SURABAYA – Jaksa Kejati Jatim Farida Hariani dan Ludjeng marathon menggelar sidang kasus pengulangan penjualan tanah seluas 4.145 Meter persegi di Perumahan Wiguna Nugraha Indah dengan terdakwa Sugeng.
Di kasus ini, terhadap terdakwa Sugeng tidak lagi dilakukan penahanan badan, setelah majelis hakim tanpa melalui meja persidangan mengeluarkan penetapan penangguhan penahanan, kendati Kejati Jatim dalam surat dakwaan mengancam terdakwa Sugeng dengan pidana dalam Pasal 266 Ayat (1) KUHP dan atau Pasal 266 Ayat (2) KUHP tentang Pemalsuan Surat Berharga yang kalau dipergunakan dapat mendatangkan kerugian dihukum penjara selama-lamanya 7 tahun penjara.
Alexander Arif alias Alex, seorang yang berprofesi sebagai advokat sekaligus sebagai korban dari kasus yang menjerat terdakwa Sugeng memprotes perlakuan majelis yang melakukan penangguhan penahanan terhadap terdakwa Sugeng. Alex protes karena Jaksa Kejati Jatim sebelumnya sudah melakukan penahanan badan pada terdakwa Sugeng.
Menurut Alex, jarang sekali hakim sampai melakukan penangguhan penahanan terhadap seorang terdakwa. Apalagi pada saat penangguhan itu terjadi, penetapannya pun tidak dibacakan oleh hakim.
“Apa alasan hakim melakukan penangguhan. Itu perlu ditelusuri lebih jauh dan bisa ditanyakan kepada hakim yang telah mengeluarkan penetapan tersebut,!” kata Alexander di PN. Surabaya. Kamis (4/7/2024).
Disinggung adanya kemungkinan karena terdakwa akan kooperatif menjalani persidangan. Alex tetap merasa keberatan dan menyebut tidak ada alasan bagi hakim untuk melakukan penangguhan penahanan terhadap terdakwa Sugeng.
“Koorporatif bagaimana, pada saat penyerahan ke kejaksaan, terdakwa dipanggil beberapa kali tidak mau datang. Itu kan sudah sudah mengindikasikan bahwa terdakwa ini nantinya akan mempersulit jalannya persidangan. Tapi entah kenapa hakim tetap memberikan penangguhan penahanan terhadap terdakwa.! Itu perlu dipertanyakan,” sambungnya.
Perlu diketahui papar Alex, sementara selama terdakwa dalam proses penyidikan di kepolisian, terdakwa Sugeng ini terus bergerilya di lokasi Tanah SHM Nomer 71 dan menyewakan. Pokoknya terdakwa ini masih mengaku bahwa tanah itu adalah milik dia,” paparnya.
Alex menjelaskan, tahun 1975 orangtua dari terdakwa Sugeng sudah meninggal dunia. Namun terdakwa mengatakan SHM Nomor 71 masih atas nama orangtuanya terdakwa.
“Lho apa. Tahun 1992 setelah SHM Nomer 71 itu muncul atau sudah terbit. Atminah sudah dipanggil untuk dibuatkan Pelepasan. Jadi nasib SHM Nomer 71 sudah berakhir dengan pelepasan di Tahun 1992. Terus bagaimana terdakwa ini menuntut ini miliknya orangtuanya,” pungkas Alex.
Dalam surat dakwaan dijelaskan, Sugeng di polisikan oleh Dr.Udin SH,.MH, ketua tim perumus penyelesaian tanah pengganti Bratang Binangun, setelah tanah seluas 4.145 meter persegi berdasarkan alas Hak SHM Nomer 71 Kelurahan Kalijudan, kecamatan Mulyorejo, Surabaya dijual Sugeng kepada Ong Hengky Ongky Wijoyo dengan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dengan Uang Muka tertanggal 07 Oktober 2014 yang dibuat dihadapan Notaris Agatha Henny Agatha Asmana Sipan S.H., M.Kn.
Sugeng waktu itu bertindak untuk dan atas nama ahli waris Atminah Bok Mudjiono dan mengaku sebagai pemilik tanah luas 4.145 m2 berdasar alas hak SHM No. 71 Kelurahan Kalijudan. Padahal sebenarnya tanah tersebut telah dijual oleh Atminah Bok Mudjiono kepada PT. Sinar Galaxy.
Sugeng menjelaskan kepada Notaris Agatha Henny Asmana dan Ong Hengky Ongky Wijoyo bahwa tanah itu adalah miliknya dan tidak dikuasai oleh pihak lain. Sedangkan fakta sebenarnya tanah itu adalah milik para pembeli tanah kavling serta fisik tanahnya telah dikuasai oleh para pemilik tanah kaplingan dan sebagian digunakan untuk jalan sesuai adanya Site Plane Perumahan Wiguna Nugraha Indah.
Sedangkan sebenarnya asli SHM No. 71 Kelurahan Kalijudan telah hilang karena dicuri pada hari Minggu tanggal 10 Oktober 2004 di Kantor Notaris N.G. YUDARA, S.H Jl. Kertajaya No. 178 Surabaya yang kemudian Notaris N.G. YUDARA, S.H. melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Gubeng sesuai adanya Surat Tanda Penerimaan Laporan No. Pol. : 863 / K / X / 2004 / Sekta, tanggal 10 Oktober 2004.
“Terdakwa Sugeng telah bersepakat menentukan harga jual beli tanah tersebut yang keseluruhannya seharga Rp. 6.632.000.000. Dimana terdakwa SUGENG telah menerima pembayaran pertama sebagai uang muka tanda jadi dari Ong Hengky Ongky Wijoyo secara tunai sebesar Rp. 150.000.000 dan akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan Notaris Agatha Henny Asmana Sipan S.H., M.Kn terebut sebagai kwitansinya,” kata Jaksa Ludjeng saat membacakan Surat Dakwaan.
Buntut dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dengan Uang Muka tertanggal 07 Oktober 2014 di Notaris Agatha Henny Asmana Sipa, mengakibatkan DR. H. Udin S.H., M.H dan para pemilik tanah kaplingan dirugikan karena proses pengurusan sertifikat yang akan diajukan kepada BPN Kantor Pertanahan Kota Surabaya tidak bisa dilakukan. (firman)
