Jakarta – Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengusulkan agar RUU Kelautan memberikan kewenangan penuh kepada Bakamla sebagai Indonesia Coast Guard. Dikatakan Hadi dalam rapat kerja Pansus DPR-RI pada Senin (3/6) lalu, penetapan Bakamla sebagai Indonesia Coast Guard merupakan arahan Presiden Jokowi sejak 2014 silam.
Menanggapi usulan itu. Pengamat Transportasi dan logistik Bambang Haryo Soekartono meminta Pemerintah untuk tidak gegabah dalam merumuskan Indonesia Coast Guard.
Anggota DPR-RI terpilih periode 2024-2029 Dapil Jatim 1 ini menilai, perubahan Bakamla menjadi Indonesia Coast Guard tidak tepat, lantaran Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) yang seharusnya lebih layak diberikan kewenangan penuh sebagai Indonesia Coast Guard.
“Secara sejarah, fungsi penjagaan ini sudah dilakukan sejak tahun 1936. Selama masa pemerintahan Pak Karno, Pak Harto fungsi coast guard ini, walaupun belum sempurna, sudah dilakukan oleh KPLP. Termasuk, sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) selama kasusnya belum masuk tindak pidana. Istilahnya Lex specialis, hukum khusus bagi penyidik pegawai negeri sipil yang kemudian dilanjutkan ke Mahkamah Pelayaran,” kata Bambang, saat dihubungi, Jumat (7/6/2024).
KPLP dimulai dengan Peraturan Pelayaran (Scheepvaart Reglement) LN 1882 No 115 junto LN 1911 No 399 (kepolisian di laut), UU Pelayaran (Scheepvaart Ordonantie) 1936 (Stb. 1936 No 700), Peraturan Pelayaran 1936 Pasal 4, dan Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim 1939 Pasal 13.
Sejak tahun 1942 hingga tahun 70an, organisasi ini mengalami beberapa kali perombakan dan pergantian nama. Di tahun 1947 misalnya, yang menjalankan fungsi penjagaan pantai adalah Jawatan Urusan Laut RI di Yogya yang kemudian berganti menjadi menjadi Jawatan Pelayaran RI di tahun 1947.
Selanjutnya di tahun 1966 namanya berganti lagi menjadi Biro Keselamatan Pelayaran (BKP) dengan tugas menyelenggarakan Kepolisian Khusus di Laut dan SAR. Kemudian dengan bergantinya Departemen Maritim menjadi Departemen Perhubungan di tahun 1968, tugas-tugas khusus SAR dimasukkan ke dalam Direktorat Navigasi, dan oleh Menhub diubah kembali namanya menjadi Dinas Penjaga Laut dan Pantai (DPLP) dengan tugas menyelenggarakan Kepolisian Khusus di Laut dan Keamanan Khusus Pelabuhan. Di tahun 1970, DPLP kemudian berubah menjadi KOPLP (Komando Operasi Penjaga Laut dan Pantai).
Hingga akhirnya, di tahun 1973 berdasarkan SK Menhub No.KM.14/U/plib-73 tanggal 30 Januari 1973 KOPLP menjadi KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai) setingkat Direktorat. Tanggal tersebut hingga saat ini diperingati sebagai hari lahirnya KPLP.
Dan, yang terbaru adalah Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008, yaitu pada Pasal 276 dinyatakan KPLP dibentuk untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dan menegakan peraturan perundang- undangan di laut dan pantai.
“KPLP ini juga berhubungan dengan IMO. Sehingga, berbahaya jika terdengar oleh IMO ada dualisme atau hal lainnya di Indonesia. Apalagi, jika ada gangguan pada pelayaran internasional di Indonesia, lalu melaporkannya ke IMO,” ucapnya.
Terlebih lagi, lanjut BHS, KPLP saat ini telah ada di sekitar 600 pelabuhan di Indonesia dan juga telah intens berkomunikasi dengan pihak coast guard negara lain.
“Mereka melakukan patroli, penyelamatan, hingga pengamanan. Jika KPLP tidak mampu, misalnya dari segi persenjataan, maka saat itu lah koordinasi dilakukan dengan Bakamla maupun PolAir. Bakamla disini posisinya sebagai penjembatan dengan TNI AL,” ucapnya lagi.
Ia mengharapkan kedepannya KPLP ini bisa diperkuat dalam rangka meningkatkan keselamatan dan keamanan bagi para pelaku industri pelayaran maupun di jalur-jalur pelayaran, baik domestik maupun yang berasal dari mancanegara.
“Kalau di banyak negara, coast guard ini merupakan badan yang berada di bawah kewenangan menteri. Bukan badan yang berada di bawah presiden. Dan ada 20 negara yang memiliki coast guard yang cukup kuat padahal mereka bukan negara maritim. Nah Indonesia, yang memiliki cita-cita sebagai Poros Maritim Dunia, tentunya harus memiliki coast guard yang benar-benar kuat. Artinya, pemerintah harus memperkuat KPLP, untuk mendukung cita-cita tersebut,” kata BHS.
Ia juga menjelaskan ada tiga alasan mengapa KPLP merupakan institusi yang paling tepat untuk memegang tampuk tertinggi dalam fungsi coast guard.
“Pertama, dari sisi sejarah, KPLP ini sudah punya sejarah panjang. Kedua, hubungannya dengan pihak internasional dan industri juga sudah terbangun lama. Masyarakat pelayaran sudah mengenal KPLP. Ketiga, SDM di KPLP ini sudah memahami masalah dokumen pelayaran dan keselamatan transportasi pelayaran, baik orang maupun logistik, ” tuturnya.
BHS menyatakan jika KPLP, selaku koordinator, bisa sinergi dengan Bakamla dan PolAir maka para pelaku pelayaran dan pengguna alur pelayaran akan merasa terlindungi.
“Itu yang diinginkan oleh pelaku usaha dan masyarakat pelayaran. Kan sama dengan apa yang dilakukan oleh coast guard Vietnam atau Thailand, mereka melindungi kapal nelayan mereka saat berpapasan dengan patroli laut kita,” tuturnya lagi.
Terakhir, ia menekankan bahwa yang diinginkan oleh masyarakat pelayaran dan pelaku usaha industri pelayaran adalah kepastian hukum.
“Jadi jangan sampai ada dualisme kewenangan, dan harus ada kejelasan siapa memegang kewenangan. Sehingga mereka merasa aman dalam menjalankan usahanya. Atau, para pelaku pelayaran internasional juga merasa aman saat memasuki perairan Indonesia,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan