SURABAYA – Sidang kasus dugaan memasuki rumah di Jalan Lebak Jaya 3 Utara Nomor 30-A Surabaya tanpa izin serta pengrusakan gembok dengan terdakwa Wirjono Koesoema alias Aseng (71) digelar di Pengadilan Negeri Surabaya dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Pada sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak Estik Dilla Rahmawati menghadirkan saksi Simon Effendi, yang mengklaim sebagai pemilik rumah dan saksi Andreas, saksi mata yang melihat terdakwa berada di dalam rumah di Jalan Lebak Jaya 3 Utara Nomor 30-A Surabaya.
Mengawali sidang saksi Simon mengatakan bahwa rumah yang dimasuki oleh terdakwa tersebut adalah miliknya secara sah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor 79 tanggal 23 Januari 2015 di hadapan Notaris Devi Chrisnawati, SH.
“Saya sudah Jual Beli rumah itu dan membayar lunas. Sudah ada AJB dan bukti pembayaran lunasnya,” kata Saksi Simon dihadapan ketua majelis hakim Supaeno di ruang sidang Garuda 2 PN. Surabaya. Rabu (24/6/2024).
Ditanya Hakim Suparno, setelah dibayar lunas apakah rumah itu pernah dilakukan serah terima atau tidak oleh terdakwa?
“Belum pernah yang mulia sebab saya tidak pernah ketemu dengan penjual. Pak Wirjono dua kali saya kirimi surat tapi tidak pernah hadir,” jawabnya.
Menurut saksi Simon, setelah jual beli rumah tersebut lunas, oleh pihak Notaris dia dibuatkan Akta Jual Beli (AJB).
“Tapi besok harinya, uang pelunasan yang dari saya tiba-tiba dikembalikan sama Pak Wirjono tanpa memberitahukan apapun. Bahkan atas dasar pengembalian itu, Pak Wirjono membuat laporan polisi seolah-olah saya tidak bayar. Laporan polisi itu akhirnya di SP.3,” lanjut saksi Simon.
Saksi Simon mengungkapkan, dari dua unit rumah yang dibeli dari terdakwa Wirjono. Salah satu rumahnya ternyata sudah disewakan oleh Wirjono kepada orang lain sejak Tahun 2015 sampai 2022.
“Setelah sewa rumah itu habis, rumah itu pada 17 April 2022 saya gembok karena akan saya renovasi. Tapi gemboknya hilang. Terus saya mendapat telepon dari Ali Hermanto yang mengatakan ada suara keras seperti pukulan besi yang berasal dari rumah itu. Saat saya cek bersama Andreas ternyata gemboknya sudah hilang,” ungkapnya.
Selanjutnya papar saks Simon, pada Juni 2022 dia mendapat telepon lagi dari Ali Hermanto yang mengatakan terdakwa memasuki rumahnya.
“Saya minta tolong pada Andreas untuk memastikan betul dan tidaknya Rumah itu ditempati. Ternyata Wirjono sudah menempati rumah itu selama 5 bulan,” Tewasnya.
Kesal dengan kejadian tersebut, saksi Simon kemudian sejak Juni sampai Desember 2022 melayangkan 3 kali somasi, namun tidak direspon oleh terdakwa Wirjono.
Sementara saksi Andreas membenarkan sewaktu dirinya pernah menegur terdakwa dengan mengatakan kenapa terdakwa masuk ke rumah di Jalan Lebak Jaya 3 Utara Nomor 30-A Surabaya.
“Tapi dijawab oleh terdakwa kalau Rumah itu milik saya. Terus saya bilang sertifikat rumah ini sudah atas nama Simon. Terdakwa malah bilang biar rumah ini saya rusak karena Simon belum bayar lunas ke saya,” kata saksi Andreas.
Suasana sidang menjadi panas, ketika terdakwa Wirjono melalui kuasa hukumnya Yafet Kurniawan bertanya berapa nilai Jual Beli dalam Akta Perjanjian Jual Beli nomor 79 tanggal 23 Januari 2015 yang dibuat di Notaris Devy antara saksi Simon dengan terdakwa tersebut,?
“Rumah itu dua obyek. Untuk dua Sertifikat harganya Rp.1.083.000.000. itu rumah kecil-kecil berdampingan,” jawab saksi Simon
Ditanya lagi oleh Yafet, bagaimana cara saksi membayar dua obyek itu. Secara cash atau diangsur?
“Ada beberapa kali down payment yang nilainya Rp.125 Juta. Kurang lebih 6 kali mengangsur senilai Rp.125 Jutaan Setelah itu saya lunasi,” jawab saksi Simon.
Pelunasannya bulan berapa, tahun berapa,? Tanya ketua majelis hakim Suparno.
“Tanggal 23 Nopember 2015 Yang Mulia. Di bayar secara transfer totalnya Rp. 868. 000.000 masuk ke Rekening Wiryono dan pada tanggal 23 Nopember 2015 atau saat itu juga dibuatkan AJB tanggal 23 Nopember 2015,” jawab saksi Simon.
Apakah benar di tanggal 24 Nopember 2015, saksi menerima Transfer pengembalian dari Terdakwa sejumlah Rp. 868.000.000? Tanya hakim Suparno.
“Ya saya terima Yang Mulia,” jawab saksi Simon.
Dikembalikan lagi apa tidak uang itu ke Wirjono,? Tanya hakim Suparno.
“Tidak Yang Mulia. Saya ajukan permohonan konsinyasi di PN Surabaya yang mulia,” jawab saksi Simon.
Tapi saat saya croscek kok tidak ada titipan uang dari saski di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya,? Tanya Yafet Kurniawan. Atas pertanyaan tersebut saksi Simon berbelit-belit memberikan jawabanya.
Jadi tidak ada konsinyasi di PN Surabaya. Konsinyasi jadi apa tidak? Uangmu jadi dititipkan ke Pengadilan apa tidak! Tegas hakim Suparno sambil mengetuk palu sidang.
“Tidak jadi yang Mulia,” jawab saski Simon.
Pada saat saksi melaporkan perkara ini ke Kepolisian. Apakah saksi pernah di mediasi oleh pihak Kepolisian? tanya kuasa hukum terdakwa, Yafet Kurniawan.
“Pernah dua kali dilakukan mediasi,” jawab saksi Simon.
Dikejar oleh Yafet, pada waktu mediasi, apakah terdakwa Wirjono pernah menyampaikan terkait uang yang pernah dia kembalikan tersebut,? Saksi Simon menjawab pernah menyampaikan.
“Pernah disampaikan dikembalikan Rp. 868.000.000. tapi di sana saat mediasi Wirjono minta dikembalikan Rp. 958.000.000. padahal angka Rp. 868.000.000 sudah sesuai karena ada pengurangan dari kewajiban Wiryono yang sudah diperjanjikan di PPJB dan perjanjian pengosongan,” jawab saksi Simon.
Saksi tahu kan Nomer rekeningnya Wiryono. Kenapa saksi tidak mentransfer pengembalian itu ke Rekening Wiryono lagi? Tanya Yafet.
“Tidak ada kesepakatan pada waktu itu. Yang diminta Wiryono Rp. 958.000.000,” jawab saksi Simon.
Kalau seandainya hari ini bagaimana? Apakah saksi mau mentransfer permintaan pengembalian uang Wiryono sebesar Rp.868.000.000,? tanya Yafet.
“Kalau itu memang diminta, Ya saya sepakat,” jawab saski Simon.
Ditanya oleh Hakim Suparno apakah saksi sudah mentransfer terdakwa Wiryono sebesar Rp.868.000.000 tersebut,?
“Yang Rp.868.000.000 itu belum saya bayar karena Wiryono minta Rp. 958.000.000,” jawab saksi Simon
Untuk uang yang Rp. 868.000.000 apakah saksi bayar atau tidak,? Tanya hakim Suparno lagi.
“Siap Yang Mulai,” jawab saksi Simon
Menyikapi perdebatan tentang masih adanya uang Wiryono Rp.868.000.000 yang belum dibayar oleh saksi Simon tersebut, hakim Suparno pun memutuskan membuka pintu mediasi penyelesaian pembayaran antara terdakwa Wirjono dengan saksi Simon.
“Nanti akan majelis mediasikan, kunci dari perkara ini uang Wirjono itu belum dibayar Simon. Selebihnya menjadi urusan jaksa,” pungkas ketua majelis hakim menutup sidang.
Diketahui Jaksa Kejari Tanjung Perak Estik Dilla Rahmawati dalam surat dakwaannya menyebut, tanggal 23 Januari 2015 Simon telah membeli rumah milik Wirjono yang terletak di Jalan Lebak Jaya 3 Utara Nomor 30 Surabaya dan Jalan Lebak Jaya 3 Utara Nomor 30-A Surabaya dan dibuatkan Akta Jual Beli Nomor 485 dan Akta Jual Beli Nomor 486 di hadapan Notaris Devi Chrisnawati, S.H.
Selanjutnya oleh Wirjono untuk rumah yang beralamat di Jalan Lebak Jaya 3 Utara Nomor 30-A Surabaya disewakan kepada pihak Iain hingga April 2022.
Sewaktu sewa rumah tersebut habis masa sewanya, Simon bersama Andreas pada 17 April 2022 mendatangi rumah tersebut dan mengkosongkan dengan memasang rantai gembok karena akan dilakukan renovasi. Namun, pada tanggal 04 Juni 2022, saksi Simon Effendi memperoleh telepon dari Ali Hermanto jika ada suara keras seperti pukulan besi yang berasal dari rumah yang beralamat di Jalan Lebak Jaya 3 Utara Nomor 30-A Surabaya.
Saat saksi Andreas datang mengecek ke lokasi tersebut Jam 12.30 Wib dia melihat jika Pintu pagar telah terbuka, rantai putus tidak bisa dipakai, grendel Slot patah dan gembok yang sudah hilang serta di dalam rumah terdapat Wirjono.
Atas kejadian tersebut saksi Andreas meminta Wirjono untuk meninggalkan rumah tersebut namun Wirjono menolak dengan alasan jika rumah tersebut masih miliknya. Wirjono berdalih jual beli rumahnya dengan Simon belum selesai karena Simon masih kurang bayar sebesar Rp. 868.000.000.
Padahal atas objek rumah tersebut Simon mengklaim telah memperoleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 3725K/Pdt/2020 tanggal 16 Desember 2020 jika Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 79 tanggal 23 Januari 2015, Kuasa Menjual Nomor 80 tanggal 23 Januari 2015, Perjanjian Pengosongan Nomor 81 tanggal 23 Januari 2015. (firman)
Tinggalkan Balasan