnya memang banyak, bisa ditambahkan dengan wamen. Misalnya di Kementerian Perhubungan, yang memang beban tugasnya banyak dan kegiatannya padat,” pungkas BHS.